NovelToon NovelToon
Misi Berdarah Di Akademi

Misi Berdarah Di Akademi

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Action / Identitas Tersembunyi
Popularitas:701
Nilai: 5
Nama Author: Garl4doR

Akademi Debocyle adalah akademi yang paling luas, bahkan luasnya hampir menyamai kota metropolitan. Akademi asrama yang sangat mewah bagaikan surga.

Tahun ini, berita-berita pembunuhan bertebaran dimana-mana. Korban-korban berjatuhan dan ketakutan di masyarakat pun menyebar dan membuat chaos di setiap sudut.

Dan di tahun ini, akademi Debocyle tempatnya anak berbakat kekuatan super disatukan, untuk pertama kalinya terjadi pembunuhan sadis.

Peringatan : Novel ini mengandung adegan kekerasan dan kebrutalan. Kebijakan pembaca diharapkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Garl4doR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1

Pagi itu datang dengan keagungan yang tenang, seolah-olah alam ingin menebus kegaduhan semalam. Matahari perlahan muncul dari balik ufuk, sinarnya menembus sisa-sisa kabut tipis yang masih menggantung di udara. Cahaya keemasan memantul di dedaunan yang basah, tetes-tetes embun berkilauan seperti permata kecil yang dijatuhkan dari langit.

Angin pagi berembus lembut, menyapu harum tanah basah dan membawa kesejukan yang menyegarkan jiwa. Di kejauhan, burung-burung mulai bernyanyi, suaranya menggema lembut di antara ranting pohon yang masih bergoyang ringan, sisa dari badai yang mengamuk semalaman.

Rumah-rumah tampak tenang, jendela-jendela yang tertutup kini mulai terbuka, membiarkan sinar hangat masuk dan menyapu gelap yang tertinggal. Semua terasa seperti awal baru—seperti pagi itu adalah hadiah setelah malam panjang penuh gemuruh, di mana dunia akhirnya menarik napas lega.

Di tengah pagi yang mulai beranjak cerah, Akademi Debocyle berdiri megah di atas dataran kokoh tersusun rapi, dikelilingi kabut tipis yang enggan menyerah pada sinar matahari. Bangunannya menjulang dengan arsitektur yang mencampurkan estetika klasik dan teknologi modern, memberikan kesan kuno namun sarat kekuatan.

Gerbang besi hitam yang dihiasi simbol-simbol misterius tertutup dengan kokoh menjadi palang utama di akademi, menjadi saksi bisu terhadap siswa-siswa dengan langkah tegas dan wajah penuh tujuan.

Lapangan luas di depan akademi sudah dipenuhi aktivitas, beberapa siswa dengan jubah khusus berlatih mengendalikan energi mereka, percikan cahaya, api, dan udara berputar di tangan mereka seperti karya seni yang hidup. Di sudut lain, sekelompok mentor berkeliling, mengamati dengan mata tajam dan sesekali memberi instruksi tegas. Suara dentingan logam terdengar dari area latihan fisik, di mana duel penuh strategi tengah berlangsung dengan tongkat, pedang, atau sekadar kekuatan tangan kosong.

Di puncak menara utama akademi, Kepala Akademi Debocyle, sosok misterius dengan jubah panjang hitam berlapis corak emas, berdiri memandang ke bawah, memperhatikan para calon pemegang kekuatan masa depan dengan mata penuh harapan dan kebanggaan.

Di dalam ruangan-ruangan kelas praktik berbentuk melingkar, siswa-siswa yang lebih muda duduk menghadap hologram besar yang menampilkan skema rumit tentang energi, teori pengendalian, dan batas kemampuan manusia. Akademi ini bukan sekadar tempat belajar, disini adalah pusat pembentukan kekuatan—tempat di mana legenda ditempa, dan hanya yang terkuat serta paling gigih yang akan bertahan untuk mengukir namanya di dinding kejayaan Debocyle.

Akademi Debocyle berdiri seperti istana megah di puncak bukit. Halaman luas, menara berlapis kristal, dan tembok-tembok menjulang yang nyaris menyentuh langit. Bagi kebanyakan orang, Debocyle adalah simbol harapan, tempat lahirnya para pahlawan berkekuatan super. Tapi bagi Alvaro, tempat ini tak lebih dari penjara berlapis emas.

Pagi itu, Alvaro duduk santai di ujung bangku kelas 1-A, jauh dari pandangan langsung sang guru. Umurnya tujuh belas, tapi wajahnya terlihat lebih matang dari anak sebayanya—sorot mata tajam, gerak tubuh tenang, dan suara yang tak pernah meninggi tanpa alasan. Rambut hitamnya dibiarkan jatuh tak beraturan, seragamnya lengkap namun sedikit berantakan dengan lengan tergulung.

