“Jangan meremehkan seorang wanita, karena marahnya seorang wanita akan membawa kehancuran untukmu!”
~Alatha Senora Dominic~
🍁
Wanita yang kehadirannya tak diinginkan. Ia diabaikan, dikhianati bahkan hidupnya seolah tengah dipermainkan.
Satu persatu kenyataan terbuka seiring berjalanya waktu.
“Aku diam bukan berarti lemah! Berpuas dirilah kalian sebelum giliran aku yang membuat kalian diam.”
Kisah rumit keluarga dengan banyak konflik dan intrik yang mewarnai.
Simak kisah hidup seorang Alatha Senora Dominic di sini 💚
*
Mature Content.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei-Yin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 1 Sudah biasa
Brak!
Pintu kamar terbuka dengan sangat kasar hingga membuat Atha yang tengah membaca majalah terperanjat kaget.
Matanya menatap ke arah pintu, di sana berdiri suaminya dengan keadaan yang berantakan, kemeja yang kusut dengan dasi dan kancing yang tak beraturan.
“Kau sudah pulang J?”
Lelaki itu melempar tas kerjanya dengan kasar ke arah Atha.
“Matamu buta? Jika aku sudah berdiri di sini, itu artinya aku sudah pulang.”
“Iya.”
Ini masih pukul 04.00 sore, tidak biasanya Jeremy pulang bahkan saat matahari belum tenggelam. Namun Atha memilih tak bertanya, hidup bersama dengan Jeremy selama kurang dari satu tahun membuatnya tak banyak bicara karena melihat tempramen lelaki itu. Bahkan hanya sekadar untuk bernapas saja rasanya ia merasa sesak, hidupnya seolah dikendalikan oleh Jeremy.
Andai saja Atha bisa memilih, lebih baik ia mati daripada harus hidup bersama dengan lelaki kejam ini. Namun itu hanyalah seandainya. Kenyataannya, Tuhan memberinya umur yang panjang.
Sepanjang menikah dengan Faiz Jeremy Renner, Atha kehilangan kebebasannya, dunianya bahkan mimpi-mimpinya.
Atha yang dikenal ceria, periang dan banyak bicara sudah tidak ada lagi. Yang ada hanyalah Atha yang pendiam dan memiliki ketenangan yang luar biasa. Bahkan wanita itu terkadang tak terpengaruh oleh kemarahan seorang Jeremy. Ia hanya diam dan menerima apapun yang dilakukan Jeremy.
Atha tak memiliki hak untuk protes atau menyuarakan diri.
“Siapkan air hangat.”
“Aroma apa yang kau inginkan, J?”
“Lavender.”
“Tunggulah sebentar.”
Tiga puluh menit kemudian, Atha kembali ke kamar, dilihatnya Jeremy masih memejamkan mata dengan posisi yang masih kurang nyaman.
“Jeremy.”
Dengan pelan Atha menggoyang tubuh Jeremy. “Airnya sudah siap.”
Namun lelaki itu malah mendorong tubuh Atha dengan kasar. “Lama sekali! Apa saja yang kau lakukan di dalam sana ha?!” bentaknya dengan kasar.
Atha langsung bangkit, ia menatap manik mata suaminya sejenak, lalu melangkah pergi. Ia tak boleh terlihat lemah dihadapan lelaki jahat ini, tidak boleh!
Setelah menyiapkan baju untuk suaminya, Atha turun menuju dapur.
“Masak apa?”
“Tuan meminta menu Indonesia food, Nona.”
“Ah begitu, ya sudah lanjutkan saja. Panggil ke atas ketika makan malam sudah siap.”
“Baik.”
Setelah berbicara sedikit dengan pelayan, Atha kembali naik ke lantai dua dimana kamar utama berada.
“Darimana kau?”
“Dapur. Apa kau perlu sesuatu?”
“Buatkan aku kopi. Pahit, jangan manis.”
“Ya.”
Atha membawa kembali langkah kakinya untuk turun ke dapur, sebenarnya banyak pelayan yang ada di mansion ini, namun hanya Gina dan Arsy yang diizinkan naik ke lantai tiga.
“Anda butuh sesuatu, Nona? Kenapa tidak memanggil saya saja.”
“Tidak apa, Ars. Aku bisa membuatnya sendiri.”
Atha memberikan dua takaran kopi dalam dan satu sendok gula. Setelah selesai ia langsung membawanya ke kamar.
“Ini ....”
Atha menaruh secangkir kopi di atas meja, kemudian Jeremy mendekatinya.
Prang!
Jeremy melemparkan gelasnya ke arah kaki Atha.
“Kau mau membuat bibirku melepuh ya? Dasar wanita bodoh!”
Ck!
Kau sendiri yang bodoh Jeremy!
Sudah tahu kopi itu mengeluarkan uap, kenapa kau langsung meminumnya.
Bibir Atha ingin sekali menjawab, namun ia urungkan lagi. Bagaimanapun ia tak akan bisa melawan kerasnya seorang Faiz Jeremy Renner.
“Apa yang bisa kau lakukan sebenarnya?! Tak satupun pekerjaanmu ada yang beres.”
