Ellia Naresha seorang gadis kecil yang harus menjadi yatim piatu diusianya yang masih sangat muda. Setelah kepergian orang tuanya, Ellia menjalani masa kanak-kanaknya dengan penuh siksaan di tangan pamannya. Kehidupan gadis kecil itu akan mulai berubah semenjak ia melangkahkan kakinya di kediaman Adhitama.
Gavin Alvano Adhitama, satu-satunya pewaris keluarga Adhitama. Dia seorang yang sangat menuntut kesempurnaan. Perfeksionis. Dan akan melakukan segala cara agar apa yang diinginkannya benar-benar menjadi miliknya. Sampai hari-hari sempurnanya yang membosankan terasa lebih menarik semenjak Ellia masuk dalam hidupnya.
Cinta dan obsesi mengikat keduanya. Benang takdir yang sudah mengikat mereka lebih jauh dari itu akan segera terungkap.
Update tiap hari jam 08.00 dan 20.00 WIB ya😉🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berpisah
Sesaat setelah mengantar tamu masuk, Gavin mendapat telpon penting dari rekan bisnisnya. Ia meminta izin untuk menerima panggilan itu di luar. Di kejauhan ia melihat Ellia yang sedang berlari setelah memunguti uang yang di lempar Bisma sebelumnya. Gavin juga melihat saat Ellia terjatuh. Ia mengernyitkan dahinya tak suka.
Lagi-lagi secara impulsif Gavin berjalan mengikuti Ellia. Gavin mengira kalau gadis itu akan pulang, tapi ia melihat rumah kayu Ellia masih sepi. Akhirnya, Gavin berjalan lagi menyusuri hutan. Dan sampailah ia di depan rumah pohonnya.
Ia bisa melihat seorang gadis kecil tengah menangis. Gavin terdiam dan terus mengamati Ellia. Setelah suara tangis gadis itu sedikit mereda, barulah ia mendekat. Ellia mendongak, bisa ia lihat betapa kacaunya wajah gadis itu. Matanya merah dan sembab dengan sisa-sisa air mata di kedua pipinya.
Gavin terus memperhatikan Ellia yang terkejut melihat kedatangannya dan langsung buru-buru membersihkan anak tangga yang ia duduki sebelumnya. Keningnya semakin berkerut saat Ellia ingin pergi. Akhirnya, ia memerintahkan Ellia untuk mengikutinya masuk ke rumah pohon.
Di dalam, Gavin membuka laci dan menemukan kotak P3K yang memang ia sediakan di sana dan memberikannya pada Ellia. Gavin terus memperhatikan Ellia yang mengobati lukanya, sesekali bisa ia lihat Ellia meringis menahan perih saat obat itu mengenai lukanya.
Setelah Ellia mengobati lukanya, ia berdiri dan bergegas akan mulai membersihkan rumah pohon itu. Ia memang mengira kalau tuan mudanya itu ke sana karena ingin ia bekerja.
"Apa yang kamu lakukan?" Seru Gavin dengan tajam saat Ellia akan mengambil sapu.
"Saya mau bersih-bersih tuan. Bukankah anda meminta saya kemari untuk itu?" Tanya Ellia bingung.
"Jangan melakukan apapun yang tidak aku suruh! Dan jangan berlutut pada orang lain tanpa perintahku! Paham?!" Tanya Gavin dengan penuh penekanan. Ellia berusaha memahami perkataan Gavin, sepertinya tuan mudanya itu membahas kejadian tadi. Hal itu, malah membuat Ellia geram.
"Maafkan saya tuan muda. Hanya saja, jika saya tak melakukan itu. Saya akan mendapatkan masalah dan paman Yunuslah yang akan mendapat hukuman. Anda tidak akan pernah tau rasanya ada di posisi saya!" Jawab Ellia berani. Ntah dari mana keberanian itu muncul. Mungkin karena ia terlalu lelah hari itu. Gavin sendiri juga cukup terkejut mendengar bantahan Ellia itu.
"Memang aku tak akan pernah berada di posisimu. Aku juga tak akan membiarkan diriku berada di posisimu ... Tapi perlu kamu ingat, baik kamu ataupun pamanmu adalah bawahanku. Pekerjaku ... Jiks aku memerintahkanmu untuk jangan berlutut di depan orang lain. Itu berarti aku akan menjamin kalian aman jika mengikuti peritahku." Ucap Gavin penuh penekanan sambil berjalan mendekati Ellia. Ellia hanya terdiam mendengar perkataan Gavin.
"Paham?" Tanya Gavin tepat di depan Ellia. Melihat tatapan tajam dari Gavin, akhirnya Ellia mengangguk mengiyakan.
"Kalau sudah paham. Sekarang buang uang yang kamu pungut tadi." Perintah Gavin tegas.
