NovelToon NovelToon
JAEWOO WITH LOVE FANFICTION

JAEWOO WITH LOVE FANFICTION

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Ketos / Dosen / Poligami / Mafia
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Withlove9897_1

kumpulan fic Jaewoo

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Withlove9897_1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Happen Ending Part 002

...***...

Sudah satu bulan berlalu semenjak malam dimana Jungwoo merasakan hatinya pecah berkeping-keping, berserakan, dan menjadi puing tak berharga yang terbuang sia-sia. Ia menangis sejadi-jadinya malam itu. Tenggelam di balik selimut.

Paginya, semua hal berjalan lumayan baik-baik saja. Jungwoo tak pernah mau lagi membahasnya. Ia menuruti semua apa kata Jaehyun dan berusaha keras untuk tampak ceria seperti biasanya. Ia hanya menjawab bahwa baru saja selesai menonton drama The Glory ketika anggota tim bertanya mengapa matanya bengkak dan berkantung. Tapi Jungwoo sadar bahwa Doyoung sudah tahu kebenarannya. Pemuda itu terlalu cerdas untuk dapat dibohongi, terlebih lagi ia bukan hanya punya hubungan dekat dengan Doyoung, tapi juga Jaehyun. Meski begitu Jungwoo menghargai sikap Doyoung yag tidak pernah benar-benar membicarakannya. Jungwoo sendiri tidak sepenuhnya yakin bahwa ia sanggup membahasnya. Baginya, bisa mengendalikan emosinya di hadapan Jaehyun sudah jadi keajaiban.

Minggu berikutnya Jungwoo menggunting bagian depan rambutnya menjadi lebih pendek. Nyaris terlihat seperti orang yang baru pulang wajib militer atau baru menjalani operasi kecil dan terpkasa potong rambut. Aksinya itu sukses mengundang gelak tawa seluruh anggota tim. Bakan pelatih sampai menggelengkan kepala dan mengatakan mengapa anak didiknya terus saja melanjutkan tradisi potong rambut di tengah-tengah situasi genting. Tapi Jungwoo semata-mata yang ingin pandangannya menjadi lebih jelas, ia ingin bisa menatap dunia dengan lebih baik, dan tantangan tersendiri agar ia tak lagi bersembunyi di balik helaian poni panjangnya. Melainkan berani mengangkat wajah dan menghadapi apapun.

Kehidupannya sebagai pelajar SMA dan pemain basket berjalan kembali seperti biasanya. Latihan keras, tertidur saat jam pelajaran di sekolah, mendapat bimbel khusus

Sekolahnya berhasil lolos di putaran-putaran awal, dan kemudian masuk semi final.

Dan Jungwoo pasti sudah lima ratus kali berjalan melewati ataupun berlatih di lapangan indoor sejak peristiwa itu terjadi.

Tetapi Jungwoo tidak pernah lagi berhasil menatap mata Jaehyun secara langsung.

BLAM!

Latihan malam ini selesai. Jungwoo membuang napas panjang, mengusap butir keringat di keningnya, dan mengeluarkan ponsel dari saku trainingnya untuk melihat petunjuk waktu. Hampir pukul sepuluh malam, ia mendesah berat, berbalik sedikit ke arah Jaehyun yang berdiri beberapa meter di depannya.

"Terima kasih untuk latihannya, sunbae." Jungwoo berkata, membungkuk kecil, dan bersiap melangkah meninggalkan tempat latihan. Sesegera mungkin, ia selalu ingin mempersempit waktu dimana ia hanya berdua dengan orang yang sudah menolak cintanya.

"Tunggu."

Suara rendah Jaehyun menghentikan kepergiannya. Jungwoo berhenti, namun enggan berbalik, dalam hati ia menggerutu ribut. Sama sekali tidak ingin terlibat dalam situasi ini lebih banyak lagi.

