Pengingat bahwa Aku tidak akan pernah kembali padamu. "Nico kamu bajing*n yang hanya menjadi benalu dalam hidupku. aku menyesal mengenal dan mencintai mu."
Aku tidak akan bersedih dengan apa yang mereka lakukan padaku. "Sindy, aku bukan orang yang bisa kamu ganggu."
Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitiku kembali
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syari_Andrian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
firasat dan Membantu
Setelah serangkaian kejadian yang menegangkan, Nisa merasa dirinya mulai berubah. Masalah yang datang bertubi-tubi telah mengasah mentalnya, menjadikannya lebih kuat dan lebih tegar. Dia bukan lagi gadis yang mudah goyah oleh tekanan atau ancaman. Kini, dia adalah seseorang yang siap menghadapi apa pun yang datang dengan kepala tegak.
Pagi itu, Nisa duduk di teras vila sambil menikmati secangkir teh hangat. Pandangannya menerawang ke arah pegunungan, namun pikirannya sibuk memutar semua peristiwa yang telah dilalui. Setiap masalah yang datang, setiap ancaman dari Sindy dan Nico, dan keterlibatan keluarganya dalam dunia yang penuh bahaya, semua telah membentuknya menjadi pribadi yang jauh lebih matang.
Rey datang menghampiri, duduk di sebelahnya tanpa berkata apa-apa. Mereka menikmati keheningan pagi bersama, namun Nisa tahu bahwa Rey memahami apa yang ada di benaknya.
"Kamu kelihatan lebih tenang sekarang," Rey akhirnya membuka percakapan. "Apa yang kamu pikirkan?"
Nisa tersenyum tipis. "Aku hanya merasa bahwa semua ini, semua yang terjadi, telah mengajarkanku banyak hal. Aku tidak bisa terus-menerus merasa takut atau lemah. Aku harus berdiri teguh, bukan hanya untuk diriku sendiri, tapi untuk keluargaku."
Rey mengangguk setuju. "Kamu sudah melakukan lebih dari yang bisa diharapkan dari siapa pun. Tidak banyak orang yang bisa tetap kuat di tengah semua ini. Tapi kamu, Nisa, kamu luar biasa."
Nisa menatap Rey, matanya menunjukkan rasa terima kasih. "Kamu juga banyak membantuku, Rey. Tanpa kamu, aku mungkin masih tersesat dalam kebingungan."
Rey tersenyum lembut. "Kita tim sekarang. Apa pun yang terjadi, kita hadapi bersama."
Nisa merasa ada kekuatan baru dalam dirinya. "Mulai sekarang, aku tidak akan membiarkan siapa pun menginjak-injak keluargaku. Aku akan melindungi mereka, sama seperti mereka selalu melindungiku."
Rey merasakan tekad yang kuat dalam suara Nisa. "Dan aku akan selalu ada di sini, membantumu."
Hari itu, Nisa memutuskan bahwa dia akan berjuang lebih keras, menjadi lebih tangguh, dan tidak akan membiarkan masa lalu atau ancaman masa depan menghancurkan semangatnya. Dengan mental yang lebih kuat, dia siap menghadapi apa pun yang akan datang.
∆∆
Tidak ada yang menyangka, setelah semua yang terjadi, Sindy akan kembali dengan wajah baru. Setelah operasi plastik yang mengubah penampilannya total, dia kembali ke kota dengan niat yang lebih gelap. Tidak ada yang mengenali dia, bahkan teman-teman lamanya. Dia berencana menyamar dan menyusup ke kehidupan Nisa, menunggu saat yang tepat untuk melancarkan balas dendam.
Sindy duduk di sebuah kafe kecil, mengenakan kacamata hitam besar dan topi lebar untuk menyamarkan dirinya lebih jauh. Dia memandangi Nisa yang tengah berbincang dengan Rey di seberang jalan. Di dalam hatinya, dendam membara. Dia tidak bisa melupakan penghinaan dan kekalahannya di tangan Nisa.
"Sebentar lagi, Nisa," gumam Sindy, suaranya nyaris tak terdengar. "Aku akan membuatmu merasakan rasa sakit yang jauh lebih besar daripada yang pernah aku rasakan."
Sindy sudah merencanakan segalanya dengan detail. Dia tahu kelemahan Nisa, tahu siapa orang-orang terdekatnya, dan yang terpenting, dia tahu bagaimana menyusup tanpa terdeteksi. Kali ini, dia tidak akan membuat kesalahan yang sama. Dia akan menyerang Nisa dari tempat yang tidak diduga-duga.
Di vila, Nisa mulai merasakan kegelisahan yang aneh. Meskipun situasi tampak tenang, ada perasaan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Rey juga merasakan hal yang sama, terutama setelah mendapatkan informasi bahwa ada sosok misterius yang tampaknya mengawasi mereka.
