Punya tetangga tukang gosip sih sudah biasa bagi semua orang. Terus gimana ceritanya kalau punya tetangga duda ganteng mana tajir melintir lagi. Bukan cuma itu, duda yang satu ini punya seorang anak yang lucu dan gak kalah ganteng dari Bapaknya. Siapa sih yang gak merasa beruntung bisa bertetanggaan dengan duda yang satu ini?
Dan orang beruntung itu tak lain adalah Lisa. Anak kepala desa yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Ibu Kota. Pas pulang ke rumah, eh malah ketemu duda ganteng yang teryata tetangga barunya di desa. Tentu saja jiwa kewanitaannya meronta untuk bisa memiliki si tampan.
Penasaran gak sih apa yang bakal Lisa lakuin buat narik perhatian si duda tampan? Kalau penasaran, yuk simak ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eneng Tuh Lagi Kesel
Sepanjang mereka berlari, Lisa tidak bisa fokus karena ucapan Erkan beberapa menit yang lalu.
Ih... kenapa pake ngomong segala sih kalau mau nikah. Kalau mau nikah ya nikah aja, ngapain pake pemer ke aku. Ngeselin ih si Akang mah. Bikin hati hancur aja.
"Kakak."
Suara teriakan Rayden pun berhasil menarik Lisa dari lamunannya. Tapi tunggu! Kenapa suara anak itu lumayan jauh?
Sadar ada yang janggal, Lisa pun berbalik. Benar aja, Rayden sudah ketinggalan jauh darinya. Untung tidak ada yang menculik anak tampan itu.
Si kasep pun berlari mengejar Lisa.
"Kok Kakak ninggalin Ray sih? Tadi kan Ray bilang kalau Ray capek," keluh Rayden yang sudah ngos-ngosan.
Eh... kapan dia ngomong gitu? Kok aku gak denger sih?
"Itu... tadi Kakak gak dengar hehe. Minta maaf ya?" Lisa pun cuma bisa nyengir kuda.
Rayden mengangguk. "Ray mau duduk dulu, capek." Keluh anak itu menyeka keringat di keningnya. Wajar saja, mereka sudah mengelingi hampir setengah komplek. Dan Lisa gak sadar karena melamun.
"Ya udah yuk duduk di sana." Lisa pun menunjuk halaman depan rumah orang yang sengaja di tamami rumput negri.
Rayden pun setuju. Lalu keduanya pun duduk di sana.
"Haus."
"Gak boleh minum dulu, tunggu sampe detak jantungnya agak normal. Sabar ya?"
"Tapi Ray haus Kakak." Rengeknya sambil memegangi botol minum yang menggantung di lehernya.
"Sabar sebentar lagi. Emang Ray mau kecil-kecil punya penyakit jantung?"
Rayden pun langsung menggeleng.
"Sabar."
"Iya."
Cukup lama mereka duduk di sana sampai Lisa pun memperbolehkan Rayden minum.
"Kakak gak minum?"
Lisa menggeleng. "Gak cukup kalau air segitu mah. Kalau abis olah raga Kakak bisa abisin satu teko air."
Rayden pun manggut-manggut antara paham dan tidak.
"Oh iya, Ray. Emang bener ya Papa kamu mau nikah?"
Rayden menatap Lisa. Kemudian mengangguk. "Papa bilang mau nikah bulan depan."
"Hah? Bulan depan?" Kaget Lisa.
"Iya." Rayden mengangguk. Lisa tampak kecewa. Benar-benar tidak ada kesempatan sepertinya. Bahkan perihal memaksakan diri itu pun meluap begitu saja ke udara. Uh... kasian banget si Eneng.
Setelah itu Rayden pun meneguk lagi sisa air minumnya.
"Yah... habis air minumnya."
"Lah... baru setengah jalan udah habis."
Rayden terkikik sendiri. "Haus."
"Ya udah, gak usah lari habis ini. Kita jalan santai aja biar gak terlalu capek."
Rayden pun manggut-manggut. Lisa menatap wajah anak tampan itu begitu dalam. Ada rasa tidak rela jika wanita lain nantinya mencium pipi anak itu.
"Ray."
"Em?" Rayden melihat ke arah Lisa. Tatapan polos itu semakin menambah rasa tidak rela dalam hati Lisa.
"Nanti jangan lupa sama Kakak ya kalau udah punya Mama baru. Kakak sayang sama Ray." Lisa menarik Rayden supaya lebih dekat dengannya. Lalu mengusap kepala anak itu dengan lembut.
"Ray juga sayaaaaang banget sama Kakak. Habis Kakak cantik sih."
Lisa tertawa lucu. "Bisa aja kamu mah. Jadi makin sayang."
Rayden tersenyum begitu manis.
"Lanjut lagi yuk." Ajak Lisa saat matahari semakin hangat.