"Ikut aku sebentar." Jaehyun sudah berdiri di sebelahnya, berkata dengan nada datar dan tatapan seperti biasa. Sama sekali tak merasa perlu untuk peduli seperti apa sulitnya Jungwoo berperang dengan hatinya.

Mereka berakhir duduk di bangku panjang dekat vending machine, Jungwoo sengaja mengambil tempat sejauh mungkin dari Jaehyun sebuah dinding untuk menyadarkannya bahwa ia tak akan pernah bisa menjangkau pemuda itu sampai kapanpun, sekaligus pengingat bahwa hubungan mereka tak lebih dari rekan kerja.

"Minum." Jaehyun menyodorkan sekaleng minuman bersoda kepadanya, Jungwoo hanya memandangi kaleng itu dengan ragu, sama sekali tak bergerak untuk menerima. Aksi yang sukses membuat Jaehyun mendesah kesal. "Ambil saja. Ini traktiran dariku."

Menekan setiap kegetiran dan gejolak hebat yang berusaha membobol keluar dari dadanya, Jungwoo akhirnya menerima minuman itu, mencengkramnya kuat-kuat.

"Kelihatannya kau baik-baik saja."

Jika ada satu hal yang paling nyata berubah pasca kejadian malam itu, maka jawabannya adalah interaksi di antara dirinya dan Jaehyun. Jungwoo jelas jadi pihak yang lebih banyak diam, menutup mulut rapat-rapat, dan tidak bicara jika memang tidak benar-benar harus. Dan Jaehyun seolah mengambil alih untuk menjadi pihak yang lebih banyak berbicara. Tanpa tahu sehancur apa hati Jungwoo tiap kali pemuda itu mencoba mencairkan suasana di antara mereka.

Mengulas senyum lemah, Jungwoo kemudian membuka kaleng minumannya, meneguk dua kali, dan tanpa menatap Jaehyun ia menjawab. "Lalu aku harus bagaimana? Kau sendiri yang bilang aku harus profesional, kan?" ia mencoba terdengar sarkas, namun kesan yang didapat justru getir dan pilu.

"Benar juga." Jaehyun menyahut, meneguk minumannya sendiri. "Lagipula sudah lewat satu bulan. Akan terlalu melankolis kesannya jika kau masih sibuk menangisi cintamu yang bertepuk sebelah tangan."

Tahan, Jungwoo. Tahan... Jungwoo merapalkan kalimat itu berualng-ulang dalam hati, mencoba untuk meyakinkan dirinya bahwa rasa sakit yang hinggap di jantungnya saat ini kelak akan menghilang seiring waktu.

"Lagi pula sebentar lagi aku lulus, Jungwoo. Kau bisa bernapas lega karena tidak lagi harus melihatku setiap hari. Saat itu, tentu akan lebih mudah bagimu untuk melupakan perasaanmu padaku."

Jungwoo mendengus kasar. "Terima kasih atas masukannya, Jaehyun-sunbae." Ia mencoba terdengar ceria. Dalam hati mengutuk habis-habisan ketololan seorang Jung Jaehyun yang bisa-bisanya memotivasinya untuk move on.

"Ku dengar dari Doyoung kalau kau sering tidur larut malam karena memaksakan diri untuk mengejar nilai akademik di sekolah?"

Jungwoo menunduk kecil, mengangguk mengiyakan. "Aku mulai sadar kalau sekolah juga penting."

Jaehyun menghela napas panjang, mendongak menatap langit malam di atas kepala mereka. "Tapi menjaga staminamu juga penting. Ingatlah bahwa kau sedang ada di tengah-tengah pertandingan penting."

"Aku tahu." Jungwoo mendesah berat. "Ini pertandingan terakhir anak kelas tiga, aku tidak akan membiarkan para sunbaeku kalah begitu saja. Aku sudah sangat paham akan posisiku. Kau tidak perlu khawatir soal itu."

