Larasati, gadis yang berasal dari kota kecil yang kabur dari kejaran para anak buah Tuan tanah. Menuju ke kota besar. Saat, ia tiba di kota besar itu, ketiga anak buah Tuan tanah masih mengejarnya. Ia pun panik, dan berlari menuju ke jalan raya yang cukup ramai. Tiba-tiba saja, sebuah mobil Ferarri yang melintas menabrak tubuhnya. Ia pun terjatuh dengan kepalanya yang mengeluarkan darah lalu hilang kedasaran.
Arkana Sudradjat, CEO muda anak cabang purasahaan Sudradjat Grup. Pria yang telah menabrak Larasati. Pria itu selalu bersikap dingin dan angkuh pada setiap orang, tapi berbeda dengan sikapnya pada Larasati.
Setelah tragedi kecelakaan itu, Arkana dan Larasati menjadi dekat. Bahkan mereka menjadi saling mencintai. Namun, Mama dari Arkana tidak menyetujui hubungan mereka. Bahkan, Mama Arkana telah menjodohkan Arkana dengan gadis pilihan.
Tentu, sebagai anak pembangkang. Arkana menolak mentah-mentah keinginan Mama nya itu. Membuat Mama nya semakin membenci Larasti.
Bukan tanpa alasan, ia memilih Larasati, karena cinta? itu tentu. Tapi juga ada hal lain yang ia tutupi dari semua orang. Larasati adalah gadis satu-satunya yang mau menerima dengan tulus keadaan dirinya yang tidak sempurna.
Sikap dingin dan angkuh yang selama ini Arkana tunjukan, hanya untuk menutupi kekurangannya agar tidak di ketahui oleh orang lain.
Tapi, berbeda dengan Larasati. Gadis yang baru ia kenal itu, dapat memahami dan mengerti keadaanya dalam proses waktu yang singkat!
Bagaimana kisah mereka? Akankah mereka dapat melewati semua rintangan yang ada? Dan menuju dalam kehidupan yang indah nan bahagia?
(Suami-ku CEO Impoten)
(Arkana & Larasati)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neng Syantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AROGANT & SOMBONG
Arkan yang di tatap seperti itu, menatap balik Erland. “Aku mau nikah!” timbal Arkan. Membuat Erland mendelik lebar.
“Seriusan! Sama siapa? Kok kamu gak pernah bilang?” tanya Erland dengan mata yang tak berkedip.
“Seriusan lah! Sama Laras, cewek yang aku tabrak waktu itu,” kata Arkan. Membuat mata Erland semakin melotot.
“Beuhh! Parah, aku jadi penasaran sama cewek yang namanya Laras itu,” kata Erland. “Kok bisa dia bikin kayu bakar macam kau berubah begitu cepat!” celetuk Erland.
Plak! Arkan menampar pipi Erland dengan keras.
“Auhh.. Kok nampar?” Seperti orang bodoh, Erland mrmrgangi pipinya yang terasa panas.
“Ada nyamuk,” kata Arkan sembari meringis kesal.
“Oh, nyamuk. Ku kira kamu sengaja karena kesal sama aku,” kata Erland dengan polos.
“Ahh! Aku pusing!” Arkan segera berjalan menuju kamar yang ada di dalam ruangan kerja nya itu. Ia mengunci pintu kamar itu dari dalam, meninggalkan Erland yang suka bodoh tiba-tiba.
Di dalam kamar itu, tampak Arkan mengubungi Laras. “Hai!” Arkan menyapa Laras yang terlihat di layar ponselnya.
“Kenapa?” tanya Laras melalui sambungan video call itu.
“Kangen,” celetuk Arkan.
“Serius, Ar,” kata Laras sembari menjauhkan layar ponselnya.
“Gini, nanti malam papa suruh aku bawa kamu ke rumah. Gimana menurut kamu?”
Laras begitu terkejut mendengar kata-kata Arkan. Ia berpikir negative, apakah papa Arkan meminta ia menjauhi Arkan karena pria itu jarang pulang. Begitu pikir Laras.
“Mau apa, Ar? Aku takut,” kata Laras.
“Jangan takut, ada aku. Lagian papa baik kok, dia pengen kenal kamu lebih deket. Katanya kalau cocok, mau di jadikan menantu,” ucap Arkan melebih-lebihkan.
“Kami serius?” pipi Laras bersemu merah.
“Ehemm.. Serius lah, ya udah. Kamu siap-siap, aku kesana sekarang,” kata Arkan. “Udah dulu, ya. Alapiuuu!”
“Huekkk!” Laras membalas perkataan Arkan dengan berpura-pura muntah.
“Kamu positif?” tanya Arkan sembari tersenyum manis pada Laras yang ada di seberang panggilan.
“Iya, positif keracunan candaan kamu,” kata Laras. Membuat Arkan terbahak-bahak. “Ya, udah. Sana matiin, aku mau mandi!”
“Oke, sayang.”
Arkan pun mematikan sambungan telpon itu, ia keluar dari dalam kamar itu. Dan ternyata, di dalam ruangannya masih ada Erland yang sedang duduk di sofa sembari mengupil.
“Astagfirullah, keluar sana. Jangan kotori ruangan kerjaku!” pekik Arkan pada Erland.
“Iya-iya. Ini juga mau keluar,” kata Erland sembari bangkit dari duduknya. Baru saja ia hendak keluar, tapi Arkan menghentikan langkahnya.
“Tunggu dulu!” cegah Arkan.
“Haiss, apa lagi? Kenapa firasatku mengatakan, akan ada hal buruk yang menimpaku?”
“Hari ini ada meeting gak?” tanya Arkan pada Erland yang menatapnya dengan tatapan menjengkelkan itu.
“Ada, kenapa?”
