Seorang Wanita yang berjuang bertahun-tahun menghadapi badai hidupnya sendirian, bukan sebuah keinginan tapi karena keterpaksaan demi nyawa dan orang yang di sayanginya.
Setiap hari harus menguatkan kaki, alat untuk berpijak menjalani kehidupan, bersikap waspada dan terkadang brutal adalah pertahanan dirinya.
Tak pernah membayangkan, bahwa di dalam perjalanan hidupnya, akan datang sosok laki-laki yang mampu melindungi dan mengeluarkannya dari gulungan badai yang tak pernah bisa dia hindari.
Salam Jangan lupa Bahagia
By Author Sinho
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sinho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
My LB-2
Hembusan nafas dalam terdengar, begitu tenang se tenang pemandangan malam yang terhampar di depannya saat ini, tak lama kemudian terasa sesuatu yang bergetar di saku celananya, Evan segera mengambil dan mengangkat panggilan.
"Halo Mom, ada apa?" Tanya nya.
"Dimana kamu sekarang sayang?" terdengar suara kekhawatiran seorang wanita.
"Aku ada di Jepang Mom, bukankah mommy sudah tau hal ini?"
"Ish, bukan itu, mommy hanya ingin memastikan kamu tidak sedang di dalam kamar bersama seorang wanita!" Seru sang mommy dan membuat Evan seketika tertawa.
"No mom, aku tidak segila itu akan hidupku"
"Baguslah, jaga dirimu baik-baik, jangan sampai kamu kelaparan dan membuat semua kekayaan orang tuamu ini tidak ada artinya lagi, gunakan juga kemampuan mu untuk membela diri jika ada yang ingin menyakiti"
"Siap Mom, jangan khawatir!" Evan menjawab sambil tertawa kembali.
"Satu lagi!"
"Iya?"
"Hindari wanita yang tidak baik, jangan macam-macam atau Mommy sendiri yang akan datang dan menghajar mu!"
Than tertawa kembali, dan seketika ponsel dimatikan setelah sang Mommy mengucap salam.
Alena dan Edward memberikan kebebasan kepada semua anak-anaknya, nyatanya mereka juga sangat pandai menjaga diri dan tak pernah membuat malu keluarga, paling hanya kabar miring yang tak berarti, yang terkadang di hembuskan oleh orang-orang yang ingin menjatuhkan.
Sebenarnya anak keduanya ini, yaitu Evan Eagle Nugraha sedikit berbeda dengan yang lain, bisa dibilang dia begitu menggoda dan mempesona untuk kalangan wanita, hingga terkadang membuat orang tuanya was-was.
Setelah puas melihat pemandangan malam danau nan tenang, Evan kembali ke sebuah tempat, sebuah Cafe dengan berbagai macam orang, dari pada diskotik, Evan lebih menyukai tempat itu, terasa lebih hidup dengan keadaan yang lebih aman.
Di negara itu minuman alkohol memang di legalkan, bahkan sudah menjadi kebiasaan orang-orang disana mengkonsumsinya, apalagi jika suhu di luar begitu dingin, tapi tidak bagi Evan, sedingin apapun tubuhnya, minuman itu tidak pernah dibiarkan masuk ke dalam tubuhnya.
Suasana sudah begitu ramai, begitulah Evan seketika tertawa lebar begitu senang, sebagai pribadi yang suka bergaul dengan banyak orang, tempat yang saat ini didatangi adalah pilihan yang paling tepat.
Bagi Evan bertemu dengan berbagai macam orang sungguh menyenangkan, dari mereka Evan banyak menggali hal positif tentang kehidupan walaupun tak sedikit dari mereka ada yang terjerumus dalam pergaulan yang salah.
Teriakan Dixon mengalihkan atensinya, dari banyaknya tatapan para wanita yang sengaja menggodanya.
Evan segera bergegas dan menyapa, duduk disamping Dixon yang sudah memesan beberapa makanan dan minuman.
"Oh my God, kenapa semakin hari semakin banyak wanita yang kekurangan uang?"
"Maksudmu?" Tanya Dixon, karena jelas disana hampir bisa di pastikan para wanita dari kalangan berada.
"Mereka tidak punya cukup uang untuk membeli kain, lihat saja baju mereka, hanya sebatas paha dan diatas payu-daranya saja"
Sontak semua laki-laki yang sudah berkumpul itu tertawa.
"Apa kau tidak penasaran dengan apa yang ada di dalamnya Ev?" Tanya satu laki-laki yang nampak sangat senang hari ini.
"Oh tentu saja John, hanya saja aku masih prihatin dengan mereka"
"Dasar!" Sahut John.
Kini tawa itu pecah kembali, diselingi dengan dentingan gelas sebelum mereka minum dengan bahagia.
