Perjodohan adalah sesuatu yang Mazaya benci. Dari setiap novel yang ia baca, selalu saja pihak perempuan yang jadi sosok tertindas. Kadangkala ending cerita sang suami menjadi bucin. Kadang kala ada juga yang berakhir dengan perceraian dengan sang perempuan menikah lagi kemudian hidup bahagia dan laki-laki hidup dalam penyesalan.
Namun bagaimana bila Mazaya lah yang menjadi tokoh seperti dalam novel tersebut, terpaksa menikah karena perjodohan?
Apalagi setelah ia tahu, sosok yang dijodohkan dengan dirinya telah memiliki kekasih.
Sungguh, Mazaya tak ingin melewati proses jadi istri yang tertindas.
BIG NO!!!
Namun untuk ending, siapa yang tahu. Yang pasti, ia tak mau ditindas apalagi oleh sang pelakor meskipun dia adalah wanita yang suaminya cintai. Lalu bagaimana caranya agar ia tidak ditindas oleh pasangan sialan tersebut?
Makanya, yuk tap ❤️ untuk mengikuti cerita selengkapnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perkara Makan malam
Memasuki kamar, Gemilang disambut dengan harum parfum bercampur aroma sabun yang menguar ke seisi kamar. Di depan matanya, tampak Mazaya menoleh setelah meletakkan pakaian ganti untuknya. Tampaknya Mazaya telah mandi karena itu aroma harum itu begitu menusuk hidungnya.
"Eh, kau sudah pulang mas? Mau langsung mandi?" tanya Mazaya lembut membuat Gemilang reflek mengangguk.
"Ya, udah. Tuh pakaian ganti kamu." Ucap Mazaya. Lalu ia mengambil ponsel dan berjalan menuju ke luar kamar.
"Mau kemana?" tanya Gemilang.
"Mau nyantai di taman dekat kolam renang, kenapa?"
"Mau berenang?" Tanya Gemilang. Padahal ia tahu, jelas-jelas Mazaya telah mandi dan mengenakan pakaian santai, mana mungkin ia akan berenang. Mazaya juga sudah menyebutkan ingin bersantai di taman dekat kolam renang, tapi Gemilang seperti orang bodoh yang tidak mendengar secara keseluruhan kata-kata Mazaya.
"Mas nggak budek kan?"
"Apa? Kau mengatakan aku budek?" Mata Gemilang telah melotot.
"Nanya, mas, aku nanya. Is, kok mas kayak nggak konek gitu sih? Aku bilang apa, jawabnya apa. Apa mas sakit sampai nggak konek gitu?" Mazaya mendekat lalu menempelkan punggung tangannya di dahi Gemilang membuat darah laki-laki itu tiba-tiba berdesir dengan wajah memerah. "Nggak panas, tapi wajah mas kok merah. Wah, jangan-jangan mas sakit parah nih! Perlu aku panggilin dokter pribadi keluarga ini nggak mas? Aku khawatir ... "
"Khawatir apa?" sambar Gemilang sambil berusaha menahan debaran jantungnya.
"Khawatir usia mas nggak lama lagi. Masa' belum lama nikah udah menjanda sih. Mana masih perawan pula. Kalau dibuat novel, janda tapi perawan judulnya." ucap Mazaya dengan memasang mimik wajah polos.
"Kamu nyumpahin saya cepat mati?" sentak Gemilang kesal. Wajahnya kian memerah. Bila tadi wajahnya memerah karena sentuhan Mazaya, maka kali ini karena kesal atas perkataan istrinya itu.
"Siapa yang nyumpahin mas sih? Aku tuh khawatir tau. Ah, mas Elang nggak peka banget sama perhatian istri. Coba aja si Gila eh Carla itu yang ngomong, pasti mas bilang, uh perhatiannya kekasihku, cintaku, sayangku, aylopiyu," ucap Mazaya dengan bibir meliuk-liuk. Gemilang yang tadinya kesal kini mendadak ingin tertawa melihat tingkah istrinya.
