NovelToon NovelToon
Pesugihan Siluman Pocong

Pesugihan Siluman Pocong

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Deri saepul

Warga kampung Cisuren digemparkan oleh kemunculan setan pocong, yang mulai berkeliaran mengganggu ketenangan Warga, bahkan yang menjadi semakin meresahkan, banyak laporan warga menyebutkan kalau Dengan hadirnya setan pocong banyak orang yang kehilangan uang. Sampai akhirnya warga pun berinisiatif untuk menyelidikinya, sampai akhirnya mereka pun menemukan hal yang sangat mengejutkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deri saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berburu

Pov Sukarmin

Semakin lama obrolan pun semakin ngelantur, sampai akhirnya tiba dalam pembicaraan masalah kehidupan sehari-hari, yang selalu memiliki kisah untuk dibahas.

"Ngomong-ngomong masalah kehidupan, hari ini akang lagi sedih, Soalnya ada masalah yang sedang menimpa." ujar Kang Jaya mulai membuka pembicaraan yang lebih serius.

"Masalah apa kang?" Tanyaku yang berjalan di belakangnya.

"Begini sukarmin, seperti yang kamu ketahui Akang meskipun sudah tua, namun akang memiliki anak yang masih kecil, kemarin gurunya menagih uang untuk biaya samenan  punya tabungan sedikit malah terpakai untuk kebutuhan sehari-hari. Siapa tahu saja kamu bisa menolong meminjamkan uang, tidak banyak Paling Rp200.000?" ujar Jaya menjelaskan kesusahannya.

"Bukannya tidak mau menolong Kang kehidupanku tidak jauh berbeda dengan kehidupan Akang, yang berada dalam kesusahan. tidak punya uang sepeserpun, bahkan tadi malam Aku juga merasa bersedih ketika dimintai uang oleh si Dudung untuk ongkos menonton pasar malam. Aku hanya bisa memberi uang Rp10.000 padahal uang sebesar itu tidak mampu untuk membeli apa-apa."

"Terus bagaimana tanggapannya ketika dikasih uang Rp10.000?"

"Agak sedikit ngambek, cuman aku yakin dia sadar dengan keadaan orang tuanya yang kesusahan."

"Akang percaya Si Dudung meski anaknya agak nakal, tapi dia sangat baik selalu membantu pekerjaan orang tua, tidak seperti anak-anak yang lain yang dihabiskan untuk bermain."

"Makanya aku bersedih kang, dan mohon maaf tidak bisa membantu." jawabku dengan menghela nafas dalam.

"Tidak apa-apa, kalau tidak punya namanya juga berusaha tidak mengharuskan untuk berhasil."

"Kehidupan sekarang sedang sulit pekerjaan di sawah sudah tidak tersedia, karena sawahnya sudah selesai diberikan pupuk. begitu juga di kebun yang sudah ditanami semua, sehingga menyulitkan kita orang miskin untuk mencari kehidupan."

"Tidak salah, kehidupan seorang petani hanya mengandalkan pertanian. tapi apakah kamu memiliki solusi, Siapa kira-kira orang baik yang mau meminjamkan uang?" ujar Jaya yang terus-menerus membicarakan uang, Mungkin dia benar-benar sedang membutuhkan.

"Sebenarnya di kampung kita banyak orang yang mau meminjamkan uang, namun masalahnya siapa orang yang memiliki uang dalam keadaan seperti sekarang? panen belum tiba, sedangkan tabungan sudah dihabiskan untuk modal pertanian walaupun mau menolong, tapi kalau tidak ada uangnya, apa yang akan diberikan? kecuali minjam kepada......," ujarku menghentikan pembicaraan.

"Maksud kamu minjam kepada juragan Badru Tamam?" Timpal Jaya melanjutkan.

"Nah ke orang itu, pasti dia banyak uangnya. mobilnya aja punya dua."

"Agak risih kalau meminjam uang dengan orang seperti Badru Taman, takut ditagih, takut dihina, takut sakit hati, ditambah dengan bunganya yang sangat besar, bukannya menolong malah membunuh orang-orang miskin seperti kita."

"Kalau minjamnya sedikit mungkin tidak apa-apa, dan bunganya juga pasti kecil."

"Besar kecil tidak jadi ukuran. karena sudah jadi masalah itu sama saja tidak enak Karena jarang orang Tertusuk Duri kerbau, keseringan orang itu tertusuk oleh duri ikan asin peda."

"Iya benar, mendingan kita menjauh dari orang-orang pelit meski kekayaannya sangat banyak. namun kalau tidak bisa menolong kita untuk apa? padahal adanya orang kaya itu untuk membantu orang-orang miskin." Tnggapku yang menyayangkan Badru Tamam yang tidak bisa memanfaatkan kekayaannya dengan berbuat baik.

"Bukannya kamu pernah bersahabat?"

"Bersahabat dengan siapa?" Tanyaku sambil mengerutkan dahi.

"Dengan juragan Badru."