"Hari ini begitu meriah, bahkan segala macam makanan ada diatas meja, apa ada hal besar sedang terjadi?" Tanya Evan.
"Tentu saja Ev, John baru saja menang judi" sahut Klein teman satunya lagi.
"Hei!, kau jangan membuka kartu buruk ku di depan Evan, klein!" Teriak John memperingatkan.
"Hentikan kebiasaan buruk mu itu John, kau akan menjadi gembel dijalanan kalau terus-terusan bermain dengan perjudian" sahut Evan.
"Omong kosong Ev, aku hanya mencobanya saja, dan Dewi keberuntungan selalu bersamaku"
"Bullshit, itu hanya cara setan menjerat mu" sahut Evan.
"Oke-oke, terserah padamu kawan" sahut John kemudian.
Dixon dan Klein masih mentertawakan John yang mati kutu saat berdebat dengan Evan, dengan kata lain mustahil untuk menang.
Malam yang panjang itu di lalui dengan berbagai percakapan, pertemanan mereka memang unik, tak membedakan kekayaan ataupun kasta yang ada, bahkan mereka tak peduli dari mana mereka semua berasal.
Evan yang tak pernah diketahui oleh mereka apa pekerjaannya dan dari keluarga mana, selalu di terima di manapun dirinya masuk dan berteman, Aura positif nya membuat nyaman di lingkaran pertemanan.
Dixon menatap sebuah tempat disana yang terlihat istimewa dan lain dari biasanya, tempat yang begitu eksklusif dengan beberapa pasangan yang tengah bercanda.
"Apa yang kau lihat Dixon?" Tanya Evan.
"Lihat mereka Ev, apa kau tidak ingin mempunyai kekasih dari kalangan mereka?"
Evan melihat keruangan yang di penuhi wanita-wanita cantik dan terlihat glamour, lalu kemudian terbit senyuman tipisnya.
"Mereka semua palsu, aku tidak suka barang palsu Dixon"
"Begitu kah?"
"Hem, jangan terkecoh dengan wanita seperti itu"
"Tapi mendapatkan satu wanita itu, akan menjamin kelangsungan hidup mu kedepannya Ev, percayalah mereka dari kalangan konglomerat dikota ini" sahut John.
"Tidak, kau ambil saja, aku tidak berminat"
Semua tertawa mendengar kalimat Evan barusan, seolah dirinya adalah raja yang bisa memilih wanita sesukanya, walaupun kenyataanya seorang Evan tak akan susah jika meminta satu wanita itu melemparkan tubuhnya untuk melayaninya.
Klein yang selalu penasaran akan sosok wanita yang di Idamkan oleh Evan langsung bertanya.
"Lalu, seperti apa wanita yang membuatmu berminat Ev?"
Evan mengambil gelasnya dan meminum air soda dingin yang seketika membuat tubuhnya terasa segar.
"Wanita yang bisa menggerakkan hatiku, memusatkan perhatianku dan membuat yang di bawah menegang!"
"Shitt!" Klein terkejut sekaligus tertawa akan jawaban Than, lalu melemparinya dengan tissue.
Sementara Dixon dan John terpingkal dan masih tertawa terbahak-bahak, begitulah Evan yang selalu bisa menjawab dengan random dan tanpa merasa bersalah.
Hingga keseruan mereka di kejutkan dengan sebuah kaca yang tiba-tiba pecah di hantam oleh seseorang.
Suasana Cafe seketika berubah menyeramkan, seorang wanita membawa tongkat baseball dan menghancurkan kaca ruangan eksekutif itu hingga terdengar suara teriakan ketakutan.
"Dasar baji-ngan!" Teriak wanita itu, lalu segera masuk dan melewati pecahan kaca, menuju ke sosok laki-laki yang terlihat ketakutan.
"Berikan Black cart ku sekarang juga, atau aku rontok kan semua gigimu!"
Laki-laki itu langsung menyerahkan dompetnya, dengan tangan yang gemetar dan terus waspada.
Tangan nan lentik tapi sungguh berbahaya, sekali pukul dengan tongkat baseball, bisa di bayangkan kepala laki-laki itu akan pecah seketika.
Dompet itu dilemparkan begitu keras mengenai kepala laki-laki itu hingga meringis, lalu kemudian sang wanita melemparkan tongkat baseball melayang memecahkan meja kaca hingga tak tersisa.
Lalu, pergi begitu saja.
Evan mengangkat satu alisnya, pertunjukkan yang sangat mengesankan, begitulah dalam hatinya berkata.
Mohon tidak lupa KOMENnya, LIKE, VOTE, HADIAH dan tonton IKLANNYA.
Bersambung.