Lanjutan Cerita Harumi, harap membaca cerita tersebut, agar bisa nyambung dengan cerita berikut.
Mia tak menyangka, jika selama ini, sekertaris CEO yang terkenal dingin dan irit bicara, menaruh hati padanya.
Mia menerima cinta Jaka, sayangnya belum sampai satu bulan menjalani hubungan, Mia harus menghadapi kenyataan pahit.
Akankah keduanya bisa tetap bersama, dan hubungan mereka berakhir dengan bahagia?
Yuk baca ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jam Istirahat
"What ...?" Dua gadis penghuni divisi personalia, terkejut mendengar pengakuan dari rekan sekaligus sahabatnya.
"Kok bisa, Mi? Boong kan, Lo? Nggak usah ngarang deh! gue yakin Lo cuman kegeeran, atau jangan-jangan Lo dijadiin bahan taruhan sama Pak Jaka! Pokoknya Lo harus hati-hati." Lala memperingati sahabatnya. "Jangan sampai elo patah hati, karena patah hati sakitnya melebihi sakit gigi."
Mia mengajak dua gadis itu, berbincang di taman belakang gedung, seraya menikmati aneka potongan buah, yang dibeli di luar. "Terserah kalian percaya atau nggak, yang jelas, gue udah jadian sama Pak Jaka abis kalian ngajak nonton bioskop." Jawabnya jujur.
"Tapi kayaknya beneran deh, La! Tadi untuk pertama kalinya selama kerja di sini, gue lihat Pak Jaka senyum, dan baru gue sadar, beliau punya lesung pipi, mana manis banget lagi. Akh ... kenapa baru nyadar, sih? Ada cowok manis di sini."
Mia melirik sinis gadis yang hari ini mengenakan setelan blazer warna biru muda. "Ngapain Lo blusing? Jangan bilang Lo naksir pacar gue? Awas aja Lo, gue ulek-ulek!"
"Ciye ... ciye cemburu." Kedua gadis itu justru meledek Mia.
Alhasil wajah Mia memerah karena malu, bisa-bisa dia menunjukkan sisi kekanakannya.
"Lo tenang aja, gue nggak akan jadi pelakor, tapi kalau misalnya suatu saat Lo udah bosen sama pak Jaka, gue mau kok!" Monica tersenyum jahil.
"Dih si Monic, mau-maunya bekasnya temen." Lala mengejek rekan satu divisinya.
Monica mengambil potongan buah jambu, dan memakannya. "Bercanda gue, Mia anaknya nyonya Kusti. Lagian di kamus hidup gue, kaga ada istilah Teman makan teman, atau pacaran sama mantan teman. kayak stok laki-laki di dunia ini nggak ada. Gue tuh cuma kagum, dan baru sadar kalau pak Jaka ternyata normal."
"Nah itu juga yang gue pikirin, sebenarnya Pak Jaka normal apa nggak, abisnya mukanya lempeng banget, ngomong pelit apalagi senyum. Sedingin-dinginnya pak Fero, dia masih ada ngegas-ngegas nya, seenggaknya nunjukin kalau dia beneran manusia. Nggak kayak pak Jaka, cuman liatin doang, kan gue udah takut duluan. Ih ... Serem."
Mia setuju dengan pendapat gadis yang hari ini mengenakan kemeja kuning dan celana formal warna cokelat tua.
"Tapi beneran normal, nggak Mi? Udah sejauh apa Lo pacaran sama beliau? Nggak mungkin cuman pegangan tangan, sambil cekikikan kek anak SMP, kan?" Tanya Monica penasaran, gadis berwajah cindo itu, kembali mengambil potongan buah dan memakannya.
"Apaan sih, Lo? Yang begitu ngapain dibahas, malu kali." Tak mungkin bagi Mia mengakui, jika tadi pagi dia melihat kejantanan milik kekasihnya.
"Wah, pasti udah pernah kissing nih! Wah bibir Pak Jaka kayaknya tipe cip*kable, kan? Gimana-gimana, Lo nggak sampai kewalahan, kan? Jangan malu-maluin, umur udah akhir dua puluhan, masa iya ciuman masih kaku." Lala ikutan mencecarnya. Gadis yang baru kemarin memotong rambut itu, terlihat lebih segar dengan model rambut barunya.
Rasanya Mia ingin sekali bersembunyi, kedua rekan sekaligus sahabatnya, tengah mengulitinya. Sebenarnya ini tak masalah, mengingat mereka cukup dekat, Mia pun kadang seperti itu pada mereka, hanya saja, dia merasa malu.
"Abisin rujaknya, gue mau naik! kerjaan gue banyak. Entar sore gue nggak mau lembur." Mia beranjak dari sana, dia tak peduli kedua temannya memangil-manggil namanya, agar menunggu mereka.
Mia sedang menunggu Lift, saat tetangga kubikelnya datang membawa minuman berwarna merah muda. "Mbak Mia nggak ngopi dulu?"
