NovelToon NovelToon
Between Blood, Sin, And Sacrifice

Between Blood, Sin, And Sacrifice

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Reinkarnasi / Balas Dendam / Time Travel / Dunia Lain
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Carolline Fenita

*Dijamin TAMAT karena isi cerita telah dibuat dan hanya dikirimkan secara berkala

Mengira bahwa Evan–suaminya hendak membunuhnya, Rose memilih menyerang pria tersebut. Tanpa tahu bahwa Evan berupaya melindungi Rose biarpun tahu bahwa dirinya akan meninggal di tangan istrinya sendiri.

Penyesalan selalu datang belakangan, namun hadir kesempatan untuk memperbaiki garis nasib yang mengikatnya dalam bayangan cinta dan dendam. Rose kembali mengulangi kehidupannya, satu demi satu disadarkan dengan bunga tidur misterius.

Mempraktekkan intrik dan ancaman, menemukan pesona sihir untuk memutus tali asmara yang kusut antara Rose dan Evan yang menjadi suaminya di kehidupan lama dan sekarang. Apakah ia akan berhasil membalik takbir yang telah ditentukan oleh Dewa, atau malah gagal melakukannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Carolline Fenita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 10 - Eve's Treatment

Dupa memenuhi kamar. Di kasur tergeletak seseorang yang bertubuh ringkih. Matanya cekung, menandakan bahwa ia kekurangan nutrisi. Sayatan terlihat di wajah polosnya diikuti oleh lebam yang mulai tersamarkan. Sembilan hari lamanya ia terlelap, gadis itu telah dipindahkan kembali di ruangannya.

Perlahan, bulu matanya bergetar. Hawa hangat tubuh menguar, berangsur menyebar. Jari kelingking yang sebatas diselimuti kulit tipis–menonjolkan bentuk tulang itu melakukan pergerakan kecil. Suara lemah datang dari ranjang reot itu

"A-ir.."

Rose yang sedang meracik bubuk obat dan baru saja mengoleskan salep ke wajah pelayannya tidak bereaksi untuk beberapa saat. Saat menyadari siapa yang berbicara, ia langsung berlari kecil dari tempat awalnya. Eve membuka matanya dan menggerakkan tubuhnya untuk duduk.

"Hati-hati, jangan langsung bergerak," pesan Rose yang sedang menuangkan air ke cangkir.

Kakinya berlutut, mengulurkan secangkir air putih ke Eve. Dia mengandalkan makanan dan suplemen berupa bubuk obat sehingga perawakannya yang sudah kurus menjadi lemah dan rapuh.

Ketika Eve menyesap air putih, Rose menoleh dan berjalan keluar, "Pelayan! Panggil tabib. Evelyn baru bangun!"

Semua pelayan yang sedang bertugas di sekitar berbondong-bondong memanggil tabib di tungku pembakaran, beberapanya memilih masuk ke dalam kamar dan berjaga bersama Rose.

Setelah satu putaran pemeriksaan, tabib itu memastikan bahwa Eve telah melewati masa kritisnya. Selama ia merawat tubuhnya ke depannya, tidak akan ada masalah berarti. Sejumlah tabib di kediaman Zen bekerja sama meresepkan obat baru untuknya. Ketika Eve meminum racikan Rose, orang dapur juga menyiapkan sup ginseng agar fisiknya pulih dan hangat.

Rosella mengamati wajahnya yang berangsur pulih, ingin menangis dan tertawa bersamaan. Ketika semua pelayan dan tabib meninggalkan kamar Eve, gadis itu memeluk Eve dengan erat. Seolah takut pelayannya akan menghilang dari bumi.

Evelyn setengah berbaring di tempat tidur, tangannya terulur menghapus air mata milik majikannya dan menyentuh kepalanya, "Maaf aku membuat kalian semua khawatir dan merepotkan banyak." Rose menggelengkan kepalanya kuat kuat dan air matanya mengalir lebih deras.

"Akulah yang paling bersalah, harusnya tidak memaksamu bermain di luar. Wajahmu berbekas seperti ini-" Rose mengelap ingusnya di gaun ungunya sendiri. Eve menahan rasa asam di hidungnya, "Hanya wajah, apa yang begitu penting dari keselamatan sendiri," tawanya berderai kecil.

Majikannya mencoba mengatakan sesuatu, namun ia tidak dapat mengatakan apapun. Pintu terbuka lebar, menampilkan Duke Cornwall dan Countess Brenda.

"Tuhanku memberkati!!" Mata Countess Brenda memerah, menghentikan jarinya yang tremor. Wanita yang masih memiliki wajah cantik di usia tuanya mendongak dan suaranya terdengar putus asa, "Eve, Rose, ibu bersalah berat pada kalian."

