bagaimana jika anak kembar di perlakukan berbeda? satu di sayang bagai ratu dan satu lagi di perlakukan layaknya babu.
perjuangan Alana di tengah keluarga yang sama sekali tak pernah menganggap nya ada, ingin pergi namun kakinya terlalu berat untuk melangkah. Alana yang teramat sangat menyayangi ayahnya yang begitu kejam dan tega padanya, mampukah Alana bertahan hingga akhir? akankah Alana mendapat imbalan dari sabar dan tabah dirinya sejauh ini?
cerita ini hanya fiktif belaka ya, kalo ada yang namanya sama atau tempat dan ceritanya itu hanya kebetulan, selamat membaca😊❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alana 2
seperti biasa Alana datang saat setengah menit akan di mulai upacara, tak punya banyak waktu Alana menitipkan tasnya pada pak satpam Parjo, tempat biasa dia menitipkan tasnya. pak Parjo pun tak keberatan, selama tidak benar-benar telat.
"woi.. telat lagi lu? anak pembantu kayak lu hobby banget telat" tiba-tiba Dipta menyapa Alana yang berjalan menuju lapangan
seperti biasa juga, Alana tak akan menggubris nya, ya.. Alana memang di anggap anak pembantu dari rumah besar milik keluarga Ardinata. pasalnya jangankan ayahnya, bahkan ketiga kakaknya dan Aluna pun tak pernah angkat bicara untuk identitasnya. Kunan bahkan mengatakan pada publik jika dia hanya memiliki seorang putri, putri bungsu kesayangan mereka, ALUNA NAVIERA. meski nama mereka mirip namun para siswa dan guru menganggap jika Alana sedang mencuri nama Aluna demi bisa di anggap berasal dari keluarga kaya. Lana tak pernah peduli dengan omongan mereka, dia tau jika dia mendengarkan ucapan mereka rasa sakitnya tak akan ada yang peduli
hanya satu orang yang tulus sayang padanya, namanya Jinan, teman sebangku yang juga menjadi sahabatnya. beruntung Lana memiliki seorang teman bak malaikat, tapi untuk urusan keluarga Lana memang tak pernah melibatkan siapapun, bahkan Jinan tak pernah di beri taunya, Jinan tau kebenarannya namun tetap diam dan berpura-pura tak tau, bukan apa Jinan tau Lana tak suka orang lain mengetahui apapun tetang pribadinya
"apaan sih lu, awas sana jauh-jauh! sumpek tau liat virus pagi-pagi!" sahut Jinan yang mendorong Dipta menjauh,
"Na, tas lo mana?" tanya Jinan celingak celinguk
"tuh, pak Parjo" jawab Lana menunjuk menggunakan dagu
"kebiasaan deh, udah gue bilang gue bisa jemput lo Alana.. ngapain sih masih jalan kaki!" marah Jinan, Jinan tau Alana jalan kaki, seperti biasanya
"gak perlu, jalan kaki itu sehat" jawab Lana enteng, walau terkadang dia mengeluh karena harus berlari sejauh itu
sudah setengah tahun mereka sekolah di sini, di SMA GARUDA, SMA elit yang di penuhi banyak anak Sultan dari penjuru kota. Lana masuk ketempat ini juga karena Beasiswa, beruntungnya Alana karena tak harus mendapat ocehan pahit ayah dan abang-abangnya saat harus melanjutkan sekolah
.
pelajaran pertama di mulai, yang mengajar pagi ini adalah pak Mika, guru tampan yang di sukai banyak siswa. selain tampan pak Mika juga masih muda dan perjaka, senyumnya selalu di dambakan anak didiknya terutama siswi-siswi centil yang tak pernah lepas dari barang-barang branded
"Nan, ingetin gue ya, kalo pelajaran selesai nanti gue mau balikin pulpen pak Mika" bisik Lana
"lo minjem pulpen pak mika?" tanya Jinan mengernyit
"bukan gue, tapi Luna" jawab Lana masih berbisik, Jinan hanya manggut-manggut mengerti. siapa yang tidak tau jika pak Mika memang selalu perhatian pada Aluna, tak sedikit siswi iri pada kecantikan Luna
jam istirahat tiba, Lana juga sudah mengembalikan pulpen pak Mika, namun seperti biasa apapun yang Lana lakukan akan menjadi topik baru dari gosip harian para siswa. kali ini karena Lana yang memberikan pulpen pada pak Mika, gosip yang menyebar cukup populer, Lana ingin merebut perhatian pak Mika, selama ini Lana cemburu pada Luna. tak ada tenaga bagi Lana menjelaskan toh juga mereka tak akan mendengarkan, tapi Jinan berbeda dia cukup risih dengan Gosip yang setiap hari berbeda namun tentang satu orang saja
Lana duduk di kursi dalam perpustakaan, membaca beberapa buku penting yang akan dijumpainya saat ujian nanti. Jinan pun sama, namun Jinan tak terlalu suka membaca jadi dia hanya menolak balik buku saja menemani Lana disana,
"Na, lo kerja kan siang ini? gue ke tempat kerja lo ya? boleh yaa..? please.." rengek Jinan dengan suara pelan
"ngapain? gue gak ada waktu buat ladenin lo ya, gue sibuk" tolak Lana
"njir, gue kesana juga gak bakal jadi beban lo kali, boleh ya?" Jinan masih berusaha membujuk
"terserah lo deh Nan, lagian lo ngapain si kesana gak ada kerjaan lain apa" Lana tau bahkan jika menolak pun Jinan akan pergi kesana
"emang gak ada, hehe gue malah terhibur kalo liat lo kerja" sahut Jinan cengengesan tak karuan. sebenarnya Jinan ingin selalu ada untuk Lana, apapun yang terjadi Jinan akan tetap menemani Lana. Jinan tau betapa lelahnya Lana namun Lana selalu tampil sempurna dan berpura-pura kuat.