"Nggak." Jawab Mia singkat, dia sedang malas berbincang dengan gadis itu.
Pintu lift terbuka, keduanya masuk secara bersamaan, ada pekerja lain yang sudah berada di sana.
Lalu pintu lift terbuka lagi, di lantai di mana terdapat kantin. Dua lelaki masuk, dan bergabung dengan mereka.
"Hai Pak Jaka dan Pak Aryan, abis makan siang, ya? Tau gitu, saya ikutan makan di kantin." Sapa Raisa pada pria-pria penghuni lantai teratas.
Aryan mengangguk, sedangkan Jaka hanya meliriknya sekilas, gadis yang berada tepat di samping gadisnya.
Pintu lift kembali terbuka, sebagian dari mereka keluar dari sana, menyisakan dua staf divisi keuangan dan dua pria kepercayaan CEO.
"Maaf Pak Jaka, boleh saya tanya?"
Lagi-lagi Jaka tak menjawab, pria berkemeja putih itu hanya melirik sekilas. "Pak Jaka udah punya pacar belum?" tanya Raisa.
"Kenapa kamu nanya gitu, ke temen saya?" Tanya Aryan, dia menatap sinis staf pengganti Anggita.
"Ya kalau belum, saya cuma mau kasih tau, kalau Pak Jaka, tipe cowok idaman saya." Ungkap Raisa percaya diri.
Mendengar hal itu, Mia mengepalkan tangannya erat. Rasanya dia kesal sekali. Namun kemudian, sebuah remasan lembut, menyentuh tangannya. Itu kekasihnya.
"Saya udah punya calon istri." Kata Jaka tegas.
"Orang mana, Pak? Apa lebih cantik dari saya?" Tanya Raisa percaya diri.
Aryan mendesis kesal, dia paling benci perempuan agresif. "Mau cantik atau nggak, itu selera Pak Jaka, apa urusannya sama situ! Kalau masih pengen kerja di sini, jangan kegenitan deh." Dia memperingatkan.
Belum sempat Raisa menanggapi, pintu lift terbuka, gadis itu mohon pamit. "Ayo Mbak Mia!" ajaknya.
"Mia dipanggil bos, jadi dia ikut naik ke atas." Tutur Aryan.
Pintu lift tertutup, Aryan dan Jaka mengumpat secara bersamaan. "HRD nggak salah, rekrut dia di kantor ini? Genit begitu, kalau sampai Bos tau, abis deh! Bisa-bisa dipecat tanpa pesangon." Ujar mantan asisten Denis itu.
"Sayang, aku sama sekali nggak ada minat sama dia, jadi jangan berpikir buruk tentang aku." Jaka berusaha menjelaskan, karena sedari tadi gadisnya hanya diam.
"Ciye ... Sayangnya ngambek!" ledek Aryan.
"Diem Aryan."
"Iya-iya gue diem."
Jaka menatap gadisnya, namun belum sempat berkata, pintu lift terbuka. Mia tak ikut turun.
"Sini dulu, Mbak Bunga mau ketemu kamu." Jaka menggandeng tangan gadisnya.
"Mau ngapain?" tanya Mia heran.
Jaka menaikan bahunya, "Pak Dimas tadi Wa, kalau ketemu kamu di Kantin, suruh langsung ke atas."
Mia ikut melangkah bersama pacarnya, sementara Aryan berjalan terlebih dahulu. Namun belum mencapai meja sekertaris, Jaka menggandengnya masuk ke dalam ruang istirahat.
Pria itu langsung memeluknya, "Aku kangen banget, tau! Mana nanti jam pulang, aku masih di Bandung."
"Jadi bener nggak, pak Dimas nyariin aku?"
Jaka masih memeluknya. "Mbak Bunga, minta akar kelapa yang kamu kasih ke aku. Padahal mau aku pajang di mobil, malah di minta." Gerutunya.
"Aku masih punya kok, di laci meja aku, nanti aku anterin sekalian kasih laporan sore." Mia membalas pelukan kekasihnya.
"Tapi abis ini, aku langsung berangkat ke Bandung, sayang! terus tiga hari lagi aku mau dampingi bos ke luar negeri. Aku pasti kangen banget nih." Jaka mengeratkan pelukannya, masa bodoh dengan kemejanya yang kusut, toh dia bisa menutupinya dengan jas. "Aku mau cium, boleh? Janji cuma sebentar." Dia mengurai pelukannya, dan memegang kedua sisi wajah kekasihnya.
"Aku belum sikat gigi, malu ah." Mia menolak, sambil membungkam mulutnya sendiri dengan tangan.
"Aku nggak peduli, pokoknya aku mau cium kamu, sekarang." Tanpa menunggu jawaban kekasihnya, Jaka langsung menyatukan bibirnya dengan bibir kekasihnya.
jangan sampai di unboxing sebelum dimutasi y bang....
sisan belum up disini rajin banget up nya....
terimakasih Thor....
semangat 💪🏻