“Kalau gitu, kamu gantiin aku. Aku pergi dulu,” kata Arkan sembari keluar dengan gaya sok cold dari ruangan itu.
“Astaga, aku lagi,” gerutu Erland. “Hiks, ibu, ayah. Lihat lah nasibku ini, malang banget.”
“Selamat siang, tuan muda!” sapa Karyawan pada Arkan yang lewat di harapan mereka.
“Hmmm!” Cepat sekali seorang Arkan merubah expresinya. Jika sebelumnya ia bisa tertawa dan tersenyum lebar saat berbicara lewat telpon bersama Laras. Kini, ia telah berubah menjadi pria yang dingin dan juga sombong.
“Selamat siang, tuan!” sapa karyawan lain.
“Ya!” balas Arkan sembari terus berjalan meninggalkan perusahaan itu.
Tiba-tiba saja, seorang karyawan mencari masalah dengan dirinya.
Brak! Seorang karyawan yang sedang berjalan tergesa-gesa dengan setumpuk berkas yang ia bawa. Tiba-tiba saja menabrak Arkan yang sedang berjalan dengan ponsel yang ada di tangannya.
Prak! Ponsel Arkan jatuh terbanting di lantai gedung itu.
“Tu-tu-tuan muda Arkan, tolong maafkan saya. Saya tidak sengaja!” karyawan wanita itu ketakutan setengah mati setelah melihat orang yang ia tabrak adalah Arkan.
Karena ponselnya terjatuh, Arkan menatap karyawan itu dengn tatapan tajam. “Ambil!” perintah Arkan.
Dengan tangan gemetar, karyawan itu berlutut dan mengambil ponsel Arkan yang ada di lantai.
“Ada yang lecet?” tanya Arkan dengan nada datar dan dingin.
“Maafkan saya, tuan,” kata karyawan itu. Tangannya terus gemetar. Ia begitu takut Arkan akan menendangnya dari perusahaan itu.
“Kamu, panggilkan Erland!” perintah Arkan pada salah satu karyawan nya.
“Baik, tuan!” karyawan itu segera mengubungi Erland.
“Saya suruh panggil bukan telpon!”
“Iya, tuan!” Karyawan itu segera meletakan kembali gagang telpon yang ia genggam dan segera berlari menuju ruangan kerja Erland yang berada di lantai atas.
Ponsel Arkan yang ada di tangan karyawan itu tiba-tiba berdering. ‘Makmum' nama yang tertera di layar ponsel itu.
Arkan segera mengambil ponsel itu, dan mengangkat panggilan itu. “Hallo!”
“Hallo, aku mau nanya? Kamu suruh aku siap-siap tadi, mau kemana emang?” tanya Laras yang ada di seberang telpon.
“Ke kamar pengantin, sayang,” kata Arkan sembari tersenyum.
Mata seluruh karyawan yang melihat senyum itu, seketika membulat serentak. Baru pertama kali nya mereka melihat Arkan tersenyum, baik karyawan baru maupun karyawan lama.
“Bangke ihh, orang serius juga,” kata Laras.
“Hehe.. Iya, aku serius. Kita ke mall, kamu tunggu ya. Aku kesana sekarang,” kata Arkan. Ia pun segera mematikan sambungan telpon itu.
“Apa kalian lihat-lihat!” tegur Arkan, membuat semua karyawan terkejut dan spontan kembali mengerjakan pekerjaan masing-masing.
“Ada apa, Ar?” tanya Erland yang baru saja turun dari lantai atas gedung itu.
“Gak ada apa-apa, gak jadi.” Arkan memasukan ponselnya kedalam saku jasnya.
“Kamu, gaji kamu setiap bulannya di potong 5% selama setahun! Sekarang kembali bekerja!” perintah Arkan.
“Alhamdulillah ya allah, aku gak di pecat!” Karyawan itu tidak menyia-yiakan kesempatan. Ia segera membawa berkas-berkas nya dan pergi dari hadapan Arkan juga Erland.
Seluruh karyawan yang menyaksikan, di buat terkejut untuk kedua kalinya. Karena biasanya, Arkan tidak pernah main-main dengan ucapan nya. Tapi kali ini, setelah menerima telpon dari seseorang. Tiba-tiba saja, Arkan berubah.
.
.
.
“Jam berapa ini?” Laras melihat jam yang ada di ponselnya. Jam menujukan pukul setengah dua belas siang.
“Kenapa Papanya Arkan mau ketemu sama aku? Apa yang harus aku lakuin kalau ternyata papa dan mama Arkan gak suka sama aku,” kata Laras. “Kenapa perasaan ini begitu takut kehilangan Arkan? Kami kan baru aja kenal, lagi pula aku bukan siapa-siapa nya dia. Kenapa aku begitu takut dan perduli? Apa ini yang namanya cinta? Apa ini yang namanya suka?”
Laras duduk melamun di kursi rotan yang ada di ruang tamu kontrakan itu. Pikirannya tidak karuan, ia sibuk memikirkan kemungkinan yang akan terjadi. Ia begitu takut kehilangan sosok Arkan, ia tidak ingin Arkan jauh darinya. Meskipun ia tahu, bahwa Arkan bukan lah pria yang sempurna.
.
.
.
BERSAMBUNG!
semangat Thor..... makin kesini cerita nya makin seru....❤️❤️❤️
di bab ini sama persis dg cerita hidupku,,suamiku sama kyk arkan,sok pintar sok tahu sok berkuasa,,,tertipu abis abisan,,nangis di depan istri...sakit hati ak,,tp mau apa lg,,nasi sdh jd bubur
ini la enakny baca novel sdh tamat,,gak antri,,ehehehe
jngan dengarkan org sok tahu..
pepata mengatakan,,,anjing menggogong kapila berlalu,,💪💪💪🇮🇩