Semua cintanya sudah habis untuk Leo. Pria tampan yang menjadi pujaan banyak wanita. Bagi Reca tidak ada lagi yang pantas dibanggakan dalam hidupnya kecuali Leo. Namun bagi Leo, Reca terlalu biasa dibanding dengan teman-teman yang ditemui di luar rumah.
"Kamu hoby kan ngumpulin cermin? Ngaca! Tata rambutmu, pakaianmu, sendalmu. Aku malu," ucap Leo yang berhasil membuat Reca menganga beberapa saat.
Leo yang dicintai dan dibanggakan ternyata malu memilikinya. Sejak saat itu, Reca berjanji akan bersikap seperti cermin.
"Akan aku balas semua ucapanmu, Mas." bisik Reca sambil mengepalkan tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Rusmiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sopir Ganteng
"Jadi ceritanya lu nyerah nih?" ejek Leo.
"Bukan nyerah. Tapi lebih baik sadar diri dari pada di gas eh nanti jadi gak sadarkan diri," ucap Reno.
Obrolan terhenti saat Mba Ara pamit pulang. Dengan sopan Leo mengantar bosnya itu ke parkiran. Namun tidak lama, Leo kembali menarik tangan Reno.
"Dia bisa jadi sopir, bisa jadi teman, bisa jadi asisten, jadi apapun bisa Mba. Ren, tolong antarkan bosku pulang ya." Leo menepuk pundak Reno.
Reno hanya terdiam. Apa lagi ini? Bukankah ia sudah menyerah sebelum permainan dimulai? Kenapa Leo malah memintanya seolah masuk ke permainan itu. Permainan yang menurutnya hanya mempermainkan dirinya saja.
"Mari, saya antarkan." Reno membuka pintu mobilnya.
Sebenarnya Mba Ara berniat untuk menolak diantar oleh Reno. Namun sayangnya ia benar-benar harus pergi saat itu. Sementara mobilnya yang dibawa oleh pengawalnya sedang dibengkel. Entah skenario macam apa yang sedang dijalaninya.
"Apa ini tidak merepotkan?" tanya Mba Ara.
"Ah, tidak. Sama sekali tidak," jawab Reno gugup.
"Terima kasih," ucap Mba Ara sebelum masuk ke dalam mobil Reno.
Beberapa menit di dalam mobil, membuat keduanya membeku. Hening. setalah beberapa kali melihat Mba Ara dari ekor matanya, membuat Reno memberanikan diri.
"Oh ya kita belum kenalan. Saya Reno," ucap Reno memecah keheningan.
"Ah, iya. Saya Ara," ucap Ara.
"Saya dengar Ibu adalah atasannya Leo ya? Hebat ya masih muda sudah sukses," ucap Reno.
"Memangnya saya setua itu ya?" tanya Mba Ara.
"Apa? Gimana maksudnya?" Reno balik bertanya.
"Tadi kalau tidak salah dengar, saya dipanggil ibu. Benar begitu?" tanya Mba Ara.
"Iya. Memangnya ada yang salah?" Reno mengeryitkan dahinya karena bingung.
Percakapan mereka tidak berlangsung baik. Keduanya salah paham. Mba Ara kecewa karena merasa sudah sangat tua karena dipanggil dengan sebutan ibu. Sedangkan Reno memanggil Mba Ara dengan sebutan ibu karena menghargai sosok yang ada di hadapannya.
"Berhenti di depan," ucap Mba Ara tegas.
Ucapan Mba Ara membuat Reno merasa bersalah. Ia segera menepi saat melihat rumah besar yang ditunjuk oleh perempuan di sampingnya Rumah berwarna putih itu sangat terlihat mewah. Membayangkan bagaimana isi rumahnya saja membuat Reno harus mundur seribu langkah.
"Maaf ya saya salah. Saya bingung harus panggil apa. Mau panggil ayang nanti malah ada yang marah," goda Reno.
Mba Ara terdiam. Sebelum keluar dari mobil Reno, ia gagal menyembunyikan sikap nya yang salah tingkah. Sayangnya Reno yang sekarang tidak terlalu cupu seperti dulu. Ya walaupun traumanya masih sangat besar, Reno merasa Mba Ara terlalu menarik di matanya.
Reno bukan anak kecil lagi. Melihat sikap Mba Ara tadi, Reno merasa ada kesempatan meskipun kemungkinannya hanya nol koma satu persen saja. Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan.
"Ibu, eh Mba, eh Kak, sebentar." Reno menahan tangan Mba Ara yang akan membuka pintu mobilnya.
"Kenapa lagi?" tanya Mba Ara.
