NovelToon NovelToon
I Adopted Paranormal Dad

I Adopted Paranormal Dad

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Reinkarnasi / Pendamping Sakti
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Matatabi no Neko-chan

Setelah sembilan belas kehidupan yang penuh penderitaan, Reixa terbangun kembali di usianya yang kesembilan tahun. Kali ini dengan gilanya, Reixa mengangkat seorang pria sebagai ayahnya, meninggalkan keluarganya setelah berhasil membawa kabur banyak uang.
Namun, siapa sangka Reixa membangkitkan kemampuannya dan malah berurusan hal di luar nalar bersama ayah angkatnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Reixa terbangun dengan kaget saat merasakan sekelebat bayangan melintas di sekitarnya. Gadis kecil itu langsung celingukan, matanya menatap sekitar penuh waspada. Pikirannya tak bisa berhenti memikirkan Saverio, membuat perasaan khawatir menyelinap masuk.

Bagaimana jika seseorang tengah mengincar pria itu?

Ingatan masa lalu muncul saat Saverio pernah menyelamatkannya berkali-kali, bahkan rela mengorbankan nyawanya demi Reixa. Perasaan takut kehilangan pria yang pernah merawatnya begitu kuat.

Tanpa pikir panjang, Reixa berlari keluar kamar. Langkah kecilnya berhenti di depan pintu kamar Saverio. Ia mengetuk pintu dengan cepat, lebih mirip menggedor, sambil memutar otak untuk mencari alasan agar ia bisa tetap berada di sekitar pria itu.

'Cklek.'

Pintu terbuka, menampilkan Saverio yang tampak mengantuk dengan rambut berantakan. Ia menatap Reixa dengan dahi berkerut, sudah bisa menebak alasan kedatangan gadis kecil itu malam-malam begini.

"Ada apa?" tanyanya datar, meski ada nada sabar di suaranya.

Reixa langsung menampilkan wajah sedih yang dibuat semanis mungkin. "Aku mimpi buruk, Ayah. Aku takut," jawabnya, suaranya terdengar pelan tapi penuh keyakinan.

Saverio hanya bisa menghela napas panjang. Ia tahu ini hanyalah alasan gadis kecil itu untuk terus menempel padanya, siang maupun malam. Sudah hampir sebulan ia menerima "kunjungan malam" seperti ini.

"Sudah kuduga," gumam Saverio dalam hati, sedikit lelah tapi tak tega. Ia memandang Reixa yang menatapnya dengan mata penuh permohonan.

"Baiklah, Rei. Kau tahu jawabanku. Seperti biasa, tidurlah di sini," ucapnya akhirnya.

Mata hijau Reixa langsung berbinar penuh kemenangan. "Makasih, Ayah!"

Tanpa menunggu izin lebih lanjut, gadis kecil itu nyelonong masuk ke kamar Saverio dan langsung melompat ke ranjangnya. Ia segera membungkus dirinya dengan selimut, terlihat begitu nyaman seolah itu memang tempatnya.

Saverio memandangi tingkah gadis kecil itu dengan tatapan campuran antara pasrah dan geli. Ia berjalan pelan ke pinggir ranjang dan mendudukkan diri di sana, seperti biasa.

"Tidurlah. Besok kau sudah mulai sekolah. Jangan sampai telat," katanya dengan suara pelan tapi tegas.

Reixa mengangguk kecil dari balik selimut, matanya sudah setengah terpejam. "Bai~k," balasnya dengan nada malas tapi penuh rasa puas.

Saverio menggelengkan kepala kecil sambil tersenyum tipis. "Anak ini benar-benar," pikirnya sambil memperbaiki posisi duduknya, memastikan Reixa benar-benar terlelap sebelum ia sendiri bisa istirahat.

Saverio duduk di tepi ranjang, diam-diam mengamati Reixa yang sudah terlelap dengan wajah damai. Napas gadis kecil itu mulai teratur, menandakan bahwa ia benar-benar sudah memasuki tidur lelap.

"Aneh," gumam Saverio pelan, hampir tak terdengar. "Kau begitu takut malam ini, tapi sekarang tidurmu begitu nyenyak."

Saverio berdiri perlahan, memastikan tidak ada suara yang membangunkan Reixa. Ia berjalan menuju jendela kamarnya, membuka tirai sedikit, lalu memandang keluar. Langit malam terlihat gelap, hanya dihiasi bintang-bintang redup. Namun ada sesuatu yang terasa salah.

Sebuah bayangan samar melintas di kejauhan, bergerak cepat, hampir seperti melayang di udara. Saverio mengernyit, matanya menyipit tajam mencoba menangkap detailnya.

"Makhluk itu lagi," bisiknya sambil mengencangkan rahangnya. Makhluk yang pernah ia lihat di belakang wanita yang membuat keributan di toko beberapa hari lalu. Sejak itu, ia merasa selalu diawasi.

Saverio kembali menutup tirai dengan gerakan cepat, lalu berbalik mengamati Reixa. Rasa khawatir tiba-tiba muncul. Ia tahu gadis kecil itu istimewa, entah bagaimana selalu menarik perhatian dari hal-hal yang tidak kasatmata.

"Apakah makhluk itu mengincar dia... atau aku?" pikirnya, mencoba menganalisis situasi.

Ia kembali duduk di tepi ranjang, memandang Reixa dengan penuh perhatian. Gadis kecil itu kini seperti tak memiliki beban, jauh berbeda dari saat ia bertemu dengannya pertama kali.

