NovelToon NovelToon
Suami Di Alam Mimpi

Suami Di Alam Mimpi

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Matabatin / Cinta Beda Dunia / Suami Hantu / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: ALNA SELVIATA

Asmara di dua dimensi, ternyata benar adanya.

Bukti nyata yang di alami Widuri. Perempuan berusia 19 tahun itu mengalami rentetan keanehan setiap hari. Widuri kerap kali mendengar bisikan-bisikan masa depan yang tepat sesuai peristiwa yang terjadi di depan mata.

Mimpi berulang kali yang bertemu dengan pria tampan, membawanya ke tempat yang asing namun menenangkan. Widuri asyik dengan kesendiriannya, bahkan ia selalu menanti malam hari untuk segera tidur, agar bertemu dengan sosok pria yang ia anggap kekasihnya itu.

Puncaknya, 6 bulan berturut-turut, kejadian aneh makin menggila. Sang Nenek merasakan jika Widuri sedang tidak baik-baik saja. Wanita berusia lanjut itu membawa cucunya ke dukun, dan ternyata Widuri sudah ...

Ikuti kisah Widuri bersama sosok pria nya ...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ALNA SELVIATA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2 Hari Sial

2010..

Perempuan muda berlari di hamparan ilalang setinggi pinggul. Tawanya lepas, menunggangi kebahagiaan yang tak dapat ia rasakan di dunianya. Dia bermain seperti anak kecil, merasakan hembusan angin sejuk, matahari saat itu tidak menampakkan cahayanya. Langit terlihat mendung, tapi tidak akan turun hujan. Cuaca juga tidak panas dan juga tidak dingin. Hanya kesejukan disana. Begitulah keadaan di tempat itu. Namun, pemandangan sangat indah. Siapa saja akan terlena, enggan kembali ke tempat semula.

 Dia terlihat sangat bahagia, melupakan beberapa momen menyedihkan yang menimpanya sejak kecil. Sesekali ia melambaikan tangan, menyeru sosok yang terus memperhatikannya dari jauh.

"Ayo sini!" Serunya. Namanya Widuri.

Sosok itu tersenyum lebar. Dia berlari kecil menghampiri wanitanya yang lebih dulu berjalan menuju ke pinggir danau.

"Hap!" Sosok pria itu menangkap pinggul Widuri.

 Dia mencium punggung Widuri yang hanya terbalut gaun putih motif bunga melati.

"Ah, bikin kaget saja!"

Pria itu hanya tertawa. Dia masih menyandarkan dagunya di bahu Widuri.

"Aku suka kamu tersenyum seperti ini, Widuri .."

"Hmm, Aku sangat bahagia, ini tempat seperti di negeri dongeng, apakah ini nyata?" tanya Widuri yang meminta jawaban pasti.

Pria itu tersenyum simpul. Dia membalikkan badan Widuri agar mereka saling bertatap wajah.

"Kamu sangat menyukai tempat ini?" tanya pria itu sekali lagi.

Widuri mengangguk keras. Anak rambutnya di terpa angin, terlihat mempesona.

"Ini bukan tempat mu, tapi kamu bisa aku bawa kesini diwaktu tertentu," kata pria itu dengan serius.

Widuri memasang wajah kebingungan. Dia juga menatap serius pria tampan dihadapannya.

"Jadi, ini apa?" tanya Widuri pelan.

Pria itu membelai rambut Widuri. Sentuhannya sangat lembut, bahkan seperti hembusan angin yang menyentuh setiap helai rambut Widuri.

"Aku sayang kamu, Widuri .." Suara bisikan terdengar lembut.

"Apakah kita pacaran?" tanya Widuri polos.

Usianya memang sudah sembilan belas tahun. Tetapi, Widuri tidak pernah terlalu dekat dengan pria lain. Setiap ada kali yang mendekat hanya sekedar suka. Entah mengapa, para pria itu tak berniat lanjut untuk sekedar menjalin hubungan.

Widuri merasakan geli disekitar lehernya. Widuri tersentak, dia bangun sebab mendengar suara neneknya membuka gorden kamar. Gegas ia bangun dengan mata mengerjap.

"Kenapa kamu ketawa sendiri? kamu mimpi Widuri?" tanya wanita usia lanjut itu.

Widuri celingak-celinguk. Dia mengedar pandangannya ke sekitar kamar. Hanya ada dia dan bantal-batal berserakan.

"Tidur lagi, nenek juga mau tidur." Kata Nenek Satia yang kembali menutup gorden.

Widuri masih termangu. Duduk dengan perasaan hampa. Ada sesuatu yang ia cari. Tepatnya, sesosok pria yang ada di mimpinya tadi. Widuri kehilangan semangat. Dia terus teringat dengan momen yang ada didalam mimpinya. Menatap kosong, pikirannya mengembara ke tempat yang ia lihat di mimpi.