Rayden pun mengangguk. Lalu keduanya bangun dan melanjutkan perjalanan kembali.
Sesampainya di rumah Erkan, Lisa mengantar Rayden sampai pintu gerbang. "Sana masuk, jangan lupa mandi."
"Sudah pulang?" Suara bariton itu pun menyita perhatian Lisa. Sontak gadis itu terpaku saat melihat penampilan Erkan yang cukup membuat imannya goyah. Lelaki itu kelihatan tampan dengan balutan kemeja hitam dengan celana waran senada. Rambutnya yang tersisir rapi membuat pesonanya semakin memancar.
Duh... kalau gini mah mana bisa aku move on. Tuh lihat, ototnya meni nonjol kitu. Ya Allah, kuatkan hati ini untuk menerima kenyataan.
Erkan yang sadar akan tatapan Lisa padanya pun tersenyum tipis. Ia tahu tidak akan ada yang tahan dengan pesonanya. Sejak dulu juga seperti itu.
"Neng."
Lisa terkejut saat tiba-tiba tangan seseorang menepuk pundaknya. Lalu ia pun menoleh, ternyata Mamah.
"Lah... kok malah bengong. Dari tadi Mamah panggilin juga. Hayuk temenin Mamah ke pasar. Si Aa masih molor gak mau dibangunin."
"Nenek, Ray mau ikut." Rayden terlihat begitu antusias.
"Gak boleh, kamu belum mandi." Larang Erkan. Seketika wajah Rayden pun merengut.
"Gak papa atuh Ray ikut. Lagian cuma beli sayuran aja ke pasar. Hayuk kalau mau ikut." Jawab Mamah. Sedangkan Lisa masih bungkam.
Ada yang aneh.
"Neng, hayuk atuh buruan. Kok masih bengong, nanti kalau kesiangan sayurannya tinggal yang jelek-jelek."
"Hm." Dengan malas Lisa pun melangkah pulang.
Erkan yang melihat itu justru tersenyum geli.
Kena kan dia.
"Papa, Ray pergi ke pasar dulu. Dadah Papa." Rayden memberikan botol minumnya yang kosong pada Erkan.
"Mari Nak Erkan."
"Mari Buk."
"Hayuk." Mamah pun menuntun tangan Rayden. "Tunggu di sini aja."
Tidak lama dari itu Lisa keluar dengan motor metiknya.
"Kakak, Ray di depan ya?" Pinta Rayden yang langsung di jawab anggukan kecil oleh Lisa tanpa berniat menjawab. Dan dengan semangat Rayden naik di depan. Begitu pun dengan si Mamah yang langsung duduk di belakang.
"Mari Nak Erkan."
"Mari, Buk." Sahut Erkan.
Dan tanpa basa-basi Lisa langsung menancap gas. Erkan yang melihat itu justru tertawa renyah.
"Gemesin banget sih. Jadi pengen halalin. Tapi aku gak mau secepat itu, tar dia malah ke geeran lagi kalau aku suka sama dia." Erkan menggeleng, kemudian menutup pintu gerbang dan kembali masuk ke rumah.
Sesampainya di pasar, Lisa masih saja diam sambil mengekori sang Mamah belanja. Sedangkan si kecil Rayden ia pegang erat karena takut hilang.
"Neng, bantu pilih bawang nya?"
"Lagi males, Mah."
Mendengar itu Mamah pun langsung menoleh. "Lah... kamu teh kenapa sih? Dari tadi perasaan diam aja. Kesambet apa?"
"Ck, udah Mamah fokus aja milih sayurnya. Eneng tuh lagi kesel."
"Lah... kesel kuanon atuh Neng? Masak iya ujuk-ujuk kesel aja. Kayak mau ditingal nikah aja sama pacar, da pacar geh gak punya." Cerocos Mamah yang tidak sengaja menyenggol hati Lisa.
"Ih si Mamah mah." Lisa menyebikkan bibirnya karena kesal.
"Udah gak usah pake kesel-kesel. Buruan bantuan Mamah milihan bawang. Nanti keburu panas."
"Ish iya... iya... Eneng pilih sekarang." Dengan kesal Lisa melepas genggamana tangannya dari Rayden, mengambil kantong plastik dan memilih bawang dengan asal. Lagian bawang bawang bagus-bagus pake di pilihin segala.
"Si Eneng mah lucu banget sih?" Ujar si pedangan. Kemudian matanya menangkap sosok mungil Rayden. "Ya ampun, anaknya ganteng banget sih. Anak si Enengnya ya?"
Mendengar itu Lisa pun menatap Rayden yang terlihat kepanasan. "Iya, anak saya ini. Bapaknya kasep makanya anaknya juga kasep."
"Loh... kan Eneng juga geulis. Wajar sih anak na kasep."
"Hehe... makasih Buk."