Fatin Trias Salsabila seorang desainer muda yang memulai karirnya dengan kemampuan otodidatnya. Fatin yang mengenyam pendidikan di pesantren selama 6 tahun, namun tidak menghalangi bakatnya dalam menggambar desain baju muslimah. Dari kecil ia memang sangat suka menggambar.
Berangkat dari keluarga yang terpandang. Namun Fatin tidak ingin identitasnya diketahui banyak orang. Karena ia tidak mau dianggap sebagai aji mumpung.
Ia mulai sukses saat dia mulai mengirimkan beberapa gambarnya melalui email ke beberapa perusahaan besar di luar Negeri yang menggeluti fashion muslimah. Beberapa tahun kemudian ia pun resmi menjadi seorang desainer muda yang berbakat.
Zaki Ferdinan Abraham, seorang pengusaha muda yang bergerak di bidang fashion. Zaki dan Fatin bertemu di acara perhelatan desainer Muslimah se Asia. Dan dari situlah awal cerita mereka dimulai. Tidak hanya Zaki, ada sepupu Zaki yang juga akan menjadi saingannya nanti. Siapakah yang akan menjadi pendamping Fatin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Insiden
Tiba-tiba setelah selesai makan Zaki merasa gatal-gatal di tubuhnya. Ia nampak sangat gelisah.
"Kak, kamu kenapa?"
"Sepertinya alergiku kumat."
"Nona, apa di makanan ini dicampur kaldu jamur?" Tanya Haikal.
"Iya Pak, kenapa?"
"Waduh, gawat! Ini si Bos alergi jamur."
Seketika Fatin panik ia berdiri dari kursinya.
"Astagfirullah... maafkan kami. Kami tidak tahu kalau Tuan Zaki punya alergi. Apa yang harus kami lakukan?"
"Kita bawa ke dokter saja!"
"Baiklah, baiklah, mari kita ke dokter kulit!"
"Mini, kamu jaga kantor saja! Biar aku yang ikut mereka."
"Baik Nona."
Zaki masih menjaga image-nya. Meski kulitnya sudah sangat dalam dan memerah ia berusaha untuk tidak menggaruk berlebihan. Fatin masuk ke dalam mobil zaki. Haikal duduk di depan bersama supir. Sedangkan Fatin dan Zaki di belakang. Fatin menunjukkan arah tempat klinik dokter kulit. Ia tidak mungkin membawa Zaki ke rumah sakit, karena cukup jauh dan ia tidak ingin identitasnya terbongkar. Karena rumah sakit itu adalah milik keluarganya. Fatin merasa bersalah, karena ia tidak bertanya dulu perihal makanan untuk Bosnya.
Setelah menempuh perjalanan 15 menit, mereka pun sampai di klinik. Mereka masih harus antri satu pasien. Setelah itu nama Zaki dipanggil. Dokter pun memeriksa Zaki. Fatin menunggu di luar. 10 menit kemudian Zaki dan Haikal keluar.
"Bagaimana, Tuan?"
"Hem lumayan agak mending, dan ini dikasih obat."
"Tuan Zaki, sekali lagi saya mohon maaf. Saya tidak ada maksud membuat anda seperti ini."
"Nona, sepertinya Bos harus istirahat. Kami butuh hotel."
"Di galery ada kamar. Nanti biar Tuan Zaki istirahat saja di sana. Itu pun kalau Tuan Zaki berkenan."
"Bagaimana Kak?"
"Hem, boleh."
"Tak biasanya Kak Zaki mentolerir kesalahan anak buahnya." Batin Haikal.
Mereka pun kembali ke galery. Fatin duduk sambil meremas tangannya. Sangat kelihatan kalau ia merasa tidak enak. Zaki menyandarkan kepalanya ke kursi mobil. Ia memejamkan matanya. Nampak kulit lehernya yang merah. Melihat hal tersebut Fatin semakin merasa bersalah. Fatin sampai membuka google intuk mencari penyebab dan penyembuhan alergi jamur. Ternyata tidak ada cara menyembuhkan secara permanen melainkan mengobati saat alergi itu terjadi.
Mereka pun sudah sampai di galery.
"Kak, kita sudah sampai. Apa kamu kuat berjalan?"
"Aku hanya alergi, Haikal. Bukan pingsan."
Fatin menahan tawa melihat perdebatan mereka.
Saat berjalan, ia terlihat lemas.
Fatin mengantarkan Haikal dan Zaki ke kamarnya.
"Silahkan beristirahat Tuan. Maaf kamarnya tidak luas. Sudah ada kulkas mini jika anda ingin minum. Jika ada yang dibutuhkan, bisa panggil kami."
"Terima kasih, Nona." Ujar Haikal.
"Sama-sama."
Fatin kembali ke ruangannya.
"Mini lain kali kalau ada tamu tanyakan dulu makanan yang ia hindari atau makanan kesukaannya. Jangan sampai seperti kejadian tadi."
"Maaf Nona, saya juga tidak berpikir ke arah itu."
"Ya sudah, mereka sedang beristirahat di kamarku. Aku akan shalat Dhuhur."
"Baik Nona."
Di dalam galery tersebut juga ada Musholla berukuran tiga kali empat meter dengan tinggi stengah meter. Tentu saja Abi Tristan sangat memperhitungkan saat membangunnya.
