Aira harus memilih di antara dua pilihan yang sangat berat. Di mana dia harus menikah dengan pria yang menjadi musuhnya, tapi sudah memiliki dirinya seutuhnya saat malam tidak dia sangka itu.
Atau dia harus menunggu sang calon suami yang terbaring koma saat akan menuju tempat pernikahan mereka. Kekasih yang sangat dia cintai, tapi ternyata memiliki masa lalu yang tidak dia sangka. Sang calon suami yang sudah memiliki anak dari hubungan terlarang dengan mantannya dulu.
"Kamu adalah milikku, Aira, kamu mau ataupun tidak mau. Walaupun kamu sangat membenciku, aku akan tetap menjadikan kamu milikku," ucap Addriano Pramana Smith dengan tegas.
Bagaimana kehidupan Aira jika Addriano bisa menjadikan Aira miliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
About Kue
Aira sedang membereskan beberapa barang-barang yang tidak diperlukan di sana.
"Aira, beli kuenya dunk." Sasa kakak kelas Aira yang berdiri di sana ingin membeli cupcake buatan Aira.
"Iya, Kak Sasa sebentar." Aira menunduk mencari box berukuran sedang untuk membungkus kuenya.
"Ini, Kak Sasa." Aira menyerahkan box berukuran sedang berwarna pink susu dengan dihiasi pita lucu pada Sasa.
"Makasi ya, Ai. Kue kamu tinggal sedikit, Ai. Semoga cepat habis setelah ini dan kamu bisa pulang. Aku lihat wajah kamu capek sekali."
"Iya, Kak. Aku tidak hanya capek badan, tapi juga hati. Aku ingin segera pulang."
"Capek hati sama siapa? Kekasih kamu? Hal itu wajar Aira. Ya sudah! Aku mau kembali ke ruang panitia."
"Makasi, Kak Sas." Aira tersenyum ramah dan Sasa pergi dari sana.
Aira melihat di atas mejanya box kuenya tidak ada lagi. Aira celingukan mencari sesuatu. "Box kecilnya apa habis ya?" Aira berdialog sendiri. Dia berjongkok mencari di bagian bawah meja standnya apa masih ada box tersisa di sana.
Tok ... Tok
Suara ketukan di atas meja Aira, dan seketika membuat Aira terkaget sampai kepalanya terbentur meja.
"Auw ...!" Serunya merasakan kesakitan. Dia masih berjongkok sambil mengusap-usap kepalanya yang sakit akibat terbentur meja.
"Kamu tidak apa-apa?" suara tanya seseorang yang juga berjongkok di sampingnya.
Mata mereka bertemu. Sepersekian detik mata mereka saling memandang hingga akhirnya Aira tersadar siapa orang yang ada di hadapannya.
"Kamu ngapain di sini?" tanya Aira yang mukanya sudah berubah kesal.
"Melihat kamu," jawab Addrian singkat.
"Minggir." Aira berdiri dan masih mengusap-usap kepalanya.
Addrian juga akhirnya ikut berdiri. "Jadi kamu yang menjual kue ini?" Addrian sekarang melihat beberapa macam kue yang masih tersisa di atas meja stand Bazaar Aira.
"Iya!" seru Aira kesal.
"Kalau begitu aku mau semuanya. Tolong bungkus ya, Aira," Devon menyeringai pada Aira yang malah membuat Aira kesal.
"Maaf, aku tidak menjualnya sama kamu!"
"Kenapa?" Tatap Addrian tajam.
Aira agak sedikit takut dengan tatapan itu, tatapan Addrian hampir mirip dengan tatapan saat Addrian memandangnya waktu itu. Hatinya seketika terpatri tidak berdaya.
"Ter-serah aku dunk! Ini, kan kue punya aku, terserah aku mau menjualnya dengan siapa!" Aira melihat Addrian kesal.
"Tapi kamu di sini, kan, untuk menjual kue ini, dan lagian aku sama seperti pembeli kamu lainnya. Apa ada yang beda antara aku dan pembeli kamu lainnya?"
Addrian mendekat, sangat dekat hingga tubuh Aira sampai menabrak meja dan dia tidak ada lagi tempat untuk mundur.
"Katakan? Apa yang membedakan aku dengan pembeli lainnya." Tangan Addrian menarik pinggang Aira didekatkan ke arahnya.
Napas Aira sangat cepat, di pikirannya terlintas bayangan ciuman Addrian waktu itu dan dia takut hal itu akan dilakukan Addrian lagi terhadapnya.
"Ba-baik! Kamu boleh membeli semuanya. Aku akan membungkusnya." Tangan Aira menempel pada dada Addrian.
