Raina Grittella 2

Rain meletakkan sosis bakar dipiring dan memberikannya kepada si kembar yang sudah tidak sabar untuk makan sosis tersebut. Soal makan si kembar ini tidak ribet. Apa aja masuk dan nggak pilih-pilih pokoknya. Sungguh menyenangkan kalau melihat mereka makan.

Sementara Bara sejak tadi mencuri pandang ke arah Rain. Hatinya bahagia sekali seperti sedang ditumbuhi bunga bermekaran. Rain mau di ajak bicara dan sesekali bercanda dengannya itu adalah suatu kemajuan.

Apakah ini sinyal hijau? Bahwa Rain telah memaafkan Bara dan mau kembali kepadanya?

Rasanya Bara nggak sabar denger Rain berkata kalau sudah memaafkan dirinya. Bara akan sabar menanti dan rela melakukan apa saja.

"Bar, lo nginep aja di sini," kata Rain.

Bara yang sedang mengipasi sate seafood itu tentu saja bahagia sekali ketika Rain menyuruhnya untuk menginap.

"Dengan senang hati."

"Nggak usah ge er! Gue kasihan sama lo yang lontang-lantung nggak jelas di luar. Terus biar besok pagi gue bisa langsung ke kampus tanpa nungguin lo! Besok lo gantiin gue di bengkel!" jelas Rain. Dia mengambil satu sate seafood yang sudah matang dan meniupnya.

Senyum diwajah Bara luntur. Bibirnya cemberut karena perintah Rain nggak enak sama sekali. Nggak ada gitu pekerjaan yang menyenangkan? Kencan sama Rain misalnya.

Soal lontang-lantung nggak jelas ya memang Benar. Bara belum memiliki tempat tinggal. Kadang tidur di mobil mandi di kamar mandi umum yang ada di pom bensin. Kadang di hotel atau nginep di kost temannya. Numpang bentar nggak masalah. Soal baju ya dia tinggal beli langsung laundry, kalau sudah kering ya pakai lagi.

Bukannya Bara nggak mampu beli rumah tapi dia nyari yang kosong dekat rumah Rain nggak ada. Sekalinya ada kost kosong isinya perempuan semua. Tadinya Bara mau nyamar jadi perempuan tapi nggak enak aja nanti kalau jadi nyaman pakai rok.

Kan nggak lucu kalau Bara berubah nama jadi Bela.

Akhirnya Bara memilih lontang-lantung saja daripada nyewa apartemen yang bikin hati nggak tenang nantinya karena mikirin Rain, yang penting kan memantau gadis itu dari jarak dekat apapun yang terjadi Bara bisa lihat secara langsung. Bara nggak mau kalau Rain sampai kenapa-kenapa. Setidaknya kalau terjadi sesuatu sama Rain dia bisa gerak cepat.

"Kenapa sih kamu harus kerja dibengkel?" tanya Bara, lalu menatap Rean dan Mentari yang sedang menikmati hidangan malam ini bersama putra-putrinya.

"Kamu bisa ngejalanin bisnis punya kakek kamu, Rean yang pegang tapi ada sebagian milik kamu, kan?"

Rain tidak menggubris ucapan Bara. Dia memilih mengambil beberapa sate yang sudah matang lalu daging sapi juga yang sudah matang dan menatanya di piring.

Duduk bersama Maila yang sejak tadi main ponsel dengan wajah cemberut. Bahkan Bi Marni pun ikut dicemberutin tanpa tahu apa sebabnya.

Bi Marni sedang motong buah apel, semangka dan melon lalu menatanya dipiring.

"Bi, ayo makan," kata Rain memberikan piring yang sudah berisi daging dan segala jenis lainnya.

Bi Marni mengangguk, dia jadi sudah terbiasa makan sepiring berdua dengan Rain. Awalnya agak canggung tapi Rain memaksa dan lama-lama terbiasa. Rain sudah menganggap Bi Marni ini keluarga.

"Mail! Lo nggak mau makan?"

"Males."

"Kenapa? Galau? Patah hati? Elah, cuma kayak gitu nyiksa diri. Baikan enggak sakit iya!"

Maila menghela napas lelah, gara-gara dia curiga dan terus bertanya pada kekasihnya supaya jujur, malah berujung sakit hati. Maila dikira nggak percaya sama kekasih sendiri malah yang lebih sakitnya lagi saat melihat komentar di akun kekasihnya itu. Kalau ada cewek yang kirim kata-kata romantis.

Maila mau baca kembali karena tadi perhatiannya terganggu oleh kedatangan si kembar. Rupanya komentar itu sudah dihapus. Entah sama kekasihnya atau sama cewek tadi.