Duk..!!!

Ketiga anak muda itu membelalakkan matanya hingga hampir keluar, Countess Brenda bersimpuh dan senyuman menyesal di bibirnya. Evelyn pertama bangkit dan memapah wanita yang mengangkat dirinya sebagai pelayan bertahun lalu lamanya.

Rose memegang tangan yang menampakkan pembuluh tipis dan kapalan itu, seolah memberikan kehangatan dan kekuatan. Duke Cornwall berdiri diam, matanya memancarkan pandangan rumit, kepalanya terkulai.

"Setiap orang pernah melakukan kesalahan, namun ibu hebat. Itu bukan sepenuhnya salahmu Bu," tutur Rose dan mengelus tangan ibu tirinya dengan tulus.

Eve menggerakkan kepalanya ke atas dan bawah, "Benar, Nyonya. Aku akan melakukan hal yang sama jika berada di posisimu. Malahan aku berhutang budi pada kalian semua."

Countess Brenda menjadi tenang, kemudian ia melihat teliti kedua gadis yang beranjak dewasa itu. Duke Cornwall yang hanya diam dengan nada lembut berkata, "Semua sudah berlalu, tidak ada gunanya disesali. Sekarang lebih baik memandang ke depan, lupakan masa lalu."

Kalimat penguatan dari ketiga remaja itu mengobati luka hati Countess Brenda. Ia pun berdeham pelan dan bibirnya ditarik ke atas. Kecelakaan ini secara tidak langsung mengeratkan hubungan yang sempat putus.

Bekas tiga sayatan milik gadis itu tidak terlalu diperhatikan. Berkebalikan dengan Countess Brenda. Melihat pelayan ini bangun dan harus beraktivitas dengan wajah begitu, nadanya meredup. "Wajah ini.. apa sayatannya bisa menghilang?" gagapnya.

"Beberapa tabib menyimpulkan sayatan itu terlalu dalam, jadi kemungkinan berbekas. Tapi coba kita bertanya ke tuan muda sulung Moonstone, aku melihat pengetahuan medisnya jauh lebih banyak dibanding tabib ahli kita sendiri," usul Rose penuh gelora.

Andromeda hendak mengajukan dirinya untuk menemui Marquess Drevan dan Marquess Andrient sebelum dipotong oleh Rosella. Gadis itu atas persetujuan ibunya dan pengawasan ketat segera pergi keluar menuju kediaman Moonstone.

"Jika kau datang ke sana, takutnya kakak ini malah membuat wajah Marquess Andrient lebih buruk dari seekor babi." Duke Cornwall tertawa kencang, sedangkan Eve kebingungan, "Memangnya ada apa? muka Marquess Andrient diapakan?"

Pada akhirnya, Rose meminta ibu dan kakak tirinya mengutarakan apa yang terjadi kemarin. Otomatis Duke Cornwall pun salah tingkah ketika menyadari bahwa ucapan Marquess Andrient benar adanya.

*****

Gadis lincah itu sudah mampir di kediaman Moonstone dengan tergesa-gesa. Sialnya, sanggul Rose terlepas. Gadis itu mendesah keras dan mengambil batang kayu yang menjadi poros sanggul, menggigit dengan mulut.

'Nanti saja sanggul rambutnya, ribet.'

Netranya menganalisis penjaga di depan kediaman Moonstone, ketika ia berupaya merogoh sakunya. Rose baru sadar, lencana pengenalnya ketinggalan di rumah.

"Waduh, gimana cara masuknya ya...." Matanya melirik ke dinding tinggi di sebelahnya, dan seringai licik muncul di wajahnya.

Gadis itu meloncat dari dinding tinggi belakang rumah, semak semak membantunya untuk memanjat tembok tersebut. Rose terpana melihat pohon dan hiasan origami di tiap rantingnya.

Whush..!!!!

Lonceng dan origami bertubrukan, menciptakan suara bising yang kecil.

Selama ini tidak terpikirkan bahwa pohon tua dengan ranting keropos bisa digantungkan origami warna warni. Rose mencatat dalam diam, berniat merubah tamannya seperti yang ia lihat barusan.

Sayangnya, sebuah besi dingin menempel di lehernya. Tanpa ia sadari seseorang sudah memperhatikan gerak gerik mencurigakannya dari tadi.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Suara berat itu membuat detak jantung Rose berdetak kencang. Berbalik, dengan batang kayu yang ia gigit. Pria itu merapat, jemari lentiknya dengan lentur merebut batang kayu di bibirnya dan dilempar asal. Rambut Rose berkibar, menerpa lengan milik Marquess Drevan.