Lantas Gemilang menjepit bibir Mazaya dengan jari-jarinya membuat wajah Mazaya kian terlihat lucu.
"Emmmm ... emmm ... "
"Aku nggak selebay itu yah. Lagipula kalaupun aku mati, aku nggak akan biarin kamu jadi janda tapi perawan. Enak aja orang yang dapetin kamu. Kalaupun ada yang berani deketin kamu ... " Gemilang menjeda ucapannya sambil mengeluarkan sesuatu dari balik jas bagian punggungnya dan memamerkannya di depan Mazaya yang telah membulatkan matanya, "akan aku pastikan dia menyusul ke neraka," imbuhnya membuat Mazaya bergidik ngeri.
"Ish, mas Elang, nggak usah pamer-pamer pistol ih." Omel Mazaya setelah Gemilang tidak menjepit bibirnya lagi.
"Kenapa? Takut?" ledek Gemilang.
"What? Takut? Sorry ya, tak ada yang Mazaya takuti kecuali Allah dan orang tua Zaya. Kalau cuma pistol mah, udah kayak mainan bagi Zaya." Ucap Mazaya pongah membuat Gemilang berdecih.
"Sok banget anak kecil."
"Ya, mas emang udah tua. Nggak pantas menjadi pasangan aku yang masih imut-imut ini."
"Lama-lama ngomong sama kamu ngeselin ya."
"Sama, ngomong sama mas itu super duper ngeselin dan nyebelin." Balas Mazaya tak mau mengalah. Setelah mengatakan itu, Mazaya pun segera berlari keluar meninggalkan Gemilang yang tanpa sadar mengembangkan senyumnya
Hari berganti malam, dari pekarangan rumah terdengar bunyi mesin mobil yang baru saja berhenti disusul suara bel rumah yang berbunyi hingga berulang kali. Lantas Mazaya meminta Rani membukakan pintu. Sore tadi Rani dan Ranti memang sengaja didatangkan Gemilang untuk membantu mengurus rumahnya sebelum mendatangkan maid baru untuk tambahan.
Tak lama kemudian, terdengar suara-suara asing di telinga Mazaya. Mereka tampak berbincang santai sambil berkelakar dan tertawa. Mazaya belum bisa menghampiri sebab ia masih sibuk menyiapkan makan malam.
"Hai kakak ipar. Wah, kebetulan nih, kami belum ada yang makan malam," celetuk Mada yang telah mendekati meja makan. Mazaya lantas membalikkan badannya menatap 3 orang yang tidak dikenalnya.
"Kalian ... "
"Perkenalkan, kami sahabat suamimu. Kalau aku Mada, yang itu Nugie, dan ini ... "
"Aya ... ? Kamu Aya kan? Aya, Mazaya Claudia? Aku benar kan?" Potong Jendra antusias. Bahkan kini ia sudah berdiri berhadap-hadapan dengan Mazaya yang sudah mengerutkan kening.
"Iya, aku Mazaya. Tapi ... bagaimana kau tahu nama panggilan ku yang satu itu? Setahuku, hanya ada beberapa orang yang memanggilku dengan nama itu." Ucap Mazaya penasaran.
"Astaga, akhirnya aku menemukanmu. Aya, ini aku, Jendra."
"Iya, Jendra. Apa kau sudah lupa padaku?"
Mazaya terkekeh salah tingkah, "maaf, aku benar-benar lupa. Kalau boleh tau, Jendra mana ya? Sorry banget, aku nggak inget sama sekali."
Jendra memberengut masam, "kau lupa padaku? Ah, betapa kejamnya dikau padaku, oh Ayaku. Tidakkah kau ingat masa-masa indah kita kala putih biru khususnya dimana aku menyatakan cintaku tepat di tengah-tengah lapangan basket dengan seikat bunga yang aku petik dari taman sekolah?" ucap Jendra mendramatisir dan sok puitis membuat Mada dan Nugie menganga lalu memasang wajah ingin muntah.