"woi anak pembantu, sini lo!" panggil Dipta saat mereka keluar dari perpustakaan, Dipta terkenal sebagai siswa tampan yang tergila-gila pada Luna, yah.. namun Luna sama sekali tak pernah memandangnya. Luna lebih berharap jika yang mengganggunya adalah Lingga, ketua OSIS yang cuek, tegas, incaran banyak siswi lainnya. sejauh ini hanya Luna yang boleh mendekati Lingga, karena yang lain tak berani bersaing dengan nya, bukan apa selain Luna yang tak membiarkan mereka mendekat Luna juga adalah wakil ketua OSIS jadi mana berani mereka melawan
"lu bisa gak si sopan dikit, ortu lu gak ngajarin lu sopan santun ya?" sarkas Jinan yang sudah muak dengan Dipta
"lo gak usah ikut campur, gue manggil dia" tunjuk Dipta tepat di depan mata Lana
"gue punya nama, dan gue bukan anak pembantu! lo mau apa" sebenarnya Lana malas meladeni Dipta, tapi terkadang Dipta tak akan berhenti mengganggunya jika tak di gubris
"beliin gue makanan, gue laper" perintahnya pada Lana
"lo anggap gue apa?" tanya malas Lana
"pembantu" Dipta memang seperti itu, dia suka membully anak-anak yang notabenya bertentangan dengan Luna, padahal Lana tak pernah sekalipun ribut dengan Luna tapi begitulah karena gosip tak jelas banyak yang mengira Lana ingin merebut segala hal yang dimiliki Luna meski Lana hanya diam bernafas saja
"muka lo lebih mirip pembantu" cecar Lana meninggalkan Dipta, Lana tak pernah membiarkan dirinya di rundung, sudah cukup keluarganya menjadi luka terdalam Lana tak akan biarkan dirinya tersakiti di luar
"iya bener, Lana bener banget mending lu ngaca deh muka lo tu rada mirip sama pembantu di rumah gue, Jangan-jangan lo anaknya?" sahut Jinan pedas. suka sekali jika Lana melawan, Jinan pasti akan membantunya, lagi pula mubazir bakatnya dalam me roasting orang jika tak di pergunakan
"bangs*t, awas lo berdua!" gumam Dipta tak terima
"Lana!"
baru akan masuk kelas,Aluna menghampirinya sedikit berlari
"lo hari ini pulang sama gue ya, nanti supir jemput ko sebenernya gue mau lo temenin gue ke Mall gue mau belanja" ucap Luna tersenyum
sejujurnya sangat malas Lana mengiyakan, sudah hafal jika Luna mengajaknya bersama pasti dia hanya akan menjadi penonton betapa bahagianya Luna bersama keluarga kecil yang tak pernah menganggapnya itu. tapi jika menolak dia hanya akan mendapat cambukan bertubi dari sang Ayah, Alana sedang malas sakit walau biasanya dia lebih memilih di cambuk karena melihat tawa mereka cukup mengiris hatinya.
"ya"
hanya itu jawaban Lana, yang kemudian masuk tak lagi peduli dengan Aluna padahal Aluna masih ingin mengatakan sesuatu
"kok lo masuk sih, gue masih belum selesai" gerutu Luna
"ya udah masuk, Lana bukan pembantu lo yang harus ngikutin semua kemauan lo. berasa jadi tuan putri banget ya sampe lupa sama saudara sendiri" celetuk Jinan yang masuk tak peduli dengan wajah kesal Aluna
"gue gak pernah gak anggep dia sodara kok, dianya aja yang sok tertindas!" gumam nya kesal sambil menghentakkan kaki