"Bukan itu masalahnya, Bodoh. Ini bukan hanya soal tim. Jika kau sampai kelelahan kemudian lengah dan cedera, tentu akan berdampak buruk untukmu."

Mendengar penuturan panjang itu, Jungwoo justru tertawa geli, sukses besar membuat Jaehyun menoleh dan menatapnya dengan heran.

"Hei, apa yang lucu?"

Jungwoo kini terpingkal puas, memegangi perutnya yang mulai ngilu akibat guncangan tawa, menunduk dalam selagi sekujur tubuhnya bergetar geli. Jaehyun jelas kebingungan akan sikapnya, seniornya itu memandang bingung ke arahnya, dahi berkerut negatif tanda tak mengerti.

"Jungwoo, berhenti tertawa seperti idiot-"

"Cinta." Potong Jungwoo tegas, membuat Jaehyun bungkam seketika. Jungwoo mengulas senyum lemah, memaksakan diri untuk menoleh dan menatap wajah Jaehyun. "Cinta ini menyakitkan Jaehyun."

Alis Jaehyun berkerut. "Apa maksudmu?"

Lagi, Jungwoo tersenyum, namun senyum itu tak menjangkau matanya. "Aku sadari di malam ketika kau berada tepat di sampingku seperti ini."

Jaehyun jelas tampak tak nyaman dengan topik ini, terlihat dari cara bagaimana pemuda itu membuang napas berat dan mengalihkan wajahnya ke arah lain. "Ku pikir kau sudah selesai dengan masalah cintamu."

"Sangat menyakitkan, karena aku mengenalmu."

"Sabar, tunggu beberapa bulan ke depan, dan kita akan benar-benar tidak saling kenal. Bahkan mungkin tidak akan pernah bertemu lagi." Jawab Jaehyun logis.

"Tapi untuk sekarang, tahanlah sedikit lagi." Jeda, Jaehyun mengambil napas dan membuangnya cepat. Matanya mencoba menatap lurus ke arah Jungwoo selagi bibirnya bergerak dengan suara yakin. "Aku percaya dan aku tahu bahwa kau lebih kuat dari itu."

Lebih kuat, ya? Jungwoo ingin tertawa tapi dadanya kelewat sesak. Ia mencoba mengisi paru-parunya dengan oksigen sebanyak-banyaknya dan berharap sesak di dadanya bisa berkurang. Kemudian ia mendongak menatap hamparan langit malam yang bertabur kemilau bintang.

"Sebenarnya," Jungwoo berkata, berhasil kembali menarik perhatian Jaehyun. "Aku belajar karena belakangan ini aku kesulitan tidur." Akunya, kemudian mendengus dan tersenyum dengan enggan. "Aku menjadi resah tiap kali berbaring di ranjangku dan bersiap untuk tidur. Dalam mimpiku, kita masih seperti yang dulu. Kita masih tertawa dan saling meledek seperti dulu. Dalam mimpiku, hatiku baik-baik saja. Tapi saat terbangun, semua itu lenyap, dan sakit di hatiku terasa semakin parah."

Jaehyun kali ini tampak sedikit memucat dan kehilangan kata-kata.

Jungwoo tertawa sengau. "Aku bahkan sempat berpikir untuk mengkonsumsi obat tidur."

Jaehyun membelalak. "Jangan." Larangan tegas. "Itu bukan Solusi, Jungwoo. Kau masih sangat muda. Minumlah teh hangat, atau minta seseorang untuk memijatmu sebelum tidur, itu akan membuatmu lebih rileks. Kalau perlu aku akan meminta Doyoung untuk mengantarmu berkonsultasi deng-"

"Cukup Jaehyun."

"Aku bicara sebagai kaptenmu di sini!" Tegas Jaehyun gemas. "Aku memang tidak bisa membalas cintamu, tapi bukan berarti aku kehilangan hak sebagai kaptenmu."

