NovelToon NovelToon
Sisa Rasa Rosa

Sisa Rasa Rosa

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Bad Boy / Idola sekolah
Popularitas:616
Nilai: 5
Nama Author: Noey Ismii

Rosa kembali ke Bandung setelah enam tahun menghindari Papa dan Rama, Kakaknya. Selain kembali beradaptasi dengan sekolah baru dan menguatkan hatinya untuk bertemu Rama, Rosa yang kaku juga dikejutkan dengan kedatangan Angkasa. Kakak kelasnya yang adalah anggota geng motor.
Perasaannya dibuat campur aduk. Cinta pertamanya, kebenciannya pada Rama dan Papa, juga rasa kehilangan yang harus kembali dia rasakan. Bagaimana Rosa yang sulit berekspresi menghadapi semuanya?
Apakah Rosa bisa melaluinya? Apakah Rosa bisa mengembalikan perasaan damainya?


Update setiap hari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noey Ismii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Selamat Ulang Tahun

Rosa menyentuh pipinya yang memanas. Jantungnya berdebar-debar. Kenapa ini? Padahal sepertinya Angkasa salah bicara denga bilang ‘sayang’ itu. Tapi kenapa jantungnya menggila seperti ini?

Ah, Rosa malu!

Dia menatap kembali ponselnya yang layarnya sudah padam, tapi jantungnya masih bertalu. Tangannya membuka lagi galeri foto, membuka foto yag diambilnya diam-diam dari belakang cowok itu. setiap kali Angkasa membawanya pergi, Rosa selalu mengambil satu foto Angkasa.

Meskipun foto-foto yang diambilnya hanya foto dari belakang. sama sekali tidak menampilkan wajah Angkasa, Rosa tahu bahwa Angkasa sedang tersenyum di balik itu.

Rosa menggeleng, memikirkan Angkasa pagi-pagi hanya akan membuatnya merindukan cowok itu seharian ini. jadi, Rosa menyimpan ponselnya dan berdiri. Baru saja dia akan meninggalkan ponselnya ketika didengarnya suara pemberitahuan chat masuk. Dia membukanya.

[JwajwaNajwa: Rosa, kamu tau gak, hari ini Kak Angkasa ultah]

Mata Rosa mengerjap. Dia tidak tahu!

-o0o-

“Aaa!” Angkasa merasa malu. Dia tiba-tiba berkata seperti itu. Dan tadi didengarnya Rosa tidak menjawab apapun.

“Asa, jangan teriak-teriak,” Mama mengetuk pintu kamar putranya. Sedetik kemudian Angkasa sudah membuka pintu dan memasang wajah panik. “Kenapa?”

“Ma, aku keceplosan,” muka memelas Angkasa terkulai sambil berjalan ke sofa ruang tamu dan duduk di sana, “Aku bilang sayang.”

Mama tersenyum, “Loh gak apa-apa, kan? Memangnya kamu gak sayang?”

“Bukan gitu, loh, Ma. Rosa belum bilang nerima aku, tapi aku udah bilang sayang-sayang. Rosa nanti mikir gimana, Ma,” Angkasa masih galau dengan pengakuan tiba-tibanya.

Senyum mama masih terkembang. Anak lelakinya yang manja itu sudah besar. Tapi dia masih memberi tahu semua yang dirasakannnya kepada mama. Antara bersyukur dan lucu, mama jadi sering menggodanya.

Angkasa masih bergelung di sofa. Mama yang sedang membereskan sampah kemudian membawanya ke depan untuk dikumpulkan jumat nanti. Tapi senyumnya hilang saat melihat seseorang berdiri tak jauh dari rumah. Seorang laki-laki dengan setelan jas mahal, yang baru keluar dari sedan hitam mengkilap.

Napas Mama tertahan di tenggorokannya. Bibirnya gemetar. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat melihat lelaki itu. Mata Mama mengerjap, kemudian menutup. Menetralkan debar jantungnya. Mama menarik napas panjang. Mencari cara bagaimana caranya membuat Angkasa pergi dari rumah.

“Angkasa, bisa tolong mama belikan, em, lampu?” tanya Mama. Tidak memindahkan arah pandangan matanya.

Angkasa bangun. Menatap mamanya. “Ada lampu yang mati, Ma?” tanyanya. Dia sigap berdiri. Mungkin keluar sebentar bisa menjernihkan pikirannya sekarang.

Tangan gemetar Mama menjatuhkan kantong hitam hang dipegangnya. Kemudian segera mencari dompet, “Iya, itu, em, kamar mandi, gelap. Kamu, tolong belikan ya,” kata-kata mama terpotong-potong.

Tidak biasa dengan sikap Mama, Angkasa menghampirinya, “Mama kenapa?” tanyanya. Menempelkan punggung tangan di dahi mamanya yang berkeringat dingin. Angkasa melihat mata Mama yang mengerjap sambil menarik napas panjang.

“Mama gak apa-apa. Tapi tolong belikan dulu lampu. Bisa?” tanyanya. Matanya melirik lelaki yang sudah melangkah ke arahnya. “Cepet, pergi,” katanya lagi sambil mendorong Angkasa.

“Kenapa gak nanti sore sekalian kita pergi, Ma?”

“Sekarang aja, Asa!” suara Mama sedikit meninggi.

Angkasa mengerjap mendengar jawaban Mama. Dia mengangguk kemudian. Tangan Angkasa segera menggapai kunci motor. “Aku pake motor Mama, ya,” katanya sambil berjalan ke motor matic hitam di carport.

Merasa aneh dengan tingkah Mama. Tapi dia akhirnya menuruti ucapan Mama dan menyalakan motor.