Akan tetapi Maila sedikit ingat nama akun cewek tersebut. Maila mencoba mencarinya dan siapa sangka jika ada foto mesra cewek itu dengan kekasihnya. Maila pura-pura tidak tahu dan seperti biasa meminta maaf karena sudah menuduh.

Mereka baikan dan adem ayem sih, tapi Maila masih penasaran dengan cewek itu. Jadi itu yang buat Maila galau sampai cemberut.

"Pak Slamet kemana, Bi?"

"Sedang buat kopi, Non."

"Suruh makan, Bi. Masih banyak itu."

Bi Marni mengangguk, "Baik, Non, kalau gitu saya permisi ya. Mau ambil lagi kok enak ternyata," kata Bi Marni.

Rain terkekeh lalu mengangguk, membiarkan Bibi Marni mengambil makanan. Rain nggak pernah membedakan makanan kepada Bibi Marni dan Pak Slamet. Apa yang Rain makan ya mereka makan.

"Gue lagi galau, tadi ada akun yang ... Lho kok nggak ada?" Kedua mata Maila membulat sempurna saat melihat akun tersebut nggak ada.

Maila tadi memang sempat like komentar cewek itu di postingan terbaru kekasihnya itu.

"Rain pinjem ponsel lo, coba buka Instagram!"

Rain memutar kedua bola matanya malas.

"Nggak punya."

"Ck, punya sahabat low profil gini sih. Sosial media aja nggak punya!"

"Gue orangnya males punya kayak begituan. Buat apa coba?"

"Duh bagaimana ya ini." Maila menggigit bibir bawahnya. Terlihat cemas dan rasanya mau nangis mau nyusul kekasihnya di negeri sakura sana.

"Kenapa sih?"

"Javas ... Dia selingkuh!"

Akhirnya ucapan itu keluar dari bibir Maila bersama air mata yang menetes. Rain tidak berekspresi apapun karena dia sudah menduga sebelumnya dan berkata kepada Maila kalau jangan terlalu dalam mencintai seseorang apalagi dia berada di luar negeri.

Bukan seberapa lama hubungan itu terjalin dan seberapa sering mereka komunikasi, tapi bagaimana pergaulan di sana dan siapa yang menjadi teman-temannya itu semua akan merubah segala sifatnya.

Javas mungkin dulu setia, tapi siapa yang tahu setelah hubungan jarak jauh merubah segalanya?

"Bentar, lo nangis aja di sini!" kata Rain yang langsung pergi tanpa mendengar Maila protes.

"Punya sahabat gini amat sih!" gerutu Maila.

Dia mengambil tissue untuk mengelap ingus. Rasanya sakit banget, Maila masih mencari tahu dan ini hanya dugaan saja. Maila harap semua itu nggak benar.

"Mana nomer telpon pacar lo!" tanya Rain.

Maila memberikan ponselnya dia malas untuk menjawab ucapan Rain.

"Makan! Gue nggak mau kalau lo sakit. Gue juga nanti yang repot!"

"Iya, terus kalau Javas beneran selingkuh gimana?"

"Cowok banyak bukan cuma dia doang."

"Sayang, nih ponselnya." Bara memberikan ponsel miliknya yang dia tinggal di kamar si kembar karena sedang diisi baterai.

"Kalau sama dia boleh?" tanya Maila, menunjuk Bara dengan tatapannya.

"Boleh kalau dianya mau!" jawab Rain santai sambil mengetik sesuatu di laptopnya.

"Heh! Ada apa ini?" Bara yang tidak tahu apa yang dibahas oleh kaum terkuat dibumi itu memicing curiga.

"Lo mending pergi, tuh temenin si kembar!"

Bara pun menuruti perintah Rain. Gadis itu membuka ponsel Bara yang rupanya dikunci pakai sandi. Rain membuka pakai tanggal lahir Bara tapi salah, lalu tanggal lahir Rain, juga salah. Rain sudah kesal lalu ingat tanggal jadian dulu dan rupanya Benar.

Rain langsung membuka aplikasi Instagram dan memberikannya kepada Maila.

"Cari akunnya ada nggak?"

Maila pun langsung gerak cepat ketik nama akun yang dia ingat, tapi dia urung karena kepo sama jumlah followers Bara. Akhiranya dia buka aja, kapan lagi kan bisa kepoin akun pacar orang.

Entah kenapa Maila punya ide mengetik nama selingkuhan Javas tadi dan rupanya ada di daftar followers Bara.

"Livia ini rupanya followers Bara," gumam Maila.

Rain tersentak dengan ucapan Maila.

"Livia?"

Bersambung ....

Siapa yang inget Livia?

Jangan lupa like, komen dan subscribe ya.