Setelah shalat Dhuhur, Fatin kedatangan tamu. Ternyata tamunya adalah seorang MUA yang ingin memesan gaun pengantin muslimah.
"Maaf Kak, sebelumnya saya belum pernah membuat rancangan gaun pengantin."
"Ayolah, Mbak Salsa. Anda pasti bisa. Saya sangat ingin dirancang oleh anda. Saya berani bayar mahal."
"Baiklah, begini saja. Saya akan mencobanya. Nanti saya kabari, oke?"
"Oke Mbak Salsa, kami permisi dulu."
Setelah kepergian tamu itu, Fatin menyandarkan tubuhnya di kursi seraya memejamkan matanya.
Sedangkan di dalam kamar, Zaki beristirahat setelah meminum obatnya. Haikal keluar dari kamar itu, ia justru meninggalkan Zaki dan pergi entah ke mana.
Jam 4 sore Zaki terbangun. Ia tidak melihat Haikal berada di kamar tersebut. Zaki pun masuk ke kamar mandi untuk cuci muka. Setekah itu ia keluar kamar.
"Nona Mini apa anda melihat Haikal?"
"Eh Tuan Zaki, anda sudah bangun? Tuan Haikal tadi keluar bersama supir, katanya cuma sebentar."
"Anak itu, kebiasaan!"
"Ada yang bisa kami bantu Tuan?"
"Mana Nona Salsa."
"Nona masih shalat di Musholla, mungkin anda juga mau shalat?"
"Ah iya, terima kasih."
Zaki mengikuti Mini pergi ke Musholla. Dan ternyata di sana ia melihat Fatin sedang mengaji.
"Saya tinggal dulu, Tuan."
"Baik terima kasih."
"Sama-sama."
Zaki tetap berdiri di belakang Fatin. Ia terlena mendengar suara Fatin mengaji.
"Di tengah kesibukannya, ia bahkan tidak melupakan ibadahnya. Sosok yang sempurna. Gadis ini membuatku malu." Batin Zaki.
Ia seperti dihantam batu besar. Melihat Fatin, seperti ada yang mengusik hatinya. Ia terpanggil untuk mengambil wudhu'.
"Shadaqallahul'adzim..."
Fatin membuka mukenahnya. Saat akan turun dari Musholla, Fatin terkejut dengan adanya Zaki yang masih berdiri.
"Tuan Zaki, apa anda mau shalat?"
"Ah iya."
"Silahkan."
Zaki pun shalat Ashar. Setelah shalat Zaki merasakan kedamaian dalam hatinya. Zaki bukan tidak pernah shalat, tapi sejak kepergian sang Ayah, ia memang kerap meninggalkan shalat jika ia sibuk.
"Ya Allah, aku bahkan sering lalai meninggalkan perintahmu. Selama ini aku terlalu memikirkan dunia. Ampuni aku ya Allah. Aku ingin kembali ke jalan-Mu. Tuntun aku ya Allah." Do'a Zaki.
Setelah selesai shalat Zaki menelpon Haikal.
"Cepat kembali, ini sudah sangat sore. Galery akan tutup, Haikal."
Zaki duduk di sofa ruangan Fatin.
"Nona, kalau anda ingin pulang, silahkan! Saya bisa menunggu Haikal di luar."
"Oh tidak apa-apa, Tuan. Saya sudah memberitahu orang rumah, kalau saya pulangnya agak telat."
Tidak lama kemudian, ada panggilan video di handphone Zaki. Ia tidak bisa menolaknya, karena yang memanggil adalah Fania."
"Assalamu'alaikum Papi..."
"Wa'alaikum salam, sayang."
Hal tersebut mencuri perhatian Fatin. Secara otomatis Fatin bisa mendengarkan obrolan mereka.
"Papi.... Papi ke mana? Kok belum pulang?"
"Papi sedang di luar kota, ada kerjaan."
"Papi... tadi Mama marahin Fania."
"Kenapa, apa Fania nakal?"
"Fania makan es krim dua."
"Oh... itu berarti Mama sayang sama kamu. Takut kamu batuk dan sakit gigi kalau terlalu banyak makan es krim."
"Benar kata Abi, ternyata dia sudah punya anak.Tapi ternyata di balik sikap dinginnya, dia manis dan seorang hot daddy. Ups... kok aku malah memuji suami orang. Sadar Fatin.." Batin Fatin.
"Papi kapan pulang?"
"Nanti malam Papi pulang."
"Ya sudah, jangan lupa bawain Fania oleh-oleh dari luar kotanya."
"Ok sayang, sudah dulu ya. Assalamu'alaikum..."
"Wa'alaikum salam.."
Zaki menyimpan handphone-nya di kantong jasnya. Fatin masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Nona, apa anda baik-baik saja?"
"Oh iya, Tuan?"
"Kita turun saja, sebentar lagi Haikal sampai."
"Iya Tuan, mari.."
Zaki berjalan mendahului Fatin. Namun saat turun dari tangga, Fatin tidak fokus sehingga kakinya tergelincir dan ia hampir saja jatuh. Namun beruntung Zaki dengan sigap menahan tangannya.
"Nona..."
"Kakak..."
Ujar Haikal dan Mini bersamaan.
Zaki segera melepas tangannya.
Bersambung...
...****************...
Next yuk...