Sebenernya, Ellia cukup sayang harus membuang uang terlepas bagaimana ia mendapatkannya tadi. Karena, ia tau seberapa berharganya mendapatkan uang itu. Namun, ia tak bisa membantah. Ellia bisa melihat kalau Gavin saat ini sangat serius. Akhirnya, Ellia membuang uang tadi di jendala dan membiarkan angin membawanya.
"Besok aku akan berangakat ke luar negeri. Saat aku tak berada di sini, ingat baik-baik perintahku tadi. Mengerti?!" Tanya Gavin sekali lagi.
"Baik, saya mengerti tuan muda." Jawab Ellia patuh.
Sebelum pergi, Gavin mengambil sebuah cek dari saku jasnya dan segera menuliskan sebuah nominal lalu tak lupa ia membubuhkan tanda tangan dan capnya di cek tersebut. Setelah itu, Gavin menyerahkannya pada Ellia yang masih mematung dan terus mengamati apa yang dilakukan Gavin tadi.
"Untuk apa ini tuan?" Tanya Ellia yang cukup terkejut melihat nominal di cek itu. Terlebih ia bingung kenapa Gavin memberikan cek itu padanya. Memangnya untuk apa cek dengan nominal sebesar itu.
"Gajimu membersihkan rumah pohon beberapa bulan ini. Aku bukan tuan jahat yang tak memberi upah untuk bawahannya." Jawab Gavin sembari berjalan ke arah pintu.
"Tapi tuan, bukankah ini terlalu banyak? Dan bukannya saya membersihkan rumah pohon ini sebagai hukuman?" Tanya Ellia keheranan. Gavin tak menjawan dan justru memberi isyarat pada Ellia untuk keluar, karena ia akan menutup pintu rumah pohon.
"Tuan muda .." Panggil Ellia yang masih besih keras meminta penjelasan pada Gavin. Namun, Gavin terlihat sama sekali tak berniat untuk menjelaskan. Setelah Ellia keluar, Gavin segera menutup rumah pohon dan berjalan pergi meninggalkan Ellia yang masih kebingungan.
"Tuan!!!" Seru Ellia geram melihat Gavin yang pergi meninggalkannya begitu saja. Ellia kembali menatap cek ditangannya dan mengingat perkataan Gavin tadi.
"Dasar tuan muda yang aneh." Gumam Ellia yang sedikit tersenyum sebelum memasukkan cek itu ke dalam sakunya. Barulah kemudian ia berjalan pulang ke rumah dengan perasaan yang sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.
Sama halnya dengan Gavin yang juga menyinggungkan senyum puas ketika meninggalkan Ellia. Setelah itu, ia segera mempercepat langkahnya untuk kembali ke rumah utama. Karena, makan malam akan segera di mulai.
...
Keesokan harinya semua pelayan dan pekerja mengantarkan kepergian Gavin. Semua berbaris rapi dari pintu rumah utama sampai ke halaman rumah. Tak terkecuali Ellia, karena mau tak mau sekarang ia adalah bagian dari Adhitama.
Tak lama kemudian keluarlah sang tokoh utama hari itu. Tuan muda mereka Gavin yang menggandeng tangan sang ibu. Nyonya Irene akan ikut mengantarkan Gavin ke bandara untuk melepas kepergian putra satu-satunya untuk menuntut ilmu di negara asing seorang diri.
"Selamat jalan tuan muda." Hormat semua pelayan saat Gavin berjalan menuju ke mobilnya. Mereka sedikit membungkukkan kepala dengan sopan.
Ellia juga terus menatap kepergian Gavin. Walaupun, ia merasa senang dan bebas. Karena, tak akan ada lagi yang mengganggunya. Namun, ntah kenapa ia juga merasa sedikit hampa.
Setelah Gavin dan nyonya Irene memasuki mobil. Di sanalah Gavin baru melihat Ellia. Tatapan mereka bertemu dan di sana ia melihat Ellia sedikit tersenyum.
"Kamu begitu bahagia melihatku pergi." Gumam Gavin melihat Ellia.
"Kamu mengatakan sesuatu sayang?" Tanya Irene karena tak mendengar jelas perkataan Gavin.
"Tidak ada apa-apa bu." Elak Gavin yang kembali fokus menghadap depan.
"Semoga anda selamat sampai tujuan tuan." Ucap pelayan sekali lagi sebelum mobil mulai melaju membawa Gavin pergi meninggalkan kediaman Adhitama.
Dan saat itulah terakhir Gavin menginjakkan kaki di keluarga Adhitama sampai beberapa tahun yang akan mendatang. Ia memang berencana untuk menetap di luar negeri sampai studynya selesai. Sekalian untuk mengurus semua keperluan pembukaan cabang baru dari perusahaannya.
Hari itu juga merupakan hari terakhir Gavin melihat sosok Ellia berusia 13 tahun dan terakhir kali juga bagi Ellia untuk melhat sosok Gavin yang berusia 18 tahun. Saat nanti mereka bertemu kembali, mereka akan menjadi sosok yang lebih dewasa.
.
.
.
Bersambung ...