"Oh itu, Aku tidak bersahabat dengannya. namun aku menjadi pembantunya. Dulu ketika bapak masih hidup pernah menjadi pembantu juragan Andra, Bapaknya juragan Badru. aku sering bermain ke rumahnya untuk membantu pekerjaan bapak dengan mengasuh anak-anak juragan Andra yang lainnya, sehingga aku sering bertemu dengan juragan Badru. dia sering menyuruh layaknya seorang atasan dengan bawahan, sehingga kami pun terlihat akrab, mungkin waktu itu kami masih sama-sama anak kecil."

"Terusnya bagaimana?"

"Iya akhirnya kita terlihat seperti seorang sahabat, namun semakin ke sini. Apalagi setelah dia menikah dengan juragan Ranti kehidupannya berubah drastis. dia semakin meninggi dan semakin sombong dengan kekayaan yang dimilikinya, Sampai akhirnya dia pun lupa bahwa dia pernah hidup bersama denganku. Padahal sebelum dia menikah dengan juragan Ranti, akulah yang menjadi orang suruhannya untuk menyampaikan surat, bahkan menemani dia apel." jawabku membuka kembali lembaran cerita hidup yang sudah lama tertunda, yang sudah tertutup oleh cerita-cerita yang baru yang dipenuhi kesedihan.

"Apa kamu sekarang pernah meminta tolong terhadapnya?"

"Sudah Kang, namun jawabannya sangat menyakitkan. Aku dulu pernah meminjam padi ketika musim kemarau panjang."

"Kemarau yang terjadi 2 tahun yang lalu bukan?"

"Iya mungkin semuanya merasakan kesusahan mendapatkan makanan pokok itu."

"Terus bagaimana, Kok kamu bisa sakit hati?" tanya Jaya seperti ingin mengetahui seluk beluk tentang orang terkaya di kampungku.

"Iya aku mendapatkan rasa sakit. memang padi diberikan pinjaman, namun cara menagihnya sangat membuat Kepala terasa pening, dia menagih hampir setiap pagi dengan kata-kata yang tidak mengenakan hati. Kalau waktu bisa diulang mungkin aku tidak akan meminjam padi terhadapnya."

"Berarti selain Pelit dia juga sangat menjengkelkan?"

"Begitulah, Tapi kenapa kita malah mengobrolkan orang lain. sudah ah jangan keterusan nanti telinganya panas." ujarku menghentikan pembicaraan.

Berjalan sambil ditemani dengan obrolan-obrolan ringan membuat perjalanan itu tidak terasa, sampai akhirnya kita pun tiba di tepian hutan membuat Jaya berhenti sambil memindai keadaan sekitar, begitu juga denganku yang berdiri menatap ke arah lembah yang sangat rimbun oleh pepohonan Pakis, yang sangat disenangi oleh babi hutan untuk membuat sarang.

Kedua anjing yang sejak dari tadi selalu setia menemani terlihat mundar-mandir, hidungnya mengangkat ke atas, seperti mencium sesuatu mulai menunjukkan kepiawaiannya dalam mengendus buruan.

"Nah di lembah itu kemarin aku meninggalkan Kijang buruan. sekarang kita datangi aja, pasti Kijang itu masih ada di sana." ujar Jaya sambil mulai kembali melangkahkan kaki.

"Bagaimana kalau Kijangnya sudah tidak ada?"

"kita cari Kijang yang lain, karena di hutan kita masih banyak hewan-hewan yang biasa diburu, bahkan hewan buas pun masih ada."

"Semoga saja kita bisa mendapatkan Kijang, lumayan dagingnya bisa kita jual untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari."

"Iya semoga aja begitu."

Aku dan Jaya melanjutkan perjalanan Kembali menuju ke arah lembah yang tidak terlalu jauh dari tempat kami beristirahat, jalan yang dilalui mulai terasa sangat terjal terhalang oleh pepohonan kecil yang sangat rimbun, daun-daun dan Liana yang tumbuh subur di pohon-pohon yang menjulang tinggi.

Burung terdengar berkicau dengan riang gembira, dari arah jauh terdengar suara burung perkutut di sauti dengan suara lutung dan monyet yang sedang bertengkar. sesekali terdengar suara bergemuruh ketika monyet itu pindah dari pohon satu ke pohon yang lain.

Sambil berjalan mataku terus bergerak-gerak, siapa tahu saja ada jamur atau kayu kering yang bisa dibawa ke rumah. Namun keadaan yang sangat rimbun sangat sulit untuk menemukan tumbuhan yang lainnya, hanya ada rumput dan pohon-pohon yang besar.

Gooooooogg! gog! gog.....!

Ketika sampai ke tempat yang agak datar, tiba-tiba anjing pun menggonggong kemudian berlari menjauh mungkin mencium hewan yang akan dijadikan buruan

"Anjing kita mengejar apa sukarmin?"

"Paling juga mengejar babi hutan Kang, Ayo kejar!"

"Buat apa mengejar babi hutan harganya sangat murah dan sangat susah ditangkap, mendingan kita panggil saja anjing kita supaya kembali lagi."

"Emangnya memanggil anjing seperti memanggil manusia, yang bisa kembali hanya dengan disebut namanya. Ayo kita ikuti!"

Ujarku sambil loncat kemudian berlari mengikuti suara anjing yang terus menggonggong, Aku berlari dengan sangat mudah karena sudah terbiasa berlari di tengah hutan belantara.

1
Sri Ningsih
ceritanya jdi ngalor ngidul😒
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!