Di depannya, Pak Bevan, guru Kode Etik, berdiri sambil menjelaskan panjang lebar tentang "peraturan Akademi Debocyle".

“Kekuatan adalah tanggung jawab besar. Di sini, kita belajar mengendalikan diri. Tidak boleh ada kekerasan, kesombongan, atau penggunaan kekuatan sembarangan. Apa pun alasannya.”

Alvaro mendengus kecil, tapi cukup keras untuk didengar satu kelas. Beberapa teman menoleh, penasaran.

Pak Bevan berhenti. “Ada masalah, Alvaro?”

Alvaro menatap guru itu dengan senyum tipis, wajahnya tenang seperti permukaan air. “Tidak ada, Pak. Cuma penasaran… kalau kami tidak boleh menggunakan kekuatan, lalu untuk apa kami punya kekuatan ini?”

Suasana kelas mendadak hening. Pak Bevan menarik napas dalam, matanya menatap tajam ke arah Alvaro. “Kekuatan yang tak terkendali hanya membawa kehancuran. Saya harap kamu paham itu.”

“Tentu, Pak. Saya paham.” Alvaro tersenyum lagi, lalu menunduk seolah patuh.

Tapi di bawah meja, tangannya bergerak pelan. Sebuah nyala kecil muncul di ujung jarinya—bola api seukuran kelereng, berputar-putar dalam genggaman. Dia tahu ini tindakan bodoh, tapi Alvaro tak peduli. Ada beberapa aturan yang, menurutnya, harus dilanggar.

Lima menit kemudian…

BAAAAAM!!

Sebuah ledakan kecil terdengar dari luar jendela. Beberapa siswa berteriak, dan Pak Bevan tersentak, berbalik dengan wajah panik. Di halaman depan, patung besar pendiri akademi kini diselimuti asap hitam dengan jejak api kecil di dasarnya. Tidak hancur, hanya sedikit gosong—cukup untuk menarik perhatian seluruh sekolah.

“SIAPA YANG MELAKUKANNYA?!” teriak Pak Bevan.

Di sudut kelas, Alvaro bersandar di kursinya, ekspresi wajahnya tenang. Tidak ada senyum nakal atau kepuasan berlebih—hanya tatapan datar, seolah semua ini bukan urusannya.

“Alvaro…,” bisik salah satu siswa di belakangnya. “Kamu yang—”

“Diam.” Suara Alvaro rendah, nyaris berbisik, tapi cukup membuat temannya mematung.

Ketika para guru sibuk berlarian ke halaman, Alvaro melirik keluar jendela. Tujuannya sudah tercapai. Dengan sedikit ‘gangguan kecil’, ia berhasil menunda pertemuan pagi ini—pertemuan yang katanya akan membahas "eksekusi murid yang gagal ujian kekuatan minggu lalu".

Alvaro tak pernah peduli dengan gelar atau reputasi akademi. Tapi dia peduli pada orang-orang yang tak mampu membela diri. Dan kadang… aturan harus dilanggar untuk melakukan hal yang benar.

“Apa pun alasannya,” gumamnya pelan, menirukan ucapan Pak Bevan tadi.

Tidak ada yang tahu kenapa Alvaro selalu bertindak di luar aturan. Mereka hanya melihat tindakan, bukan alasannya. Itu lebih baik, pikir Alvaro. Karena selama mereka sibuk memandangnya sebagai si "pembuat masalah", mereka tidak akan pernah menyadari siapa musuh sebenarnya di balik tembok Akademi Debocyle.

Lorong akademi masih dipenuhi kepanikan. Ledakan kecil tadi telah mengundang kerumunan guru dan siswa yang berlarian ke sana kemari. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, Alvaro tetap bersandar di bangkunya, wajahnya setenang biasa.

“Kalau kau tak bergerak cepat, kau bisa dianggap pelakunya, Alvaro.”

Sebuah suara berat dan tenang terdengar dari belakang. Alvaro menoleh. Berdiri di sana, sosok dengan bahu lebar dan tubuh tegap—Gale.

Dari penampilan luarnya saja, Gale sudah mencuri perhatian. Rambutnya berwarna coklat gelap yang selalu dibiarkan sedikit berantakan, seperti pria yang tak peduli pada penampilan. Namun, sorot matanya tajam dan berwibawa. Ia mengenakan seragam Akademi Debocyle dengan rapi, dengan jubah tipis bergaris emas yang menandakan statusnya sebagai salah satu siswa unggