Ini adalah kisah nyata yang terjadi pada beberapa narasumber yang pernah cerita maupun yang aku alami sendiri.
cerita ini aku rangkum dan aku kasih bumbu sehingga menjadi sebuah cerita horor komedi.
tempat dimana riyono tinggal, bisa di cari di google map.
selamat membaca.
kritik dan saran di tunggu ya gaes. 🙂🙂
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cerita Horor Di Perkemahan
1
“Suatu hari,” Udin memulai ceritanya. “karena bapakku capek seharian menarik dokar, saat pulang bapak memintaku ‘idek-ikek’ punggungnya. (Menginjak-injak) salah satu terapi khas Jawa kuno, semacam pijat tapi menggunakan kaki.
‘Din, idek-idek in bapak.’ saat tau aku berada di rumah.
‘Wani piro? (Berani berapa?- maksudnya setelah melakukan hal yang disuruh tadi yang menyuruh berani kasih ongkos berapa.-‘
‘Sak pinta mu wes.’ Jawab bapak sehingga membakar semangatku.
Saat itu pun aku langsung melaksanakan perintah bapak tanpa banyak cing-cong lagi. Nah, barusan saja mulai idek-idek bapak, rasanya kakiku sangat geli sekali. Aku pun berlarian naik turun punggung bapak.
‘Haduh, disuruh idek-idek malah lari-lari. Yang benar donk kalau disuruh.’ Protes bapakku.
Ternyata yang menggelitik kakiku itu tuyul-tuyul, wujudnya mirip anak kecil, tapi tubuhnya sangat kecil-kecil, seukuran genggaman orang dewasa. Beberapa dia antaranya mempunyai mulut horizontal, mata satu, dan ada pula yang memiliki dua mulut. Tubuh mereka transparan.
‘Ini pak, anak-anak ini lho lagi menggelitik i kakiku.’ Jawabku.
‘Anak-anak siapa?’ jawab bapak lagi. ‘Jangan bercanda, kalau di suruh itu lakukan yang benar.’
Setelah itu, karena tuyul-tuyul itu masih saja terus menggelitik, aku pun kabur ke kamar dan tidur. Besoknya aku di marahin habis-habisan sama bapak.”
“Cuma begitu doank?” Protes Erni ke Udin. “Kalau cerita itu yang seru donk, seperti Riyon saat bercerita.”
“Bener nih,” Jawab Angga.
“Iya-iya. Di cerita selanjutnya tak bikin seperti cerita-cerita Riyono, awas kalau kalian ga mendengarkan.” Dan Udin pun langsung melanjutkan ke kisah selanjutnya.
“Suatu hari setelah pulang sekolah, saat itu suasana panas sekali. Aku pergi ke sungai Lanang, disana sepi hanya ada beberapa orang yang ada dia sana. Walaupun sendirian, yah karena gerah karena suasana sangat panas aku lantas mandi sendirian.
Saat berenang di bawah tanggul, aku lihat sekilas di atas ada seseorang perempuan. Dia seumuran kita, tapi penampilannya aneh. Rambutnya bewarna kuning keemasan, dia Cuma terlihat sekilas jadi aku cuma menganggap itu halusinasi saja, jadi aku pun lanjut berenang.
Ga lama setelah itu saat aku masih di dalam sungai, tiba-tiba saja ada yang menarik kakiku. Dia menyeret ku kedalam sungai, sehingga aku hampir tenggelam. Ternyata, yang menarik kakiku itu anak perempuan tadi.”
DI sini, cerita udin berhenti sesaat karena dia mengambil singkong untuk di bakar. Aku jadi teringat tentang Elly di dalam mimpiku. Ciri-ciri mereka sama persis Aku pun jadi sedikit merinding. Dan beruntungnya yang di alami oleh Udin, hanya aku alami dalam mimpi. Elly, Elly teman imajinasinya Erni, adikku. Apakah dia beneran ada atau hanya halusinasi Udin dan juga hanya mimpiku saja. Pikiranku berkecamuk.
2
Setelah udin mengambil singkong, dia pun melanjutkan ceritanya.
“Setelah itu, aku pulang. Yah mungkin karena habis panas-panasan terus langsung mandi, aku masuk angin.
Sesampainya di rumah , aku langsung rebahan di kamar. Dan aku yakin seyakin-yakinnya aku tidak tertidur. Aku rebahan saja, saat aku melihat ke atap rumahku, karena rumahku tidak ada plafonan nya jadi yang terlihat itu usuk yang di pakai menata genting.
Lambat laun, jejeran usuk itu berubah bentuk, mula mula seperti orang berbaris, tapi lama-kelamaan berubah menjadi menyeramkan.”
“Menyeramkan gimana?” Tanya Angga.
“Awalnya kan cuma bentuk orang biasa, lama kelamaan berubah menjadi setan. Ada yang mukanya hancur, ada yang tidak punya kepala, ada pula sosok pocong.” Jawab Udin. “Karena takut, aku berteriak memanggil emakku. Aku cerita ke dia apa yang ku alami barusan. Katanya aku Cuma mimpi, tapi aku yakin 100% deh kalau aku tidak tertidur saat itu.” Dan Udin diam cukup lama, seolah-olah mengingat sesuatu.
“Terus masi ada kelanjutannya?” Tanya ku.
“Kayaknya itu dulu, masih ada yang mengganjal. Aku coba ingat-ingat dulu.”
“Kalau aku.” Angga mulai bercerita. “Aku pernah juga mengalami sesuatu ang tidak masuk akal.
Di belakang rumahku ada sumur tua, kapan-kapan kalian lihat sendiri deh. Karena rumahku punya kamar mandi terpisah dari ruang utama, aku kalau mau pipis atau mandi mesti keluar rumah dulu. Jarak antara kamar mandi sama ruang utama sekitaran sepuluh meter. Saat keluar menuju kesana, yang terlihat itu sumurnya dulu.
Dua minggu kemarin kan pas malam hari ada hujan cukup lebat. Aku kebelet pipis, karena hujan aku berencana pipis di belakang rumah, ga pergi ke kamar mandi. Pas aku buka pintu belakang yang menuju kamar mandi, didekat sumur ada sosok tinggi besar, berbulu hitam pekat. Matanya berwarna merah, juga ada gigi taring dari atas ke bawah dan sebaliknya. Taringnya besar banget lho. Karena ketakutan setengah mati, aku jadi pipis di celana.”
Mendengar itu, kita langsung tertawa terbahak-bahak.
“Cuma gitu aja?” Giliran aku yang memprotes. “Masa ga ada yang lain?”
“Ya yang ada Cuma itu sih, mau gimana lagi?”
“Wah ga seru kamu Ngga. Tadi aku cerita dikit, kamu nya protes. Giliran kamu yang cerita, eh ceritanya Cuma sak crit.” Udin juga protes.
“Yee, mau gimana lagi. Aku kan bukan Riyono, jadi jangan protes donk. Kalau kamu Ef.?” Angga mengalihkan pembicaraan.
“Eh, anu.. gini.” Dan Efi pun bercerita sama persis dengan cerita yang dia ceritakan dulu. “Tapi ada lagi lho.” Kata dia melanjutkan. “Saat selesai mandi, aku kan dandan menghadap cermin. Kadang-kadang, pas aku tidak melihat langsung ke arah cermin, bayanganku yang terpantul kadang-kadang terasa aneh.”
“Terasa aneh gimana.?” Tanya Udin.
“Iya, gini. Ada kalanya saat aku melihat ke arah bawah atau samping, aku merasa bayanganku itu tetap mengarah ke aku, seperti memperhatikan gitu. Pernah juga saat-saat aku dan keluarga sedang nongkrong di teras, emakku suka sering melihat ke arah Pohon ringin kembar di kelurahan. Suatu waktu, karena penasaran, aku menoleh ke arah yang di lihat emak. Bayangkan deh apa yang ku lihat?” Dari sini Efi diam untuk mendengar jawaban kami.
“Kemamang?” Jawab Angga.
“Sapi penasaran?” Jawab Udin.
“Bukan, kalian salah semua. Kalo kamu Yon? Jawaban kamu apa?” Efi menoleh ke arahku.
Awalnya aku mau menjawab yang dia lihat itu apa, Efa. Kakak perempuan Efi. Tapi karena aku sudah berjanji pada ibuku untuk tidak bercerita hal itu pada siapapun. Aku pun menjawab tidak tahu.
Mendengar jawabanku, Efi langsung melanjutkan ceritanya.
“Yang aku lihat itu sosok perempuan berbaju putih bernoda lumpur, dan yang lebih mengagetkanku, perempuan itu, itu adalah aku sendiri!”
Aku langsung menelan ludah, niat hati mau cerita tapi aku masih bisa menahannya. Tapi, suatu hari, janji tinggal janji......
“Serius Ef?” Kata Udin dengan nada tidak percaya.
“Serius aku.”
“Kamu yang satunya lagi itu, dia sedang apa?” Tanyaku.
“Dia Cuma berdiri menatap keluargaku, lama banget. Aku mau tanya ke bapak atau emak, aku ga berani.”
“Kenapa?”
“Yah, karena sorot matanya itu mengerikan. Seolah-olah berbicara dan mengancam ‘awas kau, awas kau’ gitu. Aku ga mau cerita, takut di bilang anak aneh.”
Kami diam cukup lama. Malam semakin gelap, angin bertiup kencang, kabut mulai turun, hawa pun semakin dingin.
Saat kami merasa ngeri sendiri-sendiri, Bogel yang sedari tadi duduk di bawah pohon, dan karena jarak cukup jauh dari kami. Kami lupa sama sekali sama dia. Tiba-tiba dia berbicara cukup kencang sehingga mengagetkan kami.
“Aku juga pernah.”
“Waaaaah!!!” Teriak kami barengan.
“Eh, kampret. Ngapain kau duduk disana. Mana pas lagi tegang-tegangnya kamu bicara, bikin kaget aja. Sini donk ngumpul.” Kata ku.
“Oh, sekarang kalian jadi ingat aku ya?” Mendengar itu kami jadi salah tingkah.
“Eh, anu, bukan gitu Gel.” Jawabku.
“Ah sudahlah, aku memang teman yang gak di anggap kok. Aku sudah terbiasa, dari dulu juga begitu. Ya, kan? ya kan? Ya kan?”
“Hahahaha. Sudah lah, sini ngumpul. Ceritakan kisahmu juga.” Aku bicara cukup canggung. Ini anak emang hawa kehadirannya memang tidak terasa sama sekali.
“Iya Gel, sini gabung sini.” Kata Efi. “Aku penasaran sama cerita mu.”
Bogel akhirnya bergabung dengan kami.
silahkan komen, dan share. tengkyu ferimat. 😁😁