DIBUANG ANAKNYA, DIKEJAR-KEJAR AYAHNYA?
Bella tak menyangka akan dikhianati kekasihnya yaitu Gabriel Costa tapi justru Louis Costa, ayah dari Gabriel yang seorang mafia malah menyukai Bella.
Apakah Bella bisa keluar dari gairah Louis yang jauh lebih tua darinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ria Mariana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Louis melangkah masuk ke gedung megah dengan tenang, diikuti Bella yang tampak gelisah. Lampu-lampu kristal menggantung di langit-langit memantulkan cahaya di atas kepala mereka. Ruangan itu penuh dengan orang-orang berpakaian mewah, para elit kota berkumpul dalam acara besar itu.
"Jangan jauh-jauh dariku," bisik Louis sambil menoleh sekilas ke arah Bella, nada suara seolah mengancam.
Bella hanya mengangguk pelan, tapi di dalam hatinya, dia tahu ini adalah kesempatan untuk kabur. Dia harus lepas dari Louis, kali ini atau tidak sama sekali. Matanya memindai ruangan untuk mencari celah.
Louis terus berjalan, berbicara dengan beberapa tamu penting. Bella melihat kerumunan orang-orang, tampaknya sibuk dengan obrolan masing-masing. Ia mengambil napas dalam-dalam, lalu melangkah mundur perlahan, semakin menjauh dari Louis.
Saat Louis asyik berbincang, Bella melihat peluang. Dengan cepat, dia menyelinap ke belakang kelompok tamu yang tengah tertawa. Ia berjalan cepat, lalu mulai berlari menuju pintu keluar tanpa menoleh lagi.
"Ini saatnya," bisik Bella.
Louis yang masih berbincang tampaknya menyadari sesuatu. Dia menoleh, dan melihat bahwa Bella sudah tidak ada di tempatnya.
"Alister," panggil Louis.
Asisten pribadinya yang berdiri tidak jauh, segera mendekat. "Iya, Tuan?"
"Bella kabur. Kerahkan pengawal. Tangkap dia sebelum keluar dari gedung," ucap Louis.
"Segera, Tuan," jawab Alister sigap, lalu segera mengeluarkan ponselnya untuk memberi perintah.
Louis tetap tenang. Di dalam hatinya, dia sudah menduga Bella akan mencoba kabur suatu saat. Ini hanyalah bagian dari permainan yang sudah dia siapkan sejak lama.
Sementara itu, Bella berhasil keluar dari pintu belakang gedung. Dia berlari sekuat tenaga, napasnya terengah-engah.
"Aku harus pergi jauh dari sini, jauh dari Louis," gumamnya panik.
Tapi di belakangnya, pengawal Louis sudah mulai menyebar, mengitari gedung, dan mengejarnya.
Beberapa saat kemudian.
Louis duduk dengan tenang di bangku yang sudah disiapkan untuknya. Di depannya, sebuah papan nama kecil bertuliskan namanya berkilau di bawah cahaya lampu gedung megah itu. Dia menatap ke depan, pikirannya tak terganggu meskipun banyak tamu mulai berbisik-bisik tentang acara besar ini.
Tak lama, pintu besar di sudut ruangan terbuka. Bella masuk dengan wajah cemberut, langkah kakinya berat, diikuti Alister yang berada tepat di belakangnya. Gadis itu tampak kesal, dan tidak berusaha menyembunyikannya. Alister hanya menundukkan kepala dengan sopan, lalu meninggalkan mereka berdua di meja.
Bella duduk di sebelah Louis, tanpa sepatah kata pun. Dia menghela napas panjang, matanya menerawang jauh, menghindari tatapan Louis yang dingin.
"Masih belum bisa menerima ini, ya?" ucap Louis.
"Kamu tahu jawabannya, Aku tidak pernah memilih ini," jawab Bella.
Louis hanya mengangguk, matanya kembali mengarah ke depan, tidak berniat memperpanjang pembicaraan. Dia paham sikap Bella, tapi baginya ini semua hanyalah proses yang harus dilalui. Dia tidak terburu-buru. Bella akan menerimanya, cepat atau lambat.
"Suka atau tidak, takdirmu sudah ditentukan," kata Louis datar.
"Aku tak pernah meminta menjadi takdirmu, Louis."
"Tapi kamu sudah menjadi milikku sekarang dan aku tidak akan membiarkanmu pergi."
"Hemmm," jawab Bella singkat.
Acara pun dimulai, dan suara pembicara memenuhi ruangan. Semua tamu tampak antusias, kecuali Bella. Dia hanya duduk diam, tanpa ekspresi, menatap ke depan dengan tatapan kosong. Sementara itu, Louis fokus mendengarkan pembicara di atas panggung, tidak sedikit pun terganggu oleh sikap Bella.
Bella merasa semakin tertekan dengan suasana formal ini. Ia menggeliat sedikit di kursinya, tiba-tiba merasakan dorongan untuk buang air kecil. Ini mungkin kesempatan untuk menghirup udara segar sejenak, pikirnya.
"Aku mau ke toilet," bisik Bella tanpa menoleh ke arah Louis.