Kali ini Jungwoo tersenyum lemah. "Kau tidak mengerti, ya? Bahkan perhatian sederhanamu yang seperti ini saja... terasa mulai menyesakkan hatiku."

"Jungwoo,"

Jungwoo lekas bangkit berdiri, mengulet kecil untuk merilekskan tubuhnya sebelum berlalu pergi, tanpa berbalik ke arah Jaehyun ia berkata. "Aku berterima kasih atas perhatianmu, Kapten. Tapi lain kali tidak perlu lagi mentraktirku seperti ini. Sesekali pahamilah keadaanku, menerima kebaikanmu itu sangat menyakitkan untukku. Selamat malam."

***

Jaehyun sedang berdiri di tepi lapangan, t-shirt dan celana Nike barunya agak menempel di kulitnya yang berkeringat. Doyoung berjalan menghampirinya dengan handuk kecil tersampir di bahu dan sebotol minuman isotonik yang masih utuh.

"Kalian baik-baik saja?" Doyoung bertanya langsung, matanya enggan menatap Jaehyun, lebih memilih untuk mengawasi Jungwoo yang sedang berlari mengelilingi lapangan bersama Lucas dan Kun mengekori Jungwoo dari belakang, sementara Jungwoo sendiri tampak tertawa senang sambil melontarkan beberapa teriakan penyemangat untuk adik kelasnya.

"Siapa maksudmu?"

Doyoung berdecak kesal. "Tidak usah pura-pura dungu, Jaehyun. Kalian berdua mungkin bisa menipu semua orang, tapi tidak denganku." Katanya tajam. "Kau pikir aku tidak sadar kalau kalian sudah jarang sekali bercanda bahkan menatap mata satu sama lain?"

Lama, Jaehyun hanya diam. Doyoung memilih menanti dengan penuh kesabaran. Ia sadar ini bukan urusannya, tapi baginya sudah menjadi naluri alami untuk menjadi proteksi khusus terhadap segala hal yang mungkin menyakiti hati lembut seorang Kim Jungwoo.

Akhirnya, Jaehyun menghela napas. "Kau lihat sendiri, kan? Dia baik-baik saja. Bahkan dalam beberapa hari belakangan, peformanya justru semakin membaik."

"Dan sekarang dia mulai menatapmu dengan penuh kebencian." Sahut Doyoung sengit. Kali ini ia menatap langsung pada Jaehyun yang sama sekali tidak tampak sakit hati, wajahnya masih terpaut datar, tak peduli.

"Well, aku juga sadar itu." Jaehyun berkata, tersenyum miring.

"Bangsat." Doyoung tak tahan untuk mengumpat. "Sebenarnya apa yang kau katakan sampai dia bisa terlihat begitu membencimu?"

Jaehyun tertawa samar. "Tidak masalah, bukan?" ia berkata, menepiskan sebongkah debu dari lututnya. "Aku lebih memilih dia membenciku ketimbang dia menyukaiku."

Doyoung tak dapat menahan diri untuk tidak menarik bagian atas t-shirt Jaehyun, minumannya terabaikan, jatuh berguling di atas lapangan yang bisu. Saat ini wajahnya hanya berjarak satu jengkal dengan wajah datar Jaehyun.

"Bajingan kau, Jaehyun!" Geramnya tajam. "Kau benar-benar iblis. Dimana sisi kemanusiaanmu?"

Jaehyun tidak menepis tangan Doyoung sama sekali, ia menatap lekat ke sepasang manik mata temannya lekat-lekat. Ekspresi tak acuh dan kesombongan di wajahnya begitu ingin Doyoung hantam dengan pukulan telak.

"Terserah kau mau menganggapku jelas aku datang ke sekolah ini untuk belajar, bukannya terjebak masalah cinta murahan dengan sesama laki-laki."

