Menikah muda bukan pilihan Arumi karena ia masih ingin menyelesaikan kuliah yang tinggal selangkah lagi. Namun, pertemuannya dengan Adeline anak kecil di mana Arumi bekerja membuat keduanya jatuh hati. Adeline tidak mau perpisah dengan Arumi bahkan minta untuk menjadi ibunya. Menjadi ibu Adeline berarti Arumi harus menikah dengan Davin pemilik perusahaan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
"Anjani?" Arumi tersenyum menatap sahabatnya yang menggendong ransel kecil berjalan ke arahnya. "Kamu mau berangkat sekarang juga"
"Yayy... pengantin baru..." Anjani bukan menjawab pertanyaan Arumi tetapi justru berseru. Ia melirik bos Davin yang duduk di sebelah Arumi tanpa terpengaruh dengan seruanya.
"Kamu ditanya malah teriak, dilihat banyak orang itu! Memalukan" Arumi menoyor dahi Anjani yang hanya nyengir.
Anjani menutup mulut ketika memandangi sekeliling. Ia baru sadar jika mereka menoleh ke arahnya. "Lagian... gue sudah di sini loe pakai tanya. Coba gue lihat tiket dulu mudah-mudahan kita satu pesawat" Anjani ambil tiket lalu menunjukkan kepada Arumi.
"Oh iya, kita satu pesawat" Arumi melihat nomor tempat duduk. "Yaah... tapi kita duduk berjauhan An, kamu paling belakang" sesal Arumi.
Davin hanya geleng-geleng kepala, heran mendengar dua orang itu berisik seperti satu rt.
"Walaupun kita berdekatan juga nggak akan bisa ngobrol Rum, loe kan sudah punya dua satpam" Anjani terkikik lalu berbisik-bisik di telinga Arumi. "Rumi, gawang loe sudah dibobol Pak Davin belum" lanjut Anjani lalu tertawa tetapi kali ini mulutnya dia tutup.
"Ngawur" wajah Arumi memerah lalu melirik Davin yang sedang mantengin handphone.
"Hai, Adeline" Anjani mengusap pundak Adel yang tengah manja di lengan Arumi.
"Hai Ate... Sekalang Ate Lumi sudah menjadi Mama Adel. Telus, Adel panggil Mama" celoteh Adeline, memancarkan kebahagiaan.
"Alhamdulillah..." Anjani tersenyum.
Satu jam sudah mereka menunggu akhirnya pesawat pun datang, kemudian berangkat. Ketika naik tangga pesawat, Adel dituntun Anjani diikuti Arumi dengan Davin. Tidak banyak perbincangan pasutri itu hingga tiba di tempat duduk.
"Aku ke belakang ya, Rum" Anjani menunggu Arumi di samping tempat duduk lalu menyerahkan Adeline.
"Ya, sampai nanti"
Arumi memilih duduk dekat kaca, Adel tengah, lalu Davin di pinggir.
"Mudah-mudahan di Bandara Jakarta nanti kita sempat bertemu Mama sama Papa" Davin membuka percakapan.
"Loh, memang beliu mau kemana Pak?" Arumi bingung, padahal baru tiga hari yang lalu mertuanya pulang dari Semarang dan tidak pernah berbicara sesuatu kepada Arumi.
"Beliu pulang mendadak" Davin mengatakan jika sang Papa mendapat kabar bahwa oma Davin ibu kandung dari Xanders di negara A tengah sakit keras.
"Oh... semoga cepat sembuh, Pak"
"Aamiin..."
Satu jam kemudian di bandara Jakarta, Derman sudah menunggu di sana. Sementara Anjani memilih memesan taksi.
"Kamu nggak bareng kami An?" Arumi sebenarnya ingin mengajak Anjani bareng.
"Terimakasih Rum" Anjani jelas tidak mau numpang mobil bos, merasa ada jarak.
"Mama sama Papa sudah berangkat Der?" Tanya Davin berharap masih bisa bertemu kedua orangtuanya.
"Baru 10 menit yang lalu lepas landas Bos, makanya saya langsung ke sini"
"Yah, sayang sekali" sesal Davin lalu berdoa semoga kedua orangtuanya selamat sampai tujuan. Lalu minta Derman untuk melanjutkan perjalanan.
Sampai tujuan, Derman membawa koper ke kamar Bos diikuti Davin, Arumi dan juga Adel.
Di rumah mewah itu Arumi mengucap bismillah. Semoga dia bisa menjalani hari-hari nya yang baru berjalan sesuai harapan. Yakni, hidup bahagia bersama anak sambung dan pria yang baru tiga hari ini menjadi suaminya.
"Ate nggak boleh ke kamar Papa" cegah Adel ketika Arumi hendak mengikuti Davin.
"Adel sama Mbak Yanti dulu ya" Davin tentu ingin menunjukkan kamar pada Arumi untuk yang pertama kali.
