Arunika

Sisa baktiku tinggal beberapa bulan lagi. Ujian nasional juga akan segera dilaksanakan. Aku kembali membuka kado-kado yang diberikan oleh murid-muridku saat ulang tahun bulan lalu.

Ada banyak surat dan foto-foto mereka. Aku tersenyum melihatnya. Surat dari mereka juga kubaca kembali, ah aku jadi terharu. Mereka mengungkapkan isi hati mereka selama belajar denganku. Tak terasa airmata ku pun jatuh. Sedih rasanya jika harus berpisah dengan mereka. Namun aku tidak mungkin menghentikan cita-citaku hanya sampai sebatas menjadi guru bakti. Ayah dan ibu ingin aku berangkat kuliah. Kata mereka, tidak akan ada masa depan hanya sebagai guru honorer. Berharap pemerintah akan mengeluarkan kebijakannya untuk mengangkat para guru honorer, tapi lihat saja kak Una, sudah berapa lama dia mengabdi, masih saja nasibnya tidak berubah.

aku menarik nafas panjang. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Aku melihat ponselku. Ada pesan dari Adrian.

"Uda tidur belum? " Tanyanya dalam pesan.

"Belum... " Jawabku.

"Besok ada rencana kemana? " tanyanya

Aku besok berencana foto di studio dengan pakaian seragam guruku. Niatnya untuk kenang-kenangan. Tapi Adrian malah minta ikut. Ya mau gimana lagi, dari pada nanti dia ngambek kalau nggak diizinin.

"Abang pakek baju apa ini? " Dia bertanya di telpon. Lama saling mengirim SMS akhirnya dia menelponku.

"Ya terserah... kan abang yang mau foto. " kataku.

"Adek pakek baju apa? " dia balik lagi bertanya

"Baju ngajar. Adek foto mau untuk kenang-kenangan kalau nanti uda nggak ngajar lagi" Jelasku.

"Gimana kalau baju jas polisi? Atau baju pDH aja ya? Baju lapangan cocok nggak? " Banyak pertanyaannya.

"Baju renang aja sekalian.. Biar foto di tengah laut sama ikan hiu" Aku tertawa

Dia pun tertawa terbahak.

***

Kepala sekolah memanggilku untuk berbicara empat mata. Aku langsung menuju ke ruangannya.

"Buk... ibuk kan sudah mengajar di sekolah ini dengan penuh pengabdian. Saya tahu kontrak ibu sebentar lagi akan habis. Tapi kalau saya boleh menawarkan, apakah ibu Adeeva mau untuk terus mengajar disini. Yah saya mungkin memang tidak bisa menggaji ibu seperti pusat membayar ibu. Tapi, anak-anak sudah terlanjur dekat dengan ibu. Mereka pasti akan sangat sedih saat tau ibu Adeeva tidak lagi mengajar disekolah ini. " Kepala sekolah berbicara dengan nada sangat bijaksana.

Aku terdiam sesaat dan tersenyum kepada Ibu kepala sekolah. Memang benar aku akan berhenti mengajar, sebab perjanjian dengan pusat jika aku dibayar 1 juta perbulan. Kontrak selama 6 bulan harusnya uang yang mereka transfer ke rekening adalah 6 juta. Tapi yang pusat transfer hanya 2,4 juta saja. Semua guru bakti memutuskan untuk berhenti. Termasuk aku. Namun kepala sekolah sepertinya tidak mau aku berhenti secepat ini. Beliau menawarkanku untuk terus mengajar dengan bayaran melalui dana yang akan di audit ke dalam dana BOS.

"Baik buk, akan saya pertimbangkan. " jawabku.

Aku lalu keluar dari ruang kepala sekolah diikuti oleh ibu kepala sekolah. Di luar semua guru sudah ramai. Kak Una, Pak edwar dan lainnya.

"Gimana buk? " Tanyak salah seorang guru.

"Buk Deeva, masih akan lanjut mengajar di sini" Kata Ibu kepala sekolah seraya memegang kedua bahuku dari belakang.