“Mungkin memuaskan mu salah satunya?”
Entah keberanian darimana, Atha menjawab makian Jeremy padanya. Tak ada raut apapun di wajah wanita itu, ia menjawab dengan datar dan tak kenal takut.
Plak!
“Rupanya kau sudah menunjukkan seberapa jalaangnya dirimu ini ...."
*
Terlihat Atha masih berdiam diri di ruang keluarga, televisi dengan layar besar menyala, namun mata Atha terlihat tak menatap ke arah sana.
Jam sudah menunjukkan pukul 11.00 malam, namun Atha masih setia duduk di sana dengan segelas wine yang menemaninya.
“Kenapa Anda tidak tidur, Nona?”
Itu suara pelayan Arsy, pelayan keluarga Dominic yang bekerja hanya untuk melayani Atha. Bahkan hingga Atha telah resmi menikah dan meninggalkan keluarga Dominic, pelayan itu masih setia mengikutinya.
“Tidak ada. Kenapa kau belum tidur, Ars?”
“Saya kebetulan haus ingin ke dapur. Anda menunggu Tuan?!”
“Tidak! Untuk apa aku menunggunya?”
Atha memang tidak mencintai Jeremy, namun wanita itu masih menaruh rasa hormatnya pada Jeremy sebagai suami.
Kebersamaan tak semena-mena membuatnya tertarik dengan suaminya. Baginya, untuk apa ada cinta jika hanya untuk disakiti?
“Jangan terlalu banyak minum, Nona. Jika Tuan Jeremy tahu, dia akan memukuli Anda lagi.”
“Bahkan aku berharap dia memukulku hingga mati.” Atha menjawab dengan pandangan kosong.
“Jangan katakan itu, Nona. Hidup hanya sekali, kenapa harus buru-buru mati? Saya tahu apa yang Anda rasakan, namun itu tidak bisa menjadikan alasan Anda untuk patah semangat.”
Atha menatap Arsy dengan tatapan sendu. “Aku ingin pulang, Arsy. Aku rindu Opa.”
“Kita bisa melakukannya, Nona.”
Atha menggeleng pelan. “Aku malas bertemu dengan Serin.”
“Lalu bagaimana caranya anda menemui Tuan besar jika anda tidak ingin pulang?”
“Bagaimana jika ke kantornya?”
“Bukan ide yang buruk. Asal Anda diizinkan oleh Tuan.”
“Kembalilah tidur, Ars. Aku akan masuk kamar.”
“Baik, Nona. Selamat malam.”
Atha kembali ke kamarnya setelah menghabiskan dua gelas wine, jika boleh jujur, ia benar-benar sangat tersiksa dengan hubungan yang mengatasnamakan pernikahan ini.
“Opa. Jika aku katakan, aku tidak bahagia, apa opa akan menyuruhku kembali? Aku tidak tahan lagi. Bukan hanya fisikku yang terluka, namun juga hati bahkan batinku.”
“Kenapa mama dan papa tega sekali menjodohkan aku dengan lelaki jahat ini, kenapa Opa?”
Dalam keheningan malam, Atha menumpahkan kesedihannya. Membayangkannya saja, ia tak mampu. Ia bagaikan hidup di dalam sangkar emas, namun dalamnya seperti neraka. Neraka yang merenggut dan menyiksanya secara perlahan.
*
“Jeremy,” panggil Atha lirih sambil memasang dasi suaminya.
“Apa?”
“Boleh aku mengunjungi Dominic Company? Aku ingin bertemu opa.”
Terlihat seperti Jeremy tengah memikirkan sesuatu sebelum menjawab, “Pergilah, tapi kau harus ditemani pengawal.”
“Aku tidak akan kabur, J.”
“Ya atau tidak sama sekali!” Menekan dengan tegas tak mau dibantah.
“Baik,” sahutnya memilih mengalah.
Lebih baik mengalah daripada harus berdebat dengan suaminya.
Setelah sarapan, suaminya berangkat, Atha kembali ke kamar untuk mengambil ponsel dan tas miliknya.
“Ars, aku akan pergi menemui opa.”
“Hati-hati, Nona.”
Ditemani dengan satu pengawal dan satu supir pribadi, Atha menuju ke tempat perusahaan keluarganya.
Dominic Company, perusahaan besar yang namanya sudah melalang buana, namun lebih besar perusahaan milik Jeremy tentu saja.
“Selamat datang, Nona.”
“Dimana opa?”
“Tuan belum datang, Anda bisa menunggu di ruangannya.”
Sekertaris tersebut mempersilahkan Atha masuk. “Anda ingin minum sesuatu, Nona?”
“Tidak Jodi, pergilah kerjakan tugasmu. Tak perlu memperdulikan aku di sini.”
Bukan karena Atha tidak ingin ditemani, namun ia tak ingin mengganggu pekerjaan lelaki yang dipanggil Jodi tersebut.
Setelah kepergian sekretaris tersebut, Atha kembali menunggu. Diam dan tenang adalah ciri khasnya.
“Ala!”
🍁
Bersambung...