"Sama Mama saja" Adel tetap dalam pendirian.
"Biar saja Pak, nanti saya menyusul" Di hati Arumi juga memilih ke kamar Adel lebih dulu, karena masih ragu-ragu untuk masuk ke kamar Davin entah mengapa.
Davin tidak berkata-kata lagi lalu meninggalkan Arumi dengan Adel.
"Selamat datang Non" ucap bibi yang sudah seusia mbok , dan yang satu lagi masih muda bernama Yanti menyambut kedatangan Arumi dengan ramah.
"Terimakasih Bi, Mbak" Arumi membalas senyum dua art itu.
"Mama ke kamal Adel yuk" Adel menarik tangan Arumi, ia pikir Arumi hanya miliknya seorang.
"Waah... kamar Adel bagus sekali" Arumi memindai sekeliling kamar terdapat dua tempat tidur, yang satu dipasang spray biasa dan yang satu lagi spray bergambar boneka tentu saja tempat tidur Adel.
"Ini tempat tidur siapa?" Arumi ingin tahu karena Adel tidak punya kakak.
"Ini tempat tidul Papa Ma, telus yang ini punya Adel"
Arumi hanya mengangguk-angguk. "Perhatian juga pria itu" Arumi membatin. Sebab Davin tidak membiarkan Adel tidur ditemani art.
"Mama, aku bisa menggambal pelangi" Adeline membawa buku gambar menunjukkan pada Arumi.
"Bagus sekali" Arumi memandangi gambar warna warni itu sudah cukup bagus untuk anak seusia Adel. Adel juga bertanya tentang pelangi dan hujan. Arumi menceritakan dengan kata-kata yang mudah diserap anak-anak, seperti mendongeng sambil tiduran. Hingga tidak ada pertanyaan lagi dari Adel, Arumi menoleh rupanya anak itu sampai ketiduran.
"Sebaiknya aku ke kamar pria itu" Arumi meninggalkan Adel, mau tidak mau ia harus belajar berdekatan dengan Davin walaupun perlakuan pria itu sungguh menyebalkan. Tiba di depan pintu kamar Davin, Arumi berhenti. Masuk tidak? Masuk tidak? Hatinya bergemuruh.
"Mau apa kamu berdiri di situ?" Pertanyaan sinis muncul dari belakang.
Arumi menoleh ke belakang, bingung sekali dengan sikap Malika yang tidak pernah bersahabat dengannya, padahal selama ini Arumi tidak pernah punya salah. "Mbak Malika" Arumi tetap menyapa sopan.
"Kamu boleh senang karena Davin memilih kamu, tapi asal kamu tahu Rumi. Kamu tidak akan mendapatkan cinta Davin untuk selamanya" sinis Malika entah apa yang ia maksud. Malika lantas melengos pergi masuk ke kamar sebelah.
"Ya Allah... semoga wanita ini bukan pengganggu dalam rumah tanggaku" Arumi Istigfar, setiap kali masuk ke rumah ini, selalu saja dimusuhi Malika.
Arumi memberanikan diri mencengkeram handle pintu hingga terbuka lalu masuk ke kamar luas itu. "Pak" panggil Arumi tetapi tidak ada sahutan, sepertinya kamar ini kosong. Namun, Arumi melanjutkan perjalanan tanpa menutup pintu, mengerling ke seluruh kamar. Tembok di cat abu-abu muda itu menandakan bahwa Davin adalah pribadi yang sederhana walapun konglomerat.
Arumi meletakkan bokongnya di kursi sofa sambil menunggu Davin, karena sudah berjanji ingin menyusul. Di luar kamar pun tidak ada yang bisa Arumi lakukan, satu-satunya anak yang membuatnya senang tengah tidur.
Arumi bersandar di sofa, tatapan matanya tertuju ke bawah meja. Nampak Album tebal menyita perhatiannya. "Kalau aku melihatnya lancang tidak ya" gumamnya, tapi rasa penasaran mengalahkan segalanya. Arumi pun ambil album yang sangat terawat tidak ada debu sedikitpun.
Arumi membuka lembar pertama nampak 4 foto pria yang tidak lain adalah Davin dengan seorang wanita, setiap caption sangat romantis. "Wanita ini pasti istri Davin" Arumi kagum menatap wajah wanita itu sangat cantik dan tersenyum lebar. Tidak diragukan lagi jika wanita itu berasal dari satu negeri dengan Davin.
Lembar kedua, foto perkawinan mewah yang tak kalah romantis dan memancarkan kebahagiaan bagi keduanya. Tiba-tiba saja ada rasa iri di hati Arumi.
Tak tak tak.
Brak!
Album yang Arumi pegang pun jatuh ketika mendengar langkah kaki masuk ke kamar.
...~Bersambung~...