Rose tertawa kaku, "Aku lupa membawa cap kediaman Zen, omong-omong Eve sudah bangun."

"Lalu?"

"Apakah kau tahu obat yang bagus untuk mengobati sabetan di mukanya? Hanya tiga goresan kok," lanjut Rose dengan persuasif, agar lelaki di hadapannya bersedia memberitahu jenis ramuan yang bagus.

Pedang tadi dimasukkannya kembali ke gagang berukir bulan, Marquess Drevan menggeleng pelan, "Bagaimanapun lukanya dalam. Kalau mengobati lebam dan sayatan yang tipis mungkin aku bisa. Namun kalau kondisi pelayanmu itu tidak mungkin."

"Jika bisa toh sekalian kuresepkan saat berada di rumahmu," tandasnya dengan tenang. Tetap saja, Rose masih yakin ada cara lain.

Gadis itu merasakan udara tersebut kembali ke suhu biasa dan bibir merahnya terbuka. Alunan pertanyaan keluar dari sana.

"Kalau yang dapat menyamarkan luka? Ada tidak?" rayu Rose dengan penuh harap.

Marquess Drevan memijit pelipisnya, berusaha memikirkan bahan apa yang dapat menyamarkan luka goresan di wajah Eve. Dengan itu, ia mengajak Rose untuk masuk ke ruang kerjanya dan menitah pelayannya untuk memanggil adiknya juga ke dalam bilik yang sama.

"Ikuti langkahku, kita berdiskusi di dalam saja," usul Marquess Drevan dan meletakkan gagang pedang di alas tikar yang disamarkan oleh dedaunan. Membuat Rose terpikir bahwa pria di depannya cukup cerdik.

"Mungkin lain kali aku akan memintamu mengajariku pedang," pikir Rose dengan licik. Matanya melirik beberapa kali ke pedang sebelum memasuki ruangan tersebut.

Ketika Rose memasuki ruangannya, terlihat sejumlah kertas buram berserakan di lantai. Di sisi lain, berjejer almari yang menyimpan bubuk tertentu. Mulutnya terbuka lebar, terpukau akan penglihatannya.

"Tutup mulutmu sebelum iler menetes disini," sahut Marquess Drevan mendadak, mengejutkan Rose yang bengong melihat isi ruang kerjanya.

Tawa kencang muncul dari depan pintu, Marquess Andrient rupanya telah sampai di ruang kerja kakaknya. Rose yang tidak terima ditertawakan langsung menarik telinga pemuda yang tingginya lebih dari 10 cm di atas kepalanya.

"Aduh-duh, ampun.." lolongnya dengan kesakitan, sedangkan Marquess Drevan tidak mengacuhkan keduanya. Sibuk mengambil kertas dan buku medis tebal.

Ketika menemukan apa yang ia cari, barulah Marquess Drevan memotong pertikaian di hadapannya, "Kau ingin menjewer telinga itu hingga terputus atau mendapatkan jawaban mengenai obat Eve?"

1
Bening
segelas kopi untuk pride..
nanti pasti lanjut kok baca nya...
kpn2 mampir ya, ke akun baru ku @ehsanarizqi ..
Cherlys_lyn: Okee, terima kasih atas dukungannya yaa
total 1 replies
ona
rose lucu banget plis
ona
woy evan
ona
kakkkk /Sob//Sob//Sob/
ona
nyesekkkkk pliss /Sob//Sob//Sob/
ona
uwow uwow /Determined/
ona
oh, apa ini cerita di balik kakaknya rose mat*??? tapi disini bakal tetep mat* ga ya??? /Frown/
ona
pangeran ke empat....
ona
bjir ngapain dah pangeran kedua tuh, ngeselin amat
Tini Timmy
bunga untuk mu/Rose/
Bening
5 iklan untuk mu
Cherlys_lyn
Cerita ini berputar dalam perjuangan Rosella Zen yang kembali mengulang kehidupannya dari awal, namun tanpa ingatan yang begitu jelas. Menjadi seorang manusia yang kuat bukan berarti selalu menang di setiap pertempuran, namun bagaimana ia dapat memanipulasi musuh sampai menduganya lemah dan menghabisinya di detik terakhir!
Bening
3 iklan + 2 bunga
Bening
5 iklan..
meluncur untuk mu
Bening
ciri tirani ini...
Bening
suami kyk edbert itu langkah
Bening
ada apa dengan giok nya
ona
apa mulai ke inget?
Bening
cerita ini bagus, di setiap bab nya.
enak di baca tanpa di komentari
Cherlys_lyn: Terima kasih atas ulasannya, nantikan bab selanjutnya yaa 🙏
total 1 replies
ona
kepala sape tuh bjir /Scare/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!