"Aku antar."
Bella langsung mendesah pelan, merasa kesal dengan perhatian berlebihan Louis.
"Aku bisa sendiri. Ini cuma ke toilet."
"Tidak masalah, aku akan menunggu di luar," balas Louis lalu berdiri dari kursinya.
Dengan sangat terpaksa, Bella mengikuti langkah Louis yang berjalan di sampingnya. Tatapan orang-orang di ruangan itu tak terhindarkan, membuat Bella merasa semakin tidak nyaman. Louis tetap tenang, seperti biasa, berjalan dengan anggun di tengah kerumunan tanpa memedulikan apapun selain mengantar Bella ke toilet.
Sesampainya di depan pintu toilet, Bella menghentikan langkah dan menatap Louis dengan tajam.
"Serius? Kamu benar-benar mau menunggu di sini?" tanya Bella.
"Aku sudah bilang, aku akan menunggu," jawab Bella.
Bella menghela napas keras, merasa seperti diawasi ketat oleh seorang penjaga. "Kamu benar-benar..."
"Tidak usah lama-lama," Louis memotong.
Tanpa berkata lagi, Bella masuk ke dalam toilet dengan langkah berat. Pintu tertutup di belakangnya, sementara Louis bersandar di dinding luar dengan sikap santai. Dia melipat tangannya di depan dada, seperti seseorang yang sudah terbiasa mengendalikan segalanya termasuk Bella.
Di dalam toilet, Bella menatap cermin dan mendesah.
"Astaga, aku benar-benar tidak bisa kabur dari Louis, bahkan untuk hal kecil seperti ini," gumamnya kesal.
Tak berselang lama Bella sudah keluar dari kamar mandi.
"Kita pulang saja," ucap Louis.
"Pulang? Bukannya acara ini penting buatmu?" tanya Bella.
"Alister sudah mewakili. Tidak ada hal menarik lagi di sini," jawab Louis.
Tanpa menunggu persetujuan, Louis mulai berjalan keluar, dan Bella, meski sedikit bingung, akhirnya mengikuti.
Setelah keluar dari gedung, Louis langsung menuju mobilnya.
"Aku akan menyetir," katanya sambil membuka pintu untuk Bella.
Bella hanya mengangkat bahu dan masuk ke mobil tanpa banyak bicara. Mereka melaju di jalanan malam yang masih ramai, dan Bella pun memutuskan untuk memecah keheningan.
"Kita langsung pulang, kan?" tanya Bella.
"Tidak. Aku pikir kamu butuh sesuatu. Kita ke mall."
"Mall? Untuk apa?"
"Kamu butuh pakaian, tas, sepatu, apa pun yang kau perlukan," jawab Louis.
"Jadi kamu mau membelikan aku barang-barang?"
"Ya," jawab Louis singkat.
Bella menatap Louis dengan senyum licik. "Kamu yakin? Jangan menyesal. Kalau kita ke mall, aku akan minta barang-barang yang paling mahal."
"Tidak masalah."
Bella terdiam sejenak, bingung dengan tanggapan Louis. "Kamu serius? Apa pun yang aku mau?"
Louis mengangguk. "Apa pun."
Senyum Bella semakin lebar. "Baiklah. Jangan salahkan aku kalau kau bangkrut malam ini."
Louis hanya tersenyum tipis dan tidak menanggapi. Mobil akhirnya berhenti di depan pusat perbelanjaan mewah. Louis keluar, membuka pintu untuk Bella, lalu berjalan masuk bersamanya.
Di dalam mal, Bella langsung menuju salah satu butik mewah, tanpa ragu.
"Aku mau yang ini," katanya sambil menunjuk sebuah gaun mahal di etalase.
Louis hanya mengangguk. "Ambil saja."
Mereka berpindah ke toko lain.
"Tas ini, sepatu itu," kata Bella sambil menunjuk barang-barang dengan harga selangit.
"Kamu tidak khawatir?" tanya Bella sambil melirik Louis yang tetap tenang.
"Tidak. Lanjutkan saja."
Bella tertawa kecil. "Kau benar-benar aneh, Louis. Orang normal pasti sudah panik."
"Tapi aku bukan orang normal," jawab Louis.
"Apa kamu benar-benar tidak peduli seberapa banyak yang aku habiskan?" tanya Bella.
"Selama itu membuatmu bahagia, akan aku lakukan," jawab Louis.
Bella tersenyum kecil, tapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa segala kemewahan ini bukanlah jawaban. Namun, jika ini satu-satunya cara Louis menunjukkan perasaannya, dia tidak akan menolaknya. Untuk hari ini, setidaknya, dia akan menikmati permainan ini.
"Baiklah, kalau begitu, kita lanjutkan belanjanya," ujar Bella, sambil berjalan lagi ke arah toko berikutnya.
"Kamu juga butuh ini," ucap Louis melirik sebuah gaun tidur yang seksi berwarna merah terang.
"Apa maksudmu? Aku tidak suka pakai pakaian seperti itu!" kata Bella.
"Kamu hanya perlu memakainya di depanku saja terutama saat di kamar," jawab Louis.