"Seperti nyata, tapi itu hanya mimpi," gumamnya. Widuri menghembuskan nafas kasar.

Dia membaringkan diri. Terlentang menatap langit-langit rumah terbuat dari sisa kain yang di jahit Nenek Satia dijadikan plafon.

"Hanya mimpi, tapi kenapa sedihnya sampai kesini." Lirih Widuri seraya memegang dadanya.

Setiap malam Widuri bermimpi bertemu dengan pria itu. Momen sesaat, tetapi mampu membekas di hati dan pikiran Widuri sepanjang hari. Dia bahkan, merindukan malam agar segera tidur lalu bertemu dengan prianya.

"Sudah menjelang subuh, jika aku tidur lagi, akan lambat masuk kerja besok," gumamnya.

Widuri menahan mata agar tidak terlelap lagi. Besok jadwal kerjanya shif pagi. Jika memilih tidur hanya untuk melanjutkan mimpinya, tentu dia akan ketiduran. Widuri memilih untuk bangun menonton tv. Mengingat momen indah di tepi danau yang berkelebat di benaknya.

***

Sore hari, Widuri dan sepupunya berjalan ke kantin tempat kerja. Akan tetapi, langkahnya di hadang empat wanita yang bergaya ala korea.

 "Hei kampungan!" Seru perempuan berambut golden brown.

Widuri tetap berjalan, menarik tangan sepupunya. Namun langkahnya di cegat, kaki sepupu Widuri di tendang, nyari saja terjatuh ke got.

 "Akh!" Zaria memekik.

Widuri geram karena ulah kesengajaan wanita yang sejak lama sinis padanya itu. Widuri turut membalas, menendang keras tulang betis lawannya.

"Rasakan!" Cecar Widuri

"Enggak takut ya kamu!"

Perempuan berambut pirang itu maju selangkah. Namun Widuri tetap pasang badan.

"Aku tidak akan pernah takut! Kamu yang duluan menyakiti sepupu aku." Tangkas Widuri.

"Sialan!" Umpat lawannya. Rina.

Perempuan berambut pirang itu kembali melempari Widuri dengan botol air mineral yang masih tersegel. Tepat mengenai wajah Widuri.

"Auhk!" Widuri meringis. Dia tertunduk seraya mengusap area hidungnya. Lemparan wanita itu sangat keras.

"Kurang ajar kamu ya, sini!" Sepupu Widuri yang tadinya diam menarik paksa wanita itu hingga terjengkang.

Aksi jambak-menjambak dimulai, para pekerja di pabrik mengerumuni mereka. Sedangkan para staff melerai. Ketiganya dibawa ke kantor divisi untuk menyelesaikan masalah.

"Bikin malu! Kalian disini kerja, bukan untuk sok jagoan, kerja kalian aja enggak becus, belum capai target tapi terus berulah."

Ketiga perempuan itu diam sambil menunduk. Takut jika permasalahan ini menyebabkan mereka di pecat sebagai karyawan di pabrik kayu lapis.

"Jadi bagaimana? mau damai?" tanya kepala staff dengan nada tinggi.

Widuri melirik sepupunya, Zaria. Anggukan dilayangkan kepadanya, pertanda Zaria memilih damai daripada harus kehilangan pekerjaan. Sementara si Rina, perempuan berambut pirang itu tidak ikhlas. Dia masih menyimpan amarahnya, tetapi di sisi lain, Rina tidak ingin kehilangan pekerjaan. Rina janda beranak dua, perannya sebagai singel mom' harus mempertahankan pekerjaannya.

"Baik, Pak. Saya memilih damai," jawab Widuri.

Di susul Zaria. "Saya juga, Pak."

Rina mengepal geram. Acuh, tapi sorot mata kepala staff memelototinya agar ia juga ikut bersuara.

"Saya juga." Jawab Rina memutar mata malas. Ia bersikap demikian karena kepala staff itu masih keluarganya.

Mereka bertiga menandatangani surat pernyataan damai dan perjanjian agar tidak membuat onar lagi di kawasan perusahaan. Setelah tugas mereka selesai, semuanya kembali diminta untuk pulang. Sepotong hari kerja mereka tidak di bayar sebagai bentuk konsekuensi atas perbuatannya.

"Ini semua karena kamu kampung!" Gertak Rina yamg menyambar bahu Widuri dan Zaria.

"Aku tidak mau berkelahi lagi."

"Apa?! Sepupu bodoh mu ini kemarin boncengan dengan pacarku, kenapa kau mau merebut? hah?!" Rina menuduh sebab melihat Zaria di bonceng oleh Sarif.

"Tidak seperti yang kamu lihat. Sarif mengajakku karena dia mau bayar hutang di tetangga ku, kebetulan kami searah." Jelas Zaria yang sesuai fakta yang ada.

"Awas ya! Kalau kamu sampai genit-genit, aku akan menemui mu di luar!"