Mazaya mengerutkan keningnya, ia tampak sedang berpikir serius, mengingat-ingat momen yang disebutkan Jendra tersebut.
"Jendral kancil? Kamu Jendral kancil kan?" seru Mazaya dengan mata membulat dan ekspresi ceria.
"Ya, aku Jendral kancilmu. Oh Ayaku, aku senang bertemu kembali denganmu. I Miss you so ... "
Baru saja Jendra merentangkan kedua tangannya hendak memeluk tubuh Mazaya, tapi tiba-tiba ada sebuah tangan yang mencengkram kerah bajunya bagian belakang membuatnya tak bisa melangkah maju.
"Maju satu langkah lagi, aku tembak kedua kakimu hingga tak bisa berjalan lagi!" desis suara yang begitu Jendra kenali tepat di telinga kanannya membuat Jendra bergidik ngeri. Suara itu sudah seperti suara malaikat maut di telinga Jendra membuatnya menelan ludah kasar.
"Lang, loe nggak mungkin serius kan? Kita kan sa-sahabatan." Ucap Jendra terbata.
"Kita memang sahabat, tapi bukan berarti loe bisa main peluk bini gue. Atau loe mau gue kirim sekalian ke neraka, siapa tau di sana loe bisa ketemu banyak cewek dan salah satunya cinta pertama loe itu."
"Lang, loe nggak perlu susah payah kirim gue ke neraka buat nyariin cinta pertama gue, soalnya cinta pertama gue ada di sini. Tepat di hadapan gue." Ucap Jendra sambil memasang senyum lebar membuat Gemilang, Nugie, dan Mada saling tatap penuh arti.
"Jadi dia ... "
"Kau jangan macam-macam dengannya karena dia istriku. Takkan ku biarkan siapapun mengganggu ataupun menyentuhnya meski sehelai rambut pun." Tekan Gemilang penuh ketegasan membuat semua orang termasuk Mazaya membulatkan matanya.
"Katamu kau terpaksa menikahinya. Bagaimana kalau ... "
"Kau mau mati sekarang!" desis Gemilang dengan gigi bergemeluk.
Nugie dan Mada sudah panik melihat ekspresi wajah Gemilang yang begitu marah. Baru saja mereka hendak menghentikan kemarahan Gemilang hingga suara merdu Mazaya menginterupsi perdebatan mereka.
"Mau sampai kapan kalian berdebat? Aku udah lapar." Ucap Mazaya lembut cenderung manja membuat keempat laki-laki itu mengalihkan perhatian mereka pada Mazaya yang tampak begitu menggemaskan.
"Benar kata kakak ipar, bagaimana kalau kita makan dulu? Aku juga sudah lapar," celetuk Mada.
"Iya, Mada benar. Mari kita makan, aku pun sudah lapar," sambung Nugie.
"Siapa yang mengajak kalian makan, hah? Pulang sana. Semua makanan ini hanya untukku." Sentak Gemilang tak suka melihat teman-temannya ikut makan di rumahnya atau yang lebih tepat tidak suka teman-temannya ikut menikmati masakan Mazaya.
"Lang, loe kok tega banget sih? Jangan pelit-pelit lah, entar kuburan loe sempit, tahu rasa." Omel Mada kesal. Padahal cacing -cacing dalam perutnya sudah heboh meminta segera diisi. Apalagi melihat menu makan malam Gemilang yang begitu menggugah selera membuat jiwanya meronta-ronta ingin segera diisi.
"Udah, udah, yuk mas, dan yang lainnya, silahkan duduk. Kebetulan aku masak banyak jadi kalian bisa ikut makan semua," ucap Mazaya membuat Jendra, Mada, dan Nugie tersenyum lebar. Alhasil, dengan berat hati, Gemilang pun mengizinkan ketiga temannya ikut menikmati makan malam.
...***...
...HAPPY READING. 🥰🥰🥰...