Tertarik senyuman di sudut bibir Addrian, senyuman yang benar-benar sangat Aira benci. "Bagus!" Addrian melepaskan pelukan tangannya pada pinggang Aira.
Aira segera mencari kardus untuk mengemasnya dan memasukan ke dalam goodie bag, dan segera memberikan kepada Addrian.
"Berapa semuanya?" tanya Addrian.
"Bawa saja."
"Aku tidak suka menerima pemberian seseorang cuma-cuma, apalagi orang yang memberikannya tidak ikhlas." Mata Aira membelalak kesal mendengar ucapan Addrian.
Kedua orang itu saling menatap dengan kesalnya. Addrian mengeluarkan uang berwarna merah ada sekitar 5 lembar dan meletakkan di atas meja Aira. Dia tau Aira pasti tidak akan mau menerima uang pemberian darinya, jadi dia meletakkan di atas meja.
"Aku kan sudah bilang aku tidak mau menerima uang dari kamu, kalau kamu mau kue itu kamu boleh mengambilnya." Dengusnya kesal.
"Dan aku sudah bilang, kalau aku tidak akan mau menerima pemberian seseorang jika dia memberikannya tidak dengan ikhlas."
"Baiklah! Aku menerimanya, tapi uang yang kamu berikan terlalu banyak, harga kue ku tidak semahal itu." Aira mengambil uang itu dan mengembalikan beberapa lembar pada Addrian.
Addrian tidak menerima uang kembalian dari Aira, dia hanya melihat dingin pada uang itu. "Ambil saja, kamu, kan, menjual kue ini untuk acara amal. Jadi, masukkan saja uang itu sekalian."
"Memangnya devil seperti dia bisa punya hati." Gerutu Aira.
Addrian yang hendak melangkah pergi tiba-tiba langkahnya terhenti dia mendengar apa yang Aira katakan dan dia membalikkan badannya menghadap ke arah Aira.
Addria kembali berjalan mendekati gadis itu, menarik lengan Aira mendekatkan sekali lagi ke tubuhnya. "Apa kamu bilang tadi?" tanya Addrian dan Aira sangat terkejut karena wajah mereka sangat dekat, bahkan Aira bisa merasakan aroma wangi dari napas Addrian, walaupun pria itu tampak berkeringat.
"Apa maksud kamu?" tanya Aira pura-pura tidak tau apa yang ditanyakan oleh Addrian kepadanya.
"Siapa yang kamu sebut sebagai Devil? Aku bukan Devil seperti yang kamu pikirkan. Bahkan kamu tidak sadar ada devil sebenarnya yang dekat dengan kamu, yaitu Dewa-- tunangan yang kamu banggakan," Addrian menekankan ucapannya. Dia melepaskan Aira dengan kasar dan berjalan pergi dari sana.
Niana yang berpapasan dengan Addrian terkejut melihat ekspresi wajah Addrian yang terlihat sangat kesal.
"Ai, dia kenapa?" tanya Niana bingung. "Apa tadi dia mengganggu kamu lagi? Tapi kenapa malah wajah kalian berdua yang kesal?" Niana tampak heran.
"Dia benar-benar devil, Na! Kenapa dia selalu menjelek-jelekan tunangan aku mas Dewa?" ucap Aira kesal.
"Apa mungkin mereka kenal dan punya dendam masa lalu ya, Ai? Oleh sebab itu Addrian kesal."
"Aku tidak tau, dan aku tidak mau memperdulikan semua ucapan Addrian. Aku anggap saja dia devil gila atau hanya orang yang iri dengan Mas Dewa." Aira duduk dengan kesal.
"Ya sudah, sekarang kita pulang saja, lagian kue kita sudah habis dan kita ke Aula untuk mengisi laporan semuanya." Niana membereskan beberapa barang-barangnya yang ada di sana. Aira pun akhirnya mencoba meredam kekesalannya dengan mengingat calon suaminya akan datang.
Setelah selesai mengisi laporan, Aira dan Niana menyerahkan uang hasil penjualannya pada panitia acara. Di sana juga ada dua nenek lampir yang suka mencari masalah dengan Aira.
"Wah! Kue kamu habis ya, Ai? Uang yang kamu berikan banyak sekali."
"Iya, Allhamdulillah semua habis Kak Sasa. Aku juga senang banyak yang suka kue buatan aku dan Niana."
Tangan Niana menepuk pundak Aira. "Buatan kamu, Ai, aku hanya membantu saja."
"Buatan kita, Na." Aira tersenyum pada Niana.
"Ini sisa uang kalian. Kita hanya mengambil sepuluh persen saja dari hasil penjualan tiap bazar di sini." Aira melihat pada Niana yang juga bingung uang ini mau diambil atau tidak?