NovelToon NovelToon
Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Teen School/College / Gangster
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Caca adalah seorang gadis pemalu dan penakut. Sehari-hari, ia hidup dalam ketakutan yang tak beralasan, seakan-akan bayang-bayang gelap selalu mengintai di sudut-sudut pikirannya. Di balik sikapnya yang lemah lembut dan tersenyum sopan, Caca menyembunyikan rahasia kelam yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia sering kali merangkai skenario pembunuhan di dalam otaknya, seperti sebuah film horor yang diputar terus-menerus. Namun, tak ada yang menyangka bahwa skenario-skenario ini tidak hanya sekadar bayangan menakutkan di dalam pikirannya.

Marica adalah sisi gelap Caca. Ia bukan hanya sekadar alter ego, tetapi sebuah entitas yang terbangun dari kegelapan terdalam jiwa Caca. Marica muncul begitu saja, mengambil alih tubuh Caca tanpa peringatan, seakan-akan jiwa asli Caca hanya boneka tak berdaya yang ditarik ke pinggir panggung. Saat Marica muncul, kepribadian Caca yang pemalu dan penakut lenyap, digantikan oleh seseorang yang sama sekali berbeda: seorang pembunuh tanpa p

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 11

Setelah upacara bendera selesai, para pelajar bergerak kembali ke kelas mereka masing-masing. Udara pagi yang segar perlahan digantikan dengan suasana serius di dalam kelas. Guru-guru mulai memasuki ruang kelas, siap untuk mengajar. Di kelas Yura, suasana sedikit berbeda.

Yura duduk di bangkunya, menatap kosong ke depan. Buku pelajaran terbuka di depannya, tetapi kata-kata dan angka-angka di dalamnya tidak masuk ke dalam pikirannya.

Dia merasa tidak mood untuk belajar hari ini. Mungkin karena cuaca yang panas setelah upacara, atau mungkin karena pikiran-pikirannya yang berkeliaran tanpa arah jelas.

Di sekitar Yura, teman-temannya tampak fokus pada pelajaran. Guru berdiri di depan kelas, menjelaskan materi dengan penuh semangat. Tapi bagi Yura, suara guru terdengar seperti gumaman yang jauh, tidak jelas dan tidak menarik. Dia melihat ke arah jendela, berharap bisa keluar dari ruangan ini dan menikmati kebebasan di luar sana.

\~\~\~

Meja penelitian kelompok Marica dan Devano bersebelahan di laboratorium kimia. Semua siswa fokus pada praktikum masing-masing. Kelompok Marica tampak sibuk, dengan Marica yang memimpin eksperimen, Tiara yang mengamati waktu, Panji yang siap membantu di mana diperlukan, dan Weni yang bertugas mencatat semua hasil.

“Angka-angkanya jangan lupa dicatat setiap tiga menit sekali,” kata Marica, mengingatkan anggota kelompoknya untuk terus memperhatikan data eksperimen. Mereka bekerja dalam sinkronisasi yang baik, menciptakan suasana belajar yang produktif.

Tiba-tiba, suara keras dari meja sebelah memecah konsentrasi semua orang. Tabung reaksi di kelompok Devano pecah dengan keras, disusul oleh teriakan. Semua orang menoleh, melihat Devano yang memegangi lengan kirinya dengan ekspresi kesakitan.

Suara itu langsung menarik perhatian seluruh kelas, termasuk Marica yang tanpa ragu bergerak cepat menuju meja Devano.

Guru yang mengawasi laboratorium kebetulan sedang izin keluar sebentar, meninggalkan Endang, ketua kelas, bertanggung jawab sementara. Namun, dalam situasi mendadak ini, Marica tanpa ragu bergerak cepat.

Marica dengan sigap menggandeng tangan kanan Devano, membimbingnya menuju keran air di dalam ruangan lab.

"Yang kena cuma tangan aja kan?" tanya Marica dengan suara tenang namun tegas, mencoba mengendalikan situasi sambil memastikan kondisi Devano.

“Iya,” jawab Devano dengan suara sedikit kikuk, merasa canggung namun juga lega dengan tindakan cepat Marica.

Marica mengarahkan tangan kiri Devano di bawah aliran air dingin dan segera menghidupkan keran, membilas bahan kimia yang menempel di kulitnya.

Air mengalir deras, membasahi lengan Devano yang terasa panas akibat kontak dengan bahan kimia. Marica tetap memegang tangan Devano di bawah air, memastikan bahwa seluruh area yang terkena cairan berbahaya terbilas dengan baik.

"Jangan gerak dulu," kata Marica dengan nada penuh perhatian.

Devano mengangguk, merasakan dinginnya air membantu meredakan panas dan rasa terbakar di lengannya.

Sementara itu, Endang segera bertindak untuk mengamankan area di sekitar meja Devano. Ia meminta beberapa siswa lain untuk membantu membersihkan pecahan kaca dan mengamankan alat-alat kimia yang mungkin berbahaya, agar tidak ada yang terluka lebih lanjut.

Dalam prosedur yang benar untuk menangani kulit yang terkena cairan kimia, langkah pertama adalah membilas area yang terkena dengan air mengalir selama setidaknya 15 hingga 20 menit.

Marica memastikan Devano tetap di tempatnya, membilas lengan kirinya dengan air mengalir sesuai durasi yang disarankan untuk menghilangkan residu kimia sepenuhnya.

