Aisyah, seorang istri yang selalu hidup dalam tekanan dari mertuanya, kini menghadapi tuduhan lebih menyakitkan—ia disebut mandul dan dianggap tak bisa memiliki keturunan.
mampukah aisyah menghadapi ini semua..?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon prettyaze, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
terlalu sakit
Ibu Farhan melanjutkan dengan suara tajam, "Aku tak pernah mengerti kenapa Farhan memilih seorang perempuan yang hanya sibuk dengan bunga-bunga daripada seseorang yang bisa benar-benar mendukungnya. Rania punya kecerdasan, koneksi, dan ambisi yang bisa membantu Farhan. Sedangkan kamu, Aisyah... apa yang sudah kamu lakukan untuknya?"
Aisyah terdiam, hatinya terasa semakin berat. Ia tidak ingin menjawab, karena apa pun yang dikatakannya hanya akan dianggap salah. Tatapan ibu Farhan begitu tajam, seolah ingin menusuk ke dalam dirinya dan menunjukkan bahwa ia tidak cukup baik untuk Farhan.
Rania tetap diam, tetapi senyumnya tidak bisa disembunyikan sepenuhnya. Ia menikmati bagaimana Aisyah terus-menerus dibandingkan dan diremehkan di depan semua orang. Perlahan, ia semakin yakin bahwa waktunya untuk menggantikan posisi Aisyah semakin dekat.
Farhan meremas sendoknya dengan kuat, mencoba menahan amarah. Ia tahu ibunya memang sering menyudutkan Aisyah, tetapi kali ini terasa lebih keterlaluan. Namun, sebelum ia sempat membela istrinya, ibu Farhan sudah kembali berbicara.
"Farhan, kamu harus mulai berpikir lebih jauh. Pernikahan bukan hanya soal cinta, tapi juga masa depan. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu."
Aisyah menarik napas dalam-dalam, menahan air mata yang hampir jatuh. Ia bertanya dalam hati, sampai kapan ia harus bertahan dalam situasi ini?
Di sebuah ruang tamu yang luas dan mewah, Aisyah duduk dengan tangan yang saling menggenggam erat di pangkuannya. Tatapan matanya kosong, berusaha menahan luka yang semakin dalam. Di hadapannya, ibu Farhan duduk dengan anggun, menyesap teh hangat dengan ekspresi yang tenang, tetapi setiap kata yang keluar dari mulutnya terasa seperti pisau yang mengiris hati Aisyah.
"Aku masih tidak mengerti, Aisyah," suara ibu Farhan terdengar begitu tajam. "Apa sebenarnya yang bisa kamu berikan untuk Farhan? Kamu hanya seorang perempuan biasa dengan kehidupan yang begitu sederhana. Tidak ada ambisi, tidak ada keinginan untuk berkembang. Apa kamu pikir itu cukup untuk mendampingi seseorang seperti Farhan?"
Aisyah menundukkan kepalanya. Dadanya terasa sesak, dan tenggorokannya seolah tersumbat. Ia ingin berbicara, ingin membela dirinya, tetapi kata-kata yang ingin ia ucapkan tak pernah bisa keluar.
Ibu Farhan menghela napas panjang seolah merasa iba, tetapi nada suaranya tetap dingin. "Kamu tidak bisa selamanya hidup dengan keyakinan bahwa cinta saja cukup. Dunia ini lebih kejam dari yang kamu pikirkan, Aisyah. Farhan butuh seseorang yang bisa membantunya bertahan, seseorang yang bisa berdiri sejajar dengannya."
Perlahan, Aisyah mengangkat wajahnya, matanya berkaca-kaca. "Saya selalu berusaha menjadi istri yang baik untuk Farhan, Bu. Saya mencintainya dengan sepenuh hati dan mendukungnya sebisa saya."
Ibu Farhan mendengus kecil, lalu meletakkan cangkir tehnya ke atas meja dengan bunyi yang terdengar nyaring di telinga Aisyah. "Cinta?" katanya dengan nada mencemooh. "Apa yang bisa dilakukan cinta tanpa kekuatan dan kedudukan? Kamu hanya bersembunyi di balik kata cinta, padahal kenyataannya kamu tidak bisa memberi apa pun untuk masa depan Farhan."
Aisyah merasakan hatinya remuk. Ucapan itu begitu menyakitkan, menusuk lebih dalam dari yang pernah ia bayangkan. Ia berusaha menahan air matanya, tetapi perlahan bulir-bulir bening itu jatuh di pipinya. Baginya, ini bukan hanya sekadar hinaan. ini adalah pukulan telak yang membuatnya bertanya-tanya apakah ia memang pantas berada di sisi Farhan.