"Kalau memang begitu, aku harus lebih waspada," gumamnya. "Aku tidak akan membiarkan apapun menyentuhnya."

Saverio menyandarkan punggungnya ke dinding, tetap berjaga. Meski rasa kantuk mulai menyerangnya, ia tidak ingin mengambil risiko. Ia tahu, malam ini mungkin hanya awal dari sesuatu yang lebih besar.

🐾

"Ayah, aku tidak mau sekolah!" Teriak Reixa histeris sambil memeluk kaki Saverio dengan erat, membuat pria itu berhenti di tempat dan menarik napas dalam-dalam.

Sejak pertemuan pertama di pinggir jembatan itu, Reixa tidak pernah mau berpisah dari Saverio, gadis kecil itu selalu mengikutinya ke mana pun dia pergi. Saverio menghela napas. "Mungkin karena dia kehilangan keluarganya di usia muda," pikirnya sambil menatap gadis kecil itu dengan penuh kesabaran.

"Aku nggak mau pergi! Aku mau sama Ayah!" Reixa bersikeras, suaranya terdengar serak penuh emosi. Di kepalanya, terbayang kenangan mengerikan tentang Saverio yang terbujur kaku dengan tubuh berlumuran darah. Gambaran itu menghantuinya setiap kali ia harus menjauh darinya.

"Kamu anak baik, kan? Kamu harus sekolah dulu. Aku akan tetap di sini, mengawasi pembangunan apartemen. Nanti aku jemput, ya?" Bujuk Saverio lembut sambil berjongkok agar sejajar dengan Reixa.

Reixa menatapnya dengan mata berkaca-kaca, seperti anak kucing yang takut ditinggal induknya. "Ayah janji, harus baik-baik saja, ya? Jangan pergi kemana-mana!" pintanya dengan suara lirih yang penuh kecemasan.

Saverio tersenyum tipis dan menepuk lembut pucuk kepala Reixa, mencoba menenangkan gadis kecil itu. "Tentu saja. Aku tidak akan kemana-mana. Aku janji akan baik-baik saja dan menjemputmu setelah sekolah selesai. Percayalah."

Setelah beberapa saat, Reixa akhirnya mengangguk pelan, meski berat hati. Ia perlahan melepaskan pegangan pada kaki Saverio dan melangkah pergi menuju kelas barunya. Namun, sebelum masuk, ia menoleh dan melambaikan tangannya kecil sambil berkata dengan suara penuh keyakinan, "Jangan lupa jemput aku, Ayah! Kalau tidak, aku kabur dari sekolah!"

Saverio tertawa kecil, melambaikan tangan kembali sambil mengangguk. "Iya, iya. Jangan kabur. Nanti aku pasti jemput kamu."

Melihat Reixa masuk ke sekolah, Saverio menghela napas lega. Meski ia tahu Reixa anak yang kuat, ada sesuatu dalam tatapan sedih gadis itu yang membuatnya merasa berat hati meninggalkannya, bahkan hanya untuk beberapa jam. "Apa yang sebenarnya kau sembunyikan dariku, Rei?" gumamnya pelan sebelum berjalan kembali ke lokasi pembangunan apartemen.

🐾

"Hai, aku Reyhan." Seorang bocah laki-laki berkacamata mengulurkan tangannya dengan senyuman ramah. "Kau siapa?"

"Aku Reixa," jawab Reixa sambil menyambut uluran tangan bocah itu. Sekilas, ia teringat masa lalunya, dimana ia memiliki seorang sahabat yang akhirnya menjadi penyebab kematiannya di beberapa kehidupan sebelumnya. Namun, sosok Reyhan terasa berbeda. Ada sesuatu dalam tatapan dan sikap bocah itu yang membuatnya yakin jika dia bisa dipercaya.

"Senang berkenalan denganmu," lanjut Reixa dengan nada ceria, meski sebagian dari dirinya merasa canggung.

Reyhan mulai bercerita panjang lebar, seperti anak kecil pada umumnya. Ia menjelaskan banyak hal tentang sekolah baru Reixa—guru-guru, kegiatan ekstrakurikuler, hingga rumor-rumor kecil yang beredar di antara murid-murid. Saking hebohnya, beberapa teman mereka mulai ikut berkumpul di meja Reixa, memperhatikan cerita Reyhan.

"Serius? Aku harus berteman sama bocah ini?" Reixa membatin dengan ekspresi datar. "Kalau ditotalkan, usiaku mungkin sudah 80 tahun! Ini seperti mendengarkan anak cucu bercerita."

Namun, suara tawa dan obrolan Reyhan serta anak-anak lain perlahan membuat hati Reixa melembut. Ia menatap mereka yang tertawa riang, terlibat dalam pembicaraan yang ringan dan penuh keceriaan.

"Tapi... tidak ada salahnya, kan?" pikir Reixa sambil memandangi wajah-wajah ceria di sekitarnya. "Aku bahkan lupa kapan terakhir kali aku tertawa bahagia seperti ini."

Dengan perlahan, bibir Reixa tertarik membentuk senyuman tipis. Ia mulai merasa bahwa mungkin, untuk pertama kalinya dalam sekian lama, ia bisa menjalani kehidupan baru tanpa bayang-bayang masa lalu yang kelam.

1
Astuty Nuraeni
Reixa masih 10 tahun pak, tentu saja masih kanak kanak hehe
Ucy (ig. ucynovel)
secangkir ☕penyemangat buat kak author
Ucy (ig. ucynovel)
reinkarnasi ya
Citoz
semangat kk 💪
Buke Chika
next,lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!