Sosok mayat perempuan ditemukan di sebelah kandang kambing.
Saksi mata pertama yang melihatnya pergi menemui kepala desa untuk memberitahukannya.
Kepala desa melaporkan kejadian menghebohkan ini ke kantor polisi.
Serangkaian penyelidikan dilakukan oleh petugas untuk mengetahui identitas mayat perempuan dan siapa pelaku yang membunuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyidikan
Allahu akbar
Allahu akbar
Lafadz adzan sudah berkumandang.
Bahtiar pamit dari rumah Zulkarnain. Ia pergi ke masjid di tengah kampung untuk sholat dzuhur berjamaah.
Bahtiar sengaja melakukannya untuk bertemu dengan Pak Karso kepala desa Janjiwan.
Setelah selesai sholat dzuhur akhirnya momen itu datang.
Bahtiar menghampiri Pak Karso. Setelah saling bertegur sapa Pak Karso pun mempersilahkan Bahtiar untuk singgah ke rumahnya yang tidak jauh dari masjid.
Pak Karso sendiri usianya jauh lebih muda ketimbang Bahtiar. Selisihnya hampir sepuluh tahun.
Setibanya di rumah sang kepala desa, Bahtiar langsung diajak makan karena memang itu sudah waktunya. Bahtiar pun sudah tahu jika setiap habis dzuhur Pak Karso akan pulang untuk makan siang.
Bahtiar pun tidak menolaknya. Dengan senang hati ia menerima jamuan dari Pak Karso dan keluarga.
Di sela-sela makan siang itu setelah satu, dua, tiga pertanyaan tentang kabar masing-masing akhirnya Bahtiar bertanya kepada Pak Karso mengenai kasus penemuan mayat perempuan di kampung mereka yang beritanya menggegerkan kabupaten Tanah Tandus.
Dari perbincangan dengan pak lurah, Bahtiar mendapat informasi yang sama seperti yang sudah didapatkannya kecuali kesaksian Zulkarnain.
“Saya pamit dulu pak lurah”,
“Terimakasih atas jamuannya”, ucap Bahtiar.
“Sama-sama pak Bahtiar”,
“Besok kalau sudah tidak dinas sering-sering main ke sini”, kata Pak Karso.
*
Dari rumah Pak Karso, Bahtiar melanjutkan perjalanan investigasi terselubungnya ke rumah Pak Dayat.
Dialah ayah Rendy pemilik kandang kambing dimana sosok mayat Anita ditemukan pada hari senin pagi di waktu hujan lima hari yang lalu.
Kebetulan sekali saat sampai di rumah Pak Dayat, ada Rendy yang sedang main burung di halaman rumah.
“Rendy”, sapa Bahtiar.
“Pak Bahtiar, mau ke mana pak?”, tanya Rendy.
“Mau ke rumah mu”,
“Bapak ada?”, tanya Bahtiar.
“Ada di dalam, masuk saja pak”, jawab Rendy.
Bahtiar bertamu ke rumah Pak Dayat, ia berbasa-basi sebentar lalu meminta izin untuk pergi ke kandang kambing milik mereka. Satu-satunya kandang kambing di desa ini yang dibangun di area persawahan.
Itu karena ternak kambing mereka banyak. Kalau ditaruh di tengah-tengah pemukiman warga baunya pasti mengganggu ketentraman.
Bahtiar juga banyak bertanya kepada Rendy yang menjadi orang pertama yang menemukan mayat korban di samping kandang kambing miliknya.
Rendy menggunakan motor mengantarkan Bahtiar ke kandang kambing. Bahtiar ingin melihat TKP sekaligus dengan ruang dalam kandang kambing tersebut.
Sampai di kandang kambing.
“Di sini pak” tunjuk Rendy.
Rendy membuka pintu kandang kambing dan Bahtiar pun masuk ke dalam kandang kambing tersebut.
Ada lebih dari 20 an ekor kambing gemuk-gemuk. Baunya sangat mempesona indra penciuman. Untung Bahtiar tahan.
Bahtiar memperhatikan dengan seksama sekeliling bangunan kayu itu. Dari tiap pojok dinding hingga seluruh langit-langit.
“Malam itu tidak ada yang jaga di pos ronda ya?”, tanya Bahtiar mengkonfirmasi untuk kesekian kalinya.
“Tidak ada yang jaga pak”,
“Sudah dari lama kalau malam musim hujan dusun ini tidak ada yang ronda”, jelas Rendy.
“Apa kamu tidak khawatir kalau kambing-kambingmu dimaling?”, tanya Bahtiar.
“Biasanya kalau cuaca malam sedang terang, bapak yang suka periksa kandang”, jawab Rendy.