“Iya, Angkasa, hati-hati,” suara Mama bergetar.

Angkasa mengangguk. Dia melajukan motornya, segera hilang dari pandangan mama.

-o0o-

“Loh, gue gak bawa uang,” katanya setelah masuk ke toko elektronik yang tidak jauh dari gerbang komplek. “Pak, saya ambil uang dulu, gak kebawa,” katanya sambil nyengir merasa bodoh. Angkasa berputar, naik kembali ke motor kemudian berbalik pulang.

Dia tidak jadi memasukan motor ke tempatnya biasa parkir saat didengarnya teriakan Mama. Angkasa turun dengan segera.

“ ... anakku! Angkasa bukan barang, Pak! Dia anakku! Aku gak sudi kamu datang untuk membawanya!”

Langkah Angkasa terhenti. Dipasangnya telinga benar-benar.

“Kamu sendiri yang menandatangani surat perjanjian ini. Sudah waktunya untuk aku membawanya.” Suara lelaki itu tenang. Tidak seperti suara Mama yang berapi-api.

“Langkahi dulu mayatku! Aku tidak takut apapun! Angkasa punya hak untuk memilih. Dia tidak akan sudi bertemu dengan kamu!”

“Kita lihat saja, Dira. Siapa yang lebih kuat di mata hukum.”

Angkasa bergegas menyembunyikan dirinya di balik pagar rumah sebelah. Dia penasaran dengan lelaki itu. Siapa dia yang tiba-tiba datang dan membawa-bawa namanya?

Tapi mendengar tangisan Mama, dia mengurungkan niatnya untuk ikut masuk. Jadi dia menunggu sampai lelaki itu masuk ke mobilnya. Dilihat dari mobilnya yang mewah dan setelan jasnya yang juga terlihat mahal, Angkasa tidak yakin dengan pikirannya sendiri.

Mobil itu melaju, Angkasa mengejarnya.

Dia berbelok tepat di depan sedan berlogo bintang berwarna hitam mengkilap itu. Dia turun dengan kasar dari motornya dan menghampiri pintu pengemudi. Mengetuk kacanya.

“Keluar!” teriaknya.

Pintu pengemudi terbuka. Angkasa menatap pria berumur lima puluhan itu dengan berang.

Mendengar mama menangis membuatnya naik darah. Napasnya memburu. Setelan jas hitam yang pas di badannya pasti berharga mahal. Dengan dasi dan kemeja yang mahal juga. Pria itu menatap lembut pada Angkasa.

“Siapa lo? Kenapa bikin mama gue nangis?” Angkasa melupakan adabnya.

Dia bertanya tanpa hormat sedikitpun. Di dalam kepalanya, Angkasa mencari tahu, dimana dia pernah melihat orang ini. Orang yang ada di hadapannya ini. Karena Angkasa yakin, dia pernah melihatnya. Ada sesuatu pada lelaki di depannya yang membuat Angkasa teringat pada seseorang.

Pria bersetelan jas itu tersenyum.

“Kamu sudah besar Angkasa.”

“Gue tanya siapa lo?! Gak usah basa-basi!”

Lelaki di depannya masih tersenyum sama sekali tidak terganggu dengan teriakkan Angkasa.

Suaranya masih tenang dan berwibawa saat dia bicara.

“Akhirnya kita bertemu. Selamat ulang tahun, Angkasa. Aku ayahmu.”

Angkasa mematung. Kepalanya

-o0o-

Tangan Rosa masih membuka dan menutup aplikasi chat. Beberapa kali dia menghidupkan dan mematikan koneksi. Tapi isi chat-nya pada Angkasa masih menunjukan ceklis satu. Dia mencoba mengirim chat pada Najwa, terkirim. Tapi kenapa kepada Angkasa tidak terkirim.

Rosa mengetik lagi.

[Rosa: Kak, udah terima kue yang aku kirim?]

Masih centang satu. Rosa kembali ke aplikasi pengiriman kue. Pemberitahuan Berhasil ada di layar. Sudah dua jam sejak diantarkan.

Rosa ingat Angkasa memberitahunya akan pergi dengan mamanya sore ini. Jadi Rosa akan menunggu. Mungkin Angkasa masih di luar dan tidak sempat melihat ponsel. Mungkin Angkasa kehabisan baterai dan belum sempat mengisi daya.

Rosa melirik jam, sudah jam tiga. Dia mengangguk, baiklah dia akan menunggu.

-o0o-

Pintu kamarnya di ketuk, Rosa turun dari kasurnya dan membuka pintu.

“Kamu belum tidur?” Rama berdiri di luar pintu.

Rosa menggeleng.

“Mau liat bintang?” tanya Rama dengan mata berbinar.

Kening Rosa berkerut menatap Rama.

“Di rumah kita jarang keliatan bintang. Kita liat mumpung di sini,” ajak Rama, tangannya menggenggam tangan Rosa dan menariknya keluar rumah. Rama sudah menyiapkan kursi di luar dengan api unggun dan kursi-kursi.

“Apa ini? Kita lagi kemah?” Rosa menyembunyikan senyumnya dengan cemberut dan duduk di kursi yang sudah di sediakan Rama.

Rama membentangkan selimut di pundak Rosa, untuk menghalau angin malam. Dia sendiri kemudian duduk di kursi satunya lagi. Rama tersenyum saat melihat Rosa yang merapatkan selimutnya dan menatap api unggun dengan senyum.

Akhirnya senyum itu terlihat lagi, setelah seharian ini Rosa hanya cemberut menatap ponselnya.

-o0o-

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!