Kehidupan bebas membuat Delilah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bersama Nayaka, kekasih yang selalu ia perlakukan buruk. Demi Delilah, Nayaka rela menerima setiap penghinaan serta pengkhianatan. Apa yang terjadi selanjutnya ? Apa cinta mereka bisa bersatu terlebih ada sosok pria yang Delilah cintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebahagian Delilah
Selesai acara itu, keluarga membahas tanggal pernikahan. Kedua belah pihak sepakat jika untuk mengadakan acara sakral tersebut empat bulan kemudian. Tentu saja ada banyak persiapan yang harus dilakukan. Kedua keluarga sama-sama terpandang. Pastinya ada banyak kolega yang harus hadir dipernikahan itu.
"Kita jalan bareng," kata Juno.
"Malam ini tidak bisa. Kau tidak lihat kakakku terus memperhatikanku?" ujar Delilah.
Juno memandang Reyhan, ia tersenyum dan menjadi salah tingkah. "Oke. Kita tunda sampai besok. Kau akan tinggal di rumahmu, kan?"
Delilah mengangguk. "Iya, hanya saat acara saja aku menginap di sini."
"Tanggal pernikahan kita sudah ditetapkan. Aku semakin tidak sabar menantikannya."
"Begitu juga aku."
"Bagaimana kalau kita ke taman belakang?" Juno tersenyum menyeringai.
Delilah mencubit perut sang kekasih. "Jangan nakal. Jaga sikapmu."
Pihak keluarga mempelai pria saling bersalaman dan berpelukan kepada keluarga Delilah. Acara sudah selesai, malam juga sudah larut. Waktunya mereka untuk kembali ke rumah.
"Oh, aku harus pulang," kata Juno.
"Telepon aku jika sudah sampai," ucap Delilah.
Juno mendaratkan kecupan di kening. "Tentu saja. Aku tidak bisa tidur tanpa mendengar suaramu."
Delilah memeluk kekasihnya. "Begitu juga aku."
Keduanya berbaur dengan keluarga. Saling mengucapkan kata selamat untuk kedua mempelai, lalu berpamitan pulang. Delilah melambaikan tangan kepada Juno sampai tunangannya itu masuk mobil dan berlalu.
"Selamat, Adikku sayang," ucap Reyhan.
"Terima kasih, Papa," kelakar Delilah.
"Aku Kakakmu."
"Cocoknya jadi papa."
"Selamat Delilah," ucap Ayyana dan Anthea. Si kembar buah hati Anna dan Reyhan.
"Terima kasih, Sayangku," balas Delilah.
Ayyana dan Anthea menjauh ketika Delilah ingin memeluknya. "Jangan bertingkah sebagai bibi kami."
Delilah tertawa. "Baik kakak-kakakku."
"Selamat untukmu, Del," ucap Kiano.
"Terima kasih. Setelah ini giliranmu. Kapan kau akan melamar kekasihmu?"
"Aku akan menikah setelah gadis kembar itu menikah tentunya," jawab Kiano.
Reyhan dan Anna tersenyum melihat keakraban adik serta anak-anaknya. Tidak terasa keempatnya sudah dewasa.
"Sekarang tinggal menunggu cucu-cucu kita lagi saja," cetus Reyhan.
"Aku tidak sabar untuk itu," sahut Anna.
*****
Nayaka kembali ke hotel setelah melewatkan jam makan malam. Ia merasa bersalah terlebih melihat wajah cemberut Kyomi. Bungkusan roti gandum serta botol mineral berserakan di lantai.
"Papa membawakanmu makanan. Bereskan kekacauan yang kau buat. Anak perempuan harus selalu rapi," kata Nayaka.
"Papa bilang kalau makan telat bisa membuat lambung sakit. Kyomi kelaparan dan hanya makan sisa bekal dari perjalanan saja."
"Tapi Kyomi masih bisa makan, kan?" tanya Nayaka.
Gadis kecil itu mengangguk. "Iya, roti itu cukup mengenyangkan."
"Bersyukur ada makanan yang masuk ke perutmu, Kyomi. Jangan bisanya hanya mengeluh."
Kyomi menunduk kemudian membereskan lantai marmer yang kotor. Dengan tangan kecilnya, ia pungut bungkus roti dan botol bekas air mineral.
"Kita memang tinggal di hotel, tetapi jangan sampai membuat kotor. Mereka bisa menyuruh kita menggantinya jika ada noda yang menempel. Harus tahu diri di mana kita berada meski kamar ini sudah kita sewa," tutur Nayaka.
"Janji tidak akan melakukannya lagi."
"Kyomi selalu berjanji, tetapi tidak pernah menepatinya," ucap Nayaka.
"Maaf, Papa. Kyomi salah," sesalnya.
Nayaka tersenyum kemudian merentangkan tangannya. Kyomi berlari untuk memeluk sang ayah. Sudah sebesar ini, tetapi Kyomi sudah mandiri. Semenjak tinggal di Paris, ia terbiasa ditinggal sendiri oleh Nayaka.
"Papa ingkar janji. Katanya ingin mengajak Kyomi jalan-jalan."
"Papa pergi melihat rumah setelah itu mencari sekolah yang terdekat untukmu."
"Kyomi sudah siapkan baju musim panas di sini. Kita harus buat cokelat sebagai hadiah perkenalan," kata Kyomi.
Nayaka tidak dapat menahan tawanya. Kyomi menganggap sekolah barunya akan sama dengan sekolah lama saat gadis kecil itu berada di Paris.
"Untuk cokelat kita akan membuatnya. Tapi di sini kau tidak bisa memakai baju musim panasmu. Sekolah di sini memakai seragam," kata Nayaka.
Kyomi menatap ayahnya bingung, lalu sejurus kemudian ia berkata, "Oke, kurasa itu bagus."
"Sekarang makan dulu. Papa juga harus menyiapkan berkas untuk keperluan pekerjaan."
Nayaka memberikan nasi kotak kepada Kyomi. Untuk makanan, lidah putrinya terbiasa akan masakan khas Indonesia. Kyomi bisa makan nasi dengan kuah yang berlemak meski anak itu lebih menyukai olahan roti.
Nayaka mengambil laptop miliknya, lalu membuka email masuk dan membacanya. Email itu sudah ia terima sebelum mereka kembali ke tanah air. Nayaka mengirimkan beberapa surat lamaran dulu sebelum ia kembali. Salah satunya ia mendapat tawaran sebagai staf di divisi pemasaran perusahaan Delano Jewerly.
"Besok, Kyomi tinggal sendiri enggak apa-apa, kan?" tanya Nayaka.
"Papa mau pergi tanpa Kyomi?"
"Papa harus membereskan rumah sewa sebelum kita tempati. Besok juga ada wawancara kerja secara langsung. Secepatnya Papa akan kembali. Untuk besok, kau boleh mengunakan ponsel."
Wajah Kyomi berubah cerah mendengar ucapan Nayaka. "Papa pergi saja. Kyomi akan jadi anak baik."
"Dasar anak-anak. Mendengar ponsel sudah begitu bersemangat."
Bersambung