Semua guru bersorak kegirangan. Tampaknya kehadiranku di sini memang sangat mereka harapkan.

"Ets, tapi ingat. Buk Adeeva mengajar disini bukan untuk membantu kalian. Dia mengajar disini untuk saya. Jadi jangan sampai lagi saya dengar Buk Adeeva mengajar di tiga kelas sekaligus. Dia ini hanya seorang guru honorer, gaji kalian jauh lebih banyak dari gajinya. Tolong, jangan kalian bebankan tanggung jawab kalian kepadanya. Bisa dimengerti? " Ibu kepala sekolah tampak tegas saat berbicara.

Memang benar apa yang beliau katakan. Sebagai guru honorer, kadang kami seringkali di perlakukan tidak adil. Contohnya saja aku, aku sangat sering menggantikan tugas-tugas guru-guru lain yang sudah berstatus ASN di sekolah ini. Aku bahkan pernah mengajar ditiga kelas sekaligus. Bayangkan, bagaimana aku bisa mengajar ditiga kelas dalam waktu bersamaan. Sudah pasti sangat melelahkan bukan?

Namun, aku menjalani semuanya dengan sabar. Aku tidak mau anak-anak sampai tidak belajar hanya karena keegoisan para gurunya. Anak-anak harus mendapatkan pendidikan yang bagus. Jika generasi cerdas, bukankah bangsa kita juga akan ikut cerdas? Karena menurutku, orang-orang cerdas dinegeri ini sudah sangat sedikit.

***

Aku menunggu Adrian didepan sekolah. Sudah pukul 13 lewat. Dimana dia? Tanyaku dalam hati. Tiba - tiba dari kejauhan tampak mobil polisi melaju mendekati gerbang sekolah. Mobil itu berhenti tepat di depanku. Aku pura-pura tidak melihatnya.. Barangkali itu adalah wali murid siswaku. Namun tiba-tiba kaca mobil itu turun perlahan.

"Yuk... " Ternyata Adrian yang ada didalam mobil itu. Tapi dia tidak sendirian. Dia membawa beberapa anggota polisi lainnya yang terlihat masih sangat muda-muda.

Aku melihat mereka satu persatu. Dan melihat semua kursi sudah terisi. Mobil polisi itu hanya memiliki sekitar 5 kursi. Dan mereka semua berlima. Jadi aku mau duduk dimana? Pikirku.

"Emang mau duduk dimana? " Tanyaku.

"Di belakang... " Adrian menjawab singkat. Aku ternganga mendengar jawabannya. Masa iya, dia menyuruhku duduk dibelakang berhimpit-himpit ria dengan teman-temannya.. Wah, uda nggak waras ni cowok. Aku membatin.

"Nggak mau ah... " Aku lalu pergi.

Adrian pun memutar mobilnya dan mengikutiku.

"Ayoklah... " Ajaknya lagi. Aku lalu berhenti melangkah.

"Iya masa di suruh duduk dibelakang. Yang bener aja. " Kami mulai ribut

"Kamu.. pindah kebelakang. Tuan putri mau duduk didepan. " Adrian menyuruh temannya yang duduk didepan untuk pindah kebelakang.

"Siap... " Jawab anak itu. Dia lalu membuka pintu dan menyuruhku masuk. Akupun mengucapkan terimakasih padanya.

"Uda Tuan Putri? " Adrian menatapku. Tapi aku masih tidak mau melihatnya. Dia menyebalkan hari ini. Aku kan malu didepan teman-temannya. Dia lalu melajukan mobilnya menuju warung ayah. Tak lama kamipun sampai. Aku langsung turun.

"Makasih ya.. " Kataku sambil menutup pintu mobil

"Nanti jadikan...? " tanya Adrian setengah berteriak.

"Nanti dihubungi lagi. "Aku melempar senyum pada polisi-polisi muda dibelakang. Mereka juga membalas senyumku. Aku kemudian berjalan menuju warung dan mereka juga berlalu pergi.