Jaysen Avshallom seorang pria tampan dan kaya raya yang menjadi buta akibat kecelakaan yang menimpanya. Tragedi itu terjadi di malam saat dia memergoki kekasihnya sedang berselingkuh. Dia berniat membalas dendam pada wanita yg membuat dunianya kini menjadi gelap.
Emily Vionetta yang baru tiba di bandara, di culik dan ditawan oleh orang tak dikenal. Ternyata mereka telah salah menangkap orang. Mereka mengira Emily adalah Eleanor saudari kembarnya. Dia terpaksa menjalani hari-hari menyakitkan dan ketakutan.
Ternyata Jaysen adalah dalang penculikannya. Tanpa dia sadari, perasaan cintanya tumbuh. Dia tahu kalau gadis itu bukan Eleanor. Dia tak ingin melepaskannya. Tapi demi balas dendamnya, dia menjebak Emily dalam pernikahan.
Hingga suatu hari Eleanor kembali dan menyesal. Dia ingin kembali pada Jaysen sehingga mengancam Emily. Akankah Eleanor berhasil merebut kembali Jaysen? Benarkah Jaysen buta atau hanya pura-pura buta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meta Janush, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11. SALAH PAHAM YANG BERLANJUT
“Brengsek kau Evan!” teriak Jaysen menendang Evan di bagian rusuknya sehingga membuat pria itu terbatuk dan berguling-guling kesakitan.
“Sudah berapa kali kukatakan padamu! Jangan pernah menyentuh milikku!” teriak Jaysen lagi penuh dengan amarah sambil melayangkan tendangan demi tendangan yang mengenai beberapa bagian rusuk.
“Jaysen!!!!!” teriak Harvey saat akhirnya dia tiba diruang kerja itu dan melihat putranya yang menendang Evan tanpa ampun. Harvey dan Deanna sama-sama terkejut melihat putra mereka yang seperti orang kesetanan menyerang Evan tanpa ampun. “Berhenti! Sudha cukup! Hentikan Jaysen!”
Jaysen terus saja menendang sepupunya seolah tak mendengar teriakan ayahnya. Dia kembali menendang dan menghantam Evan melampiaskan semua amarahnya yang semakin naik levelnya saat lawannya mulai memberikan balasan dengan memukul Jaysen.
“Kamu!” geram Jaysen yang memuntahkan darah dari luka dibibirnya.
“Hentikan Jaysen! Cukup!” Harvey pun terpaksa turun tangan untuk menghentikan perkelahian putra dan keponakannya itu.
Harvey menahan tangan putranya yang kesetanan yang siap untuk menghajar Evan lagi. “Hei! Apa yang kalian lakukan disitu? Bantu aku, cepat pegangi Jaysen!” bentak Harvey menatap tajam pelayan yang hanya berdiri didepan pintu ruang kerja menyaksikan kejadian itu.
Dua pelayan pria gelagapan tak tahu harus apa, mereka ketakutan tapi dengan terpaksa keduanya pun melangkah maju menghampiri Harvey yang sedang menahan Jaysen.
Kedua pelayan itupun membantu Harvey menahan putra semata wayangnya sedangkan pelayan lainnya menahan Evan yang berusaha untuk memberi pembalasan pada Jaysen.
“Lepaskan aku ayah! Biar kuhabisi si brengsek itu!” teriak Jaysen marah.
“Apa kamu sudah gila he? Dia sepupumu sendiri!”
“Persetan! Aku tidak peduli dia itu siapa! Aku harus menghabisinya!”
“Lepaskan aku! Aku harus memberi pelajaran pada laki-laki iblis jahanam itu! Dia perlu mengendalikan emosinya yang seperti binatang!” teriak Evan memarahi pelayan yang menahannya.
“Cukup Evan! Diam ditempatmu atau aku sendiri yang akan menghajarmu! Apa kamu kira aku akan diam saja melihatmu memukuli putraku hah?” teriak Harvey memarahi keponakannya itu.
Keributan masih terus saja berlanjut, mereka saling memaki dan mengumpat satu sama lain hingga akhirnya terdengar suara isak tangis yang membuat mereka berhenti mendadak. Suasana ruang kerja itu menjadi hening dan semua orang menoleh kearah datangnya suara.
“Ya Tuhan!” seru Deanna saat akhirnya dia melihat keberadaan Emily disana. Wanita paruh baya yang terlihat masih cantik di usianya itu segera berlari mengambil selimut yang teronggok dilantai lalu menghampiri gadis itu yang meringkuk gemetaran.
“Nak, kamu tidak apa-apa kan?” tanya Deanna dengan suara lembut, dia tertegun menatap sepasang mata berwarna abu-abu cerah sewaktu dia menyibakkan rambut Emily.
“Keluar kalian!” teriak Jaysen melepaskan kekangan ayah dan kedua pelayannya.
“Nak----” Harvey yang hendak bicara pada putranya namun menghentikan ucapannya saat dia melihat Jaysen mengeram dan menatapnya tajam. Dengan isyarat tangan dia menyuruh semua orang untuk keluar meninggalkan ruang kerja itu.
“Ayo Deanna!” Harvey mengajak istrinya dengan memegang kedua bahu istrinya yang masih berusaha untuk menenangkan Emily. Sekilas dia menoleh menatap tidak suka kearah gadis cantik itu.