"Kita harus lebih waspada," kata Rey suatu malam ketika mereka duduk di ruang tamu vila. "Aku merasa ada sesuatu yang sedang direncanakan. Kita tidak bisa lengah."
Nisa mengangguk, merasa firasat buruk semakin menguat. "Kamu benar, Rey. Aku juga merasakan hal yang sama. Mungkin ada seseorang dari masa lalu yang kembali."
Rey menggenggam tangan Nisa dengan lembut. "Apa pun yang terjadi, kita hadapi bersama. Kita tidak akan membiarkan siapa pun merusak kedamaian kita lagi."
Namun, mereka tidak tahu bahwa Sindy, dengan wajah barunya, sudah berada lebih dekat daripada yang mereka kira. Balas dendamnya akan segera dimulai, dan dia tidak akan berhenti sampai Nisa merasakan kehancuran yang sama seperti yang dia alami.
°°°°
Keesokan paginya, Nisa bersiap untuk berangkat ke kampus seperti biasa. Setelah semua kejadian yang membuat hidupnya bergejolak, dia bertekad untuk kembali menjalani rutinitas dengan semangat baru. Namun, di tengah perjalanan, sesuatu yang tak terduga terjadi.
Saat berjalan di trotoar yang sepi, Nisa mendengar suara ribut dari gang kecil di dekatnya. Dia memperlambat langkahnya, berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi. Dari kejauhan, dia melihat seorang wanita muda dikerumuni oleh tiga pria yang tampak kasar. Wanita itu terlihat ketakutan, berusaha melawan tapi jelas kalah tenaga.
Nisa tidak bisa tinggal diam. Dengan cepat, dia berlari mendekat, tanpa memikirkan bahaya yang mungkin dia hadapi.
"Hei, apa yang kalian lakukan?" teriak Nisa, mencoba mengalihkan perhatian para pria tersebut.
Salah satu dari mereka berbalik, memandang Nisa dengan tatapan meremehkan. "Ini bukan urusanmu. Pergi sana sebelum kamu menyesal."
Namun, Nisa tidak mundur. Dia tahu bahwa jika dia pergi, wanita itu akan dalam bahaya lebih besar. "Lepaskan dia sekarang, atau aku akan memanggil polisi!"
Para pria itu tertawa, menganggap ancamannya sebagai lelucon. Tapi Nisa tetap tenang, tangannya diam-diam meraih ponsel dari saku.
"Tunggu," kata pria yang tampaknya pemimpin dari kelompok itu, "kita ikuti mereka dulu. Jangan bertindak gegabah. Kita perlu tahu ke mana mereka pergi dan siapa yang bisa membantu mereka."
Anak buahnya mengangguk, lalu berbaur dengan keramaian, memastikan untuk tetap berada dalam jarak aman dari Nisa dan Rina. Pemimpin itu mengirim pesan singkat ke Sindy, memberi tahu bahwa mereka sedang mengikuti target.
Sementara itu, Nisa dan Rina berjalan cepat menuju mobil Nisa yang diparkir di dekat kampus. Nisa merasa ada sesuatu yang tidak beres, tetapi dia tidak ingin membuat Rina semakin panik. Mereka segera masuk ke dalam mobil dan melaju menuju rumah Nisa.
Di dalam mobil, Rina memegang erat tasnya, mencoba menenangkan diri. "Nisa, apakah kamu yakin ini aman? Aku tidak ingin menyeret keluargamu ke dalam masalah ini."
Nisa mengangguk mantap. "Rina, kamu butuh bantuan, dan kita tidak bisa membiarkan mereka menang. Jangan khawatir, keluargaku akan mengerti. Kita akan cari cara untuk mengatasi ini bersama."
Namun, saat mereka hampir sampai di rumah Nisa, mobil lain mulai mengikuti mereka dari belakang. Nisa melihat melalui kaca spion dan menyadari bahwa mereka sedang diawasi.
"Rina, tetap tenang," kata Nisa, mencoba tetap tenang meskipun jantungnya berdebar kencang. "Kita mungkin sedang diikuti. Aku akan mencoba mengalihkan perhatian mereka."
Nisa mengambil jalan memutar yang lebih sepi, berharap bisa mengguncang pengikut mereka. Tapi mobil itu tetap berada di belakang mereka, membuat Nisa semakin waspada. Dia mempercepat laju mobil, mencari tempat aman untuk berhenti dan meminta bantuan.
"Pegangan erat, Rina. Aku akan mencoba sesuatu," kata Nisa, menginjak pedal gas lebih dalam.
Namun, pengejar mereka tampaknya siap untuk mengejar, dan permainan kejar-kejaran pun dimulai di jalan-jalan kota yang semakin sepi. Nisa tahu dia harus segera menemukan cara untuk melindungi Rina dan dirinya dari bahaya yang mengancam mereka.