"Udah mendingan?" tanya Marica setelah beberapa saat, menatap wajah Devano untuk memastikan bahwa dia tidak pingsan atau dalam kondisi yang lebih buruk.

“Ya, udah mendingan,” jawab Devano, mulai merasa sedikit lebih tenang meskipun masih terkejut dari kejadian tersebut. Sentuhan dingin dari air dan perhatian Marica membantu menenangkan dirinya.

Guru mereka kemudian kembali ke laboratorium dan segera diberitahu tentang insiden tersebut. Guru tersebut memeriksa kondisi Devano dan memastikan bahwa pertolongan pertama yang diberikan sudah tepat.

Setelah memastikan bahwa Devano sudah mendapatkan perawatan awal yang baik, guru tersebut meminta siswa lain untuk melanjutkan praktikum dengan lebih berhati-hati. Devano kemudian dibawa ke ruang kesehatan untuk pemeriksaan lebih lanjut, memastikan bahwa tidak ada kerusakan lebih lanjut pada kulitnya.

\~\~\~

Di jam istirahat, kantin sekolah penuh dengan keramaian para siswa yang sedang menikmati waktu senggang mereka. Yura dan teman-temannya, termasuk Ririn, Zerea, dan Devano, Rendra menemukan meja kosong dan duduk bersama sambil menikmati makanan mereka.

"Tangan lo enggak papa?" tanya Yura kepada Devano yang sedang mengunyah makanannya.

Devano mengangkat bahunya dan menjawab santai, "Iya, enggak papa. Cuma luka bakar ringan aja."

Ririn yang duduk di sebelah Yura, memandang Devano dengan penuh rasa ingin tahu. "Kok bisa kena sih?" tanyanya penasaran.

Devano menelan makanannya sebelum menjawab, "Biasa, kecele. Nggak sengaja aja."

Sementara itu, Zerea memperhatikan gerak-gerik Rendra yang mencurigakan. Rendra terus-menerus memandangi ponselnya dan menahan tawa kecil setiap kali ada pesan masuk. Zerea, yang sudah merasa ada yang tidak beres, memutuskan untuk mengkonfrontasinya.

"Chatan sama siapa?" tanya Zerea tiba-tiba, suaranya penuh kecurigaan.

Pertanyaan itu membuat suasana di meja mendadak hening. Teman-teman yang lain berhenti makan dan memandang ke arah Zerea dan Rendra, seolah tidak ingin terlibat dalam pertengkaran yang mungkin akan terjadi.

Rendra terkejut dengan pertanyaan Zerea. Dia buru-buru mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku celananya, mencoba untuk tetap tenang.

"Chatan apa sih?" balasnya, berusaha terdengar santai, tetapi jelas ada nada defensif dalam suaranya.

Zerea tidak terpengaruh. "Enggak usah bohong. Chatan sama cewek mana lagi sekarang?" tanyanya dengan wajah penuh curiga. Nada suaranya semakin keras dan matanya menatap tajam ke arah Rendra.

Rendra yang mulai merasa terpojok, mencoba untuk membela diri. "Apaan sih kok nuduh-nuduh gitu?" jawabnya dengan nada tak terima. Dia berusaha untuk tetap tenang, tetapi nada suaranya menunjukkan bahwa dia merasa bersalah.

Sementara itu, Yura, Ririn, dan Devano saling bertukar pandang, merasa canggung dengan situasi yang memanas di antara Zerea dan Rendra. Mereka memilih untuk diam dan tidak ikut campur, tetapi tetap memperhatikan dengan seksama apa yang akan terjadi selanjutnya.

Zerea tidak mau menyerah. "Gue lihat sendiri tadi, lo ketawa-tawa terus sambil liatin ponsel. Pasti ada yang lo sembunyikan," serangnya lagi, kali ini suaranya sedikit gemetar antara marah dan sedih.

Rendra menghela napas panjang, berusaha untuk mengendalikan emosinya. "Zerea, lo terlalu berlebihan. gue cuma chat sama temen lama. Enggak ada apa-apa kok," katanya, mencoba menenangkan Zerea.

Namun, Zerea tidak mudah percaya. "Temen lama? Terus kenapa harus sembunyi-sembunyi? Kenapa harus matiin ponsel waktu gue tanya?" tanyanya lagi, semakin mendesak.

Rendra merasa semakin terpojok. Dia tahu bahwa jika terus berbohong, situasi hanya akan semakin buruk.

"Oke, gue ngaku. Gue chat sama cewek. Tapi, itu cuma ngobrol biasa aja, enggak ada apa-apa di antara kita," katanya akhirnya, berharap kejujurannya bisa meredakan situasi.

Zerea merasa sedikit lega mendengar pengakuan Rendra, tetapi masih ada rasa sakit hati yang tertinggal.

"Kenapa lo enggak bilang dari awal? Kenapa harus sembunyi-sembunyi?" tanyanya dengan suara lebih pelan, tetapi masih penuh emosi.

Rendra menghela napas lagi, "Gue cuma enggak mau lo salah paham. Gue enggak mau lo cemburu tanpa alasan."

Zerea menatap Rendra dengan tatapan yang masih penuh kecurigaan, tetapi sedikit lebih lembut.

"Gue benci kalau lo bohong," katanya akhirnya.

Rendra mengangguk. "Janji, enggak akan gini lagi," katanya dengan tulus.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!