Rendy tahun depan akan naik kelas 3 SMU. Cita-citanya adalah ingin menjadi seorang polisi seperti Pak Bahtiar yang sedang berada di hadapannya.
Inilah kesempatan bagi Rendy untuk bertanya-tanya.
“Pak Bahtiar, kalau mau jadi polisi itu susah tidak ya?”, tanya Rendy.
“Kenapa? Mau jadi polisi?”, tanya Bahtiar.
“Iya pak, syaratnya apa saja ya?”, tanya Rendy lagi.
“Syaratnya harus pintar, nilai sekolahnya harus bagus”,
“Fisik juga harus sehat dan kuat”
“Sering-sering latihan kalau mau jadi polisi”,
“Sama harus berbakti sama kedua orangtua, biar doanya manjur”, jawab Bahtiar.
“Katanya bisa habis ratusan juta pak sekarang?”, tanya Rendy.
“Kata siapa?”, tanya Bahtiar balik.
“Tidak ada”, ucap Bahtiar.
“Kalau pakai cara seperti itu nanti rezekinya tidak berkah”,
“Dimana saja, praktek suap itu ujung-ujungnya hidup menjadi tidak tenang”, wejangan Bahtiar.
Selesai dari kandang kambing Bahtiar meminta Rendy untuk mengantarkannya ke pohon besar yang berada di ujung jalan persawahan.
“Kamu tunggu di sini, aku hanya sebentar”, pinta Bahtiar kepada Rendy setelah mereka sampai di jalan buntu persawahan.
“Siap”, kata Rendy.
Bahtiar kemudian berjalan melalui jalan setapak sawah untuk sampai di pohon besar yang terlihat jelas dari jalan utama.
Sampai di pohon besar itu ia mulai melakukan investigasi.
Tempat inilah yang dikatakan oleh kesaksian Jaka Rahmadi teman dekat Anita dan juga kesaksian Zulkarnain jika memang di hari minggu siang menjelang sore itu dua sejoli tersebut datang untuk berbagi nafsu kemaksiatan di tempat ini.
Sebelumnya tempat ini juga sudah di datangi oleh tim penyidik guna menemukan bukti pendukung misteri kematian Anita. Tapi tampaknya tim Arjuna tidak menemukan apa pun di sini.
Untuk itulah Bahtiar datang kemari. Untuk mencari fakta-fakta baru yang masih bersembunyi.
Setelah memeriksa dengan seksama pohon besar dan sekitarnya. Bahtiar berjalan ke arah sungai yang letaknya tidak jauh dari tempat itu.
Sekarang adalah musim penghujan. Meski sudah memasuki bulan-bulan akhir. Setiap malam hujan hampir selalu turun dengan curah yang deras.
Tanah dekat sungai menjadi basah dan gembur.
Mudah saja bagi Bahtiar untuk menuruni jalan setapak yang menurun menuju ke sungai. Tapi saat hendak naik Bahtiar sempat terpeleset dan terjatuh.
Untung tidak ada yang melihatnya. Jadi tidak perlu malu.
Tubuh gendut itu agak kesusahan untuk bangun berdiri. Bahtiar menggapai batu yang tertanam di lereng tanah untuk pijakan.
Tapi yang terjadi justru batu-batu itu terlepas dari lereng tanah.
Tapi justru di sinilah Bahtiar menemukan petunjuk baru.
Di tempat itu, kawasan yang masih dekat dengan pohon besar. Ia menemukan ular-ular berbisa yang bersarang di sana. Di balik bebatuan itu.
Ular weling. Ular jenis ini memang kerap tinggal di hutan, semak belukar, perkebunan dan lahan pertanian. Ular ini sering kali berkelana di dekat sumber air.
Bisa atau racunnya sangat mematikan. Bisanya mampu melumpuhkan jaringan saraf. Gejala terkena gigitannya adalah kesulitan bernafas. Berdasarkan catatan, tingkat kematian akibat gigitan ular weling pada manusia mencapai 60% sampai 70%.
Ciri khas utama ular weling adalah tubuh bagian atas nya berwarna belang-belang hitam dan putih hingga ke ekor. Kepala bagian atas hingga leher juga berwarna hitam. Sedangkan bagian bawah tubuhnya berwarna putih. Ekornya meruncing. Panjang tubuh weling bisa mencapai 155cm.
*
“Kenapa pak?”, tanya Rendy melihat celana Bahtiar kotor dengan tanah.
“Tadi sempat terpeleset”, jawab Bahtiar.
“Ayo kita pulang”,
“Antar aku ke rumah adik ku ya”, pinta Bahtiar.
“Siap”, kata Rendy.