“Tapi Harv---”
“Lebih baik kita keluar Deanna.”
Deanna masih menoleh beberapa kali saat dia berjalan menuju pintu ruang kerja sebelum akhirnya dia pergi keluar bersama suaminya. Dia merasa cemas saat pintu ruang kerja itu tertutup rapat, dia mengkhawatirkan nasib gadis yang berada didalam ruang kerja itu. Apakah gadis itu akan baik-baik saja dengan meninggalkannya berdua bersama putranya yang kejam itu?
“Ada apa Deanna? Kenapa wajahmu seperti itu?” tanya Harvey.
Kedua alisnya menyatu dan sepasang matanya menatap dan mengamati eskpresi wajah istrinya. Sejak mereka pulang dari rumah Jaysen, dia memperhatikan kalau istrinya itu terlihat termenung terus seolah ada beban yang sedang dipikirkannya. Deanna yang mendengar pertanyaan suaminya tak merespon dan hanya diam saja.
Bayangan wajah cantik dengan mata berwarna abu-abu itu terus saja memenuhi pikirannya. Dia tahu siapa gadis itu dan inilah yang membuatnya merasa heran. Ada perasaan lain didalam hatinya saat ini dan itu yang membuatnya merasa heran.
Sejak awal Deanna tidak menyukai Eleanor, boleh dibilang sejak pertama kali mereka bertemu. Deanna selalu merasa kalau Eleanor itu bukan pilihan tepat untuk Jaysen.
“Kenapa sekarang aku malah mencemaskannya? Aku seperti melihat orang yang berbeda tadi?” keluhnya Untuk pertama kalinya Deanna menaruh perhatian pada Eleanor. Apa karena tadi dia melihat bekas cekikan dileher gadis itu yang membuatnya jadi merasa kasihan?
Lagipula Eleanor yang ditemuinya tadi sangat jauh berbeda, warna matanya berbeda, wajahnya juga terlihat polos dan jujur. Sangat jauh berbeda dengan Eleanor yang dikenalnya dengan tatapan mata rubah licik.
Deanna ingat kalau warna mata Eleanor hitam tapi gadis yang berada diruang kerja putranya tadi memiliki mata berwarna abu-abu. “Wajahnya memang mirip tapi kesannya seperti orang lain.” gumam Deanna heran. Namun dia langsung menggelengkan kepalanya untukmenyadarkan diri. “Ah, bisa saja dia memakai softlens kan? Ck! Aku harusnya tidak perlu terbawa perasaan begini!”
‘Buat apa aku mencemaskan perempuan penggoda murahan seperti Eleanor itu?Toh gara-gara ulah perempuan itulah yang membuat Jaysen sampai kecelakaan dan sekarang mengalami kebutaan.
“Dasar perempuan murahan! Harusnya dia membayar ganti rugi atas kebutaan putraku! Dia memberikan satu kornea matanya untuk putraku. Setidaknya putraku masih bisa melihat walaupun hanya dengan satu mata saja. Ck!”
Sementara itu diruang kerjanya, Jaysen berdiri diam. Dia menajamkan pendengarannya dan mencoba memastikan kalau semua orang sudah pergi. Sudah tidak terdengar lagi adanya pergerakan. Satu-satunya suara yang bisa tertangkap telinganya adalah suara isakan gadis yang sedang bersamanya ini.
“Berhentilah menangis.” perintahnya, entah mengapa dia merasa gusar saat mendengar suara tangisan gadis itu. “Eleanor! Jangan menangis lagi!”
Emily langsung menggigit bibir demi menghentikan tangisannya tapi sesekali isakannya masih juga terdengar. Jaysen menghela napas lalu menjatuhkan dirinya duduk di samping Emilu membuat gadis itu kaget dan berusaha menjauhkan dirinya dari pria itu.
“Ele! Apa ada yang sakit? Apa tadi Evan menyakitimu?”
Satu tangan Jaysen terulur hendak menyentuh gadis yang dia pikir adalah Eleanor itu. Tapi belum sempat dia menyentuhnya, Emily sudah menjerit histeris ketakutan. “Jangan sentuh! Jangan sentuh! Kumohon jangan sentuh aku!”
“Ele, ini aku Jaysen bukan Evan! Apa kamu kira kalau aku akan menyakitimu?”
Emily menggeleng kuat-kuta, dengan penuh ketakutan dia memandang lelaki buta itu.
Dimatanya baik Jaysen maupun Eva sama saja, mereka berdua seperti serigala buas yang siap memangsanya kapan saja. “Pulang!” rintihnya mulai menangis lagi. “Tolong biarkan aku pulang.”
“Ele! Jangan becanda kamu! Apa kamu pikir aku akan melepaskanmu begitu saja? Hah! Setelah semua yang terjadi? Setelah apa yang kamu lakukan padaku? Tidak segampang itu Ele!”
“Memangnya kenapa? Apa salahku? Aku bahkan tidak mengenalmu! Aku baru pulang ke Indonesia dan aku tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya. Aku tidak paham apa salahku?”
“Salahmu? Kamu masih berani bertanya apa salahmu? Sudahlah jangan berpura-pura lagi sebagai orang lain Ele! Jangan akting seolah kamu itu amnesia!”
nyesel kan jaysen,
semoga akhrnya nanti bahagia