Kali ini Doypung tak lagi menahan diri ketika emosinya mengambil alih dan melayangkan satu tinju telak di wajah Jaehyun. Hitungan detik, sampai seluruh anggota tim berlari ke arah mereka dan mencoba untuk memisahkan serta menenangkannya. Tapi api dalam dada Doyoung tak bisa padam begitu saja. Tidak, sampai Jungwoo sendiri yang maju lalu menarik tangannya, berteriak menyerukan namanya dan memintanya untuk berhenti dengan mata berkilat sungguh-sungguh.

***

Kemenangan membuat sekolahnya berhasil lolos ke final. Tapi tak berhasil melenyapkan perang dingin antara Jungwoo dan Jaehyun, bahkan sekarang Doyoung juga ikut serta. Mereka bertiga bersikap sangat profesional saat sedang bertanding. Bicara dan berdiskusi soal strategi seperti biasa seolah tak ada masalah sama sekali. Tapi di luar itu, Jungwoo jelas bisa merasakan bahwa ia sudah sangat jarang bicara dengan Jaehyun. Bahkan sekalipun bicara, Doyoung akan datang menghampiri dan mengajaknya ke tempat lain, menyeretnya jauh-jauh dari Jaehyun. Ini terasa konyol dan membuat Jungwoo merasa seperti anak kecil yang dilindungi kakaknya dari seorang anak nakal yang hobi menindas. Tapi toh, ia juga tidak benar-benar menolak sikap protektif seniornya itu.

Bohong rasanya kalau Jungwoo merasa keadaan ini baik-baik saja. Ini jelas jauh melenceng dari apa yang ia harapkan. Ia menduga, karena hubungannya dan Jaehyun yang sudah terlalu konyol dan absurd, maka penolakan cinta tidak akan berefek lama pada mereka. Ia kira, meski ditolak, mereka bisa kembali menjadi seperti dulu. Tapi nyatanya tidak, hatinya sama sekali tidak bisa berdamai dengan rasa sakit tiap kali berpapasan dengan sang kapten. Setiap kalimat-kalimat pahit yang Jaehyun berikan padanya terus berputar di dalam kepalanya lalu menjelma menjadi rasa sakit dan kebencian yang mendalam.

Jungwoo sadar pandangannya pada Jaehyun mulai berubah, tapi itu bukan karena ia membenci pemuda itu. Namun lebih kepada membenci dirinya sendiri karena masih saja menyimpan sekeping cinta padanya meski telah disakiti berkali-kali.

Menghela napas berat, Jungwoo menghentikan laju larinya dan menarik napas panjang, mendongak ke arah langit malam. Ia bertanya-tanya sudah berepa malam berlalu semenjak hari itu? Sudah berapa kali matahari terbit dan tenggelam pasca kejadian itu? Lantas mengapa perasaanya masih tak berhasil meloloskan diri dari belenggu yang sama?

"Sunbae"

Suara bass rendah itu menyentak Jungwoo, ia menoleh cepat, dan baru tersadar kalau selama ini ia berlari bersama dengan seorang juniornya. Mengulas senyum lebar, Jungwoo balas memandang Lucas ceria. "Kau lelah?"

Lucas tersengal kecil. Anggota kelas satu itu tampak sedikit kesal dengan pertanyaan yang Jungwoo lontarkan, tapi sengal napasnya tak dapat menyembunyikan dusta. "Sedikit." Jawabnya kalem, kemudian Jungwoo tertawa renyah. Mendelik ke arah bangku di trotoar tak jauh dari posisi mereka.

"Kita istirahat sebentar kalau begitu. Ayo!"

Mereka berdua duduk di bangku kota, tepat di bawah tiang lampu bergaya victotian yang memancarkan cahaya kekuningan. Sementara Lucas mencoba mengatur napas, Jungwoo mendongak menatap langit di atas sana, menghitung kemerlap bintang untuk menghabiskan waktu.

"Berapa jauh kita meninggalkan hotel?" Tanya Lucas akhirnya.