Mba Ara sudah terlanjur kesal. Reno memang tidak seperti Leo. Laki-laki yang ada di sampingnya itu sudah merusak moodnya. Sudah masuk dalam list obrolan yang akan disampaikan pada Leo. Mba Ara siap mengadukan sikap Reno yang menurutnya tidak menyenangkan itu.
"Boleh pinjam ponsel? Saya lupa ponsel saya dimana," ucap Reno.
Tanpa curiga sedikitpun, Mba Ara segera meminjamkan ponselnya. Bahkan wajahnya berusaha terlihat biasa saja meskipun Reno menyadarinya.
"Eh ternyata ini," ucap Reno sambil mengeluarkan ponsel dari saku celananya. "Oh ya kalau nanti kamu butuh sopir lagi, nomorku sudah d save. Jangan lupa call ya," ucap Reno.
Mba Ara menggelengkan kepalanya. Apalagi saat melihat daftar kontak di ponselnya.
Reno sopir ganteng? Narsis banget orang ini ya Tuhan.
Mba Ara segera keluar dari mobil Reno. Berlalu pergi setelah mengucapkan terima kasih pada Reno. Berbeda dengan Mba Ara yang berlalu begitu saja, Reno nampak mengelus dadanya. Ia bangga pada dirinya sendiri. Akhirnya ia bisa mengendalikan apa yang ia rasakan.
Sikap narsis yang dinilai oleh Mba Ara adalah sikap yang sengaja ditunjukkan Reno untuk menarik perhatian. Padahal aslinya, Reno tengah bergelut dengan dada yang berdegup kencang. Tangannya bahkan sampai keringat dingin.
Setelah beberapa saat menenangkan hatinya, Reno menghisap dalam-dalam udara yang beraroma parfum Mba Ara. Padahal Mba Ara menggunakan baju tidur, tapi wanginya seperti sedang pesta. Menyengat dan membuat Reno sangat terpesona.
Selesai Reno. Ayo balik!
Tidak ingin kembali ke rumahnya, Reno justru kembali ke rumah sakit. Sesampainya di sana, Reno tidak langsung masuk ke ruangan. Beberapa orang nampak sedang berkunjung. Setelah yang lain pulang, barulah Reno membuat gaduh ruangan itu lagi dengan ulahnya.
"Gimana? Dapet gak?" goda Bu Lena.
"Dapet apa?" tanya Reno.
"Katanya udah ada yang jadi sopir pribadi nih," jawab Bu Lena.
Reno hanya tersenyum dengan wajah yang memerah. Leo hanya menggelengkan kepala melihat sahabatnya yang salah tingkah. Namun seketika guyonan terhenti saat Resi dan Dini sahabat Reca masuk ke ruangan. Terlihat asyik mengobrol sambil menggendong bayinya.
"Ca, maaf ya kita gak lama. Biasa ada tugas. Nanti kalau udah di rumah kabari ya! Mau main sama baby girl yang lucu ini," ucap Resi.
"Baby boy," ucap Reca.
"Loh, bukannya cewek?" tanya Dini bingung.
Saat itu Reca memang sempat bercerita tentang kehamilannya. Ya, saat Leo sibuk maka Dini dan Resi adalah tempat Reca berbagi. Walaupun Resi tidak tahu semua yang diketahui oleh Dini.
"Pilih yang mana?" tanya Leo saat Dini dan Resi sudah pamit pulang.
Reno hanya tersenyum. Dua wanita muda yang baru saja keluar dari ruangan itu tidak seperti Mba Ara. Tidak ada getaran aneh yang membuatnya penasaran. Padahal kalau dibanding usia, mereka jauh lebih muda. Wajahnya juga cantik walaupun memang tidak secantik Mba Ara.
Reno melihat bagaimana jiwa sosial Reca dan Leo. Ia perhatikan banyak sekali yang datang menjenguk. Namun dalam pengamatannya, hampir semua yang datang menjenguk adalah teman kantornya Leo. Mana tetangga atau teman Reca? Hanya dua perempuan muda itu saja?
Sampai pulang ke rumah pun, hanya beberapa tetangga yang menjenguk Reca. Reno ada di tahap membuat kesimpulan. Baginya, Reca bukan orang yang suka bergaul. Bahkan dengan teman kantor Reno saja, tidak terlihat akrab. Menurutnya, ini cukup berbahaya untuk Reca. Apalagi dengan keadaannya sekarang.
"Geser. Jangan melamun di situ," ucap Leo.
Reno yang berdiri di ambang pintu tersentak dan langsung pindah tanpa berkomentar. Ia hanya mengkhawatirkan kesehatan psikis Reca. Harus ada orang yang menemani Reca selama Leo ke kantor.
Melihat ada sosok ibu dan mertua yang sangat perhatian, tiba-tiba kekhawatiran Reno hilang. Ia lega saat tahu jika ibunya Reca akan tinggal di sana sampai Reca pulih.