Rina berlalu dengan raut wajah marah. Dia keluar dari halaman pabrik mengendarai sepeda motornya. Widuri dan Zaria hanya geleng-geleng kepala. Tak ada cara lain selain sabar. Keduanya masih butuh pekerjaan untuk menunjang kelangsungan hidup mereka.

"Kita pulang, Yuk!" Ajak Widuri.

Mereka memanggil dua ojek untuk mengantar mereka pulang. Sampai saat ini keduanya belum bisa membeli sepeda motor. Untuk sekedar makan dan membiayai orang-orang terdekatnya, bagi Widuri dan Zaria sudah lebih dari cukup.

"Sudah sampai," ucap Widuri pada tukang ojek.

Zaria lebih dulu singgah di rumah neneknya. Sedangkan jarak rumah nenek widuri sekitar seratus meter lebih jauh.

"Pulang cepat, Nak? kamu sakit?" tanya Nenek Satia menggunakan bahasa daerah setempat.

"Tadi dipulangkan, ada kerusakan mesin, Nek." Widuri terpaksa berbohong agar neneknya tidak kepikiran.

Nenek Satia memperlihatkan kardus mie. Tapi didalam bukan isinya mie. Melainkan bahan makanan yang dikirim oleh Ibu kandung Widuri.

"Kiriman mama mu, tante Ira bawa, lebaran mama mu tidak bisa pulang." Nenek Satia menyampaikan pesan dari Ibunya Widuri.

"Oh, iya, Nek."

Hanya itu jawabannya. Singkat, tapi tetap terdengar kecewa. Widuri sudah terbiasa tanpa orang tuanya. Sejak kecil dia dan adiknya korban perceraian. Widuri sedih, tapi tidak ambil pusing sebab kedua orang tuanya sudah memiliki keluarga kecil masing-masing.

***

Suasana malam di desa itu sangat tenang. Hujan turun di sore tadi, bau tanah yang masih basah menyeruak di penciuman. Suara jangkrik terdengar agak bising, seolah sedang berpesta bagi kaumnya.

"Nenek udah tidur?" tanya Widuri menghampiri Neneknya yang berbaring di depan tv.

"Belum, Nak. Sini sama Nenek," ajak wanita berusia lanjut itu.

Widuri duduk berbaring di samping Neneknya. Menghirup aroma khas Mamak dari Ibunya. Hanya Widuri yang memilih setia mendampingi Neneknya. Semua keluarga sibuk di luar daerah. Mereka hanya sesekali menjenguk Nenek Satia di waktu lebaran saja.

"Tidurlah, besok kamu masuk kerja," kata Nenek Satia.

Widuri mengangguk lalu masuk ke kamar. Matanya memang sudah mengantuk, seharian membersihkan rumah menyebabkan badannya terasa sangat lelah.

"Ah, Nyaman nya .." Widuri merentangkan tangan berbaring di kasur.

Widuri merasakan ada hembusan angin dingin menyambar bahunya. Jendela kayu memang belum di kunci. Widuri beranjak menguncinya, namun sebelum itu dia memantau kehidupan malam di luar sana. Sepi dan hening. Cahaya remang lampu teras rumah tetangga tak dapat melawan gelapnya malam.

"Aku ingin tidur, apa yang akan terjadi ya?" gumam Widuri.

Entah mengapa, setiap malam, di menyisakan satu bantal, sejajar bantal kepala di sampingnya. Memberikan ruang kosong seolah akan ditiduri oleh seseorang. Widuri tidak punya alasan tepat mengapa melakukan hal itu. Dipikirannya merasa dia hanya melakukan karena ingin dan suka.

1
Sakura 💚🤍
bagus ceritanya luaarrrrr biasa
Sakura 💚🤍
lanjut Thor, jangan jangan author Widuri ya? Krn di ambil dr kisah nyata
Sakura 💚🤍: sini peluk kak🥰 aq menanti kelanjutan cerita nya thor
🌸ALNA SELVIATA🌸: Iya Sakura. Ini kisahku 2009.. Kalau ingat sedih😥 tapi sebagian bumbu cerita aja. Ini aku abadikan karena aku kangen sama dia. Mau dibilang halu tpi aku alami langsung😥demi Allah..
total 2 replies
Ayaaa_roarrr
Luar biasa
Sakura 💚🤍
lanjut Thor 😅
Thor apa di dunia nyata ada cerita seperti ini?
Sakura 💚🤍: AQ tunggu kelanjutan cerita nya ya thor
🌸ALNA SELVIATA🌸: gak kok, dia baik, hanya saja dulu aku sakit2tan karena energi terkuras. Sampai skrg masih nangis kalau ingat😭😭😭😭 kangen banget sama dia
total 4 replies
Emon Joer
bagus ... cerita nyata ... dibumbui dengan imajinasi Author... semangat Author..
Sakura 💚🤍
Thor ini daerah Sulawesi Selatan ya?
🌸ALNA SELVIATA🌸: iya...
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!