Jungwoo menoleh. "Eh?" Berpikir sebentar, kemudian mengeluarkan ponsel pintarnya dari dalam saku, berfokus sebentar pada layarnya. "Ah, sudah hampir empat kilometer!" Ia mendesah, nyengir lebar begitu Lucas menatapnya galak.

"Hehehe, kita putar balik setelah ini, oke? Meski aku sudah mengabari, aku tetap-"

"Jungwoo sunbae"

"-takut semua orang mencari kita. Ya?"

Lucas menatap lekat-lekat ke matanya. "Ada apa denganmu dan Jaehyun sunbae?"

Deg.

Di antara semua orang, Jungwoo tidak menyangka akan mendapat pertanyaan itu dari seorang Lucas. "Apa maksudmu? Apanya yang ada apa?"

"Kalian terlihat canggung satu sama lain. Dan tiap kali aku bertanya tentangmu pada Jaehyun-sunbae, dia menolak untuk menjawab. Dia memintaku untuk langsung bertanya padamu, dia bilang tidak ada gunanya bertanya pada orang yang sudah hampir pensiun."

Jungwoo memejamkan mata sejenak, mengigit pipi bagian dalamnya kuat-kuat. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Kenapa Jaehyun selalu saja menempatkan dirinya pada posisi serba sulit? Meski demikian, Jungwoo tetap berusaha memasang cengiran lebar. "Itu benar, Lucas!" Katanya bersemangat.

"Jika ada yang ingin kau tanyakan, bertanyalah langsung padaku, bukan pada Jaehyun sunbae. Kau sangat berpotensi menjadi pemain utama tim setelah dia lulus, sudah saatnya kita membangun interaksi yang baik sebagai partner, kan?"

Alis Lucas berkerut dalam. "Kalian aneh." Ia memutuskan. "Aku sempat berpikir ada sesuatu yang terjadi di antara kalian, tapi semua anggota tim tampaknya sama sekali tidak sadar, jadi aku menepiskan pemikiran itu. Tapi setelah mendengar jawabanmu dan jawabannya, sekarang aku yakin seratus persen memang ada sesuatu yang kalian sembunyikan."

Kali ini Jungwoo tertawa geli. "Astaga, Bocah!" Ia menepuk-nepuk bahunya sambil tertawa. "Sekarang kau terlihat seperti detektif!" Mencoba menyembunyikan keresahannya di balik topeng pura-pura bodoh dan tawa konyolnya, Jungwoo merangkul bahu sang adik kelas bersahabat.

"Tidak usah berpikir yang aneh-aneh, Lucas. Jika kita menang di pertandingan besok, kita masuk final! Dan itu jauh lebih penting! Jadi, gunakan energi dan pikiranmu untuk fokus pada permainan. Sama sekali tidak ada hal penting yang harus dipermasalahkan antara aku dengan Jaehyun sunbae"

"Tapi-"

"Baiklah!" Sela Jungwoo cepat. "Ayo kembali ke hotel sekarang. Kita bisa kena omel pelatih jika sampai terlambat!"

TBC... Kah??? Masih berminat dengan lanjutannya, kah????

1
🌸 Airyein 🌸
Buset bang 😭
🌸 Airyein 🌸
Heleh nanti juga kau suka. Banyak pula cerita kau woo
🌸 Airyein 🌸
Bisa bisanya aku ketinggalan notif ini
Novita Handriyani
masak iya tiap kali selesai baca harus ninggalin jejak, Thor. saya hadir ✋️
Novita Handriyani
ngga suka cerita sedih
Novita Handriyani
kayaknya pernah baca nih cerita
kebikusi
astaga cerita ini mau dibaca berapa kali kok tetep bikin berkaca-kaca ya, untung banget punya otak pikunan jadi setiap baca selalu ngerasa kaya buat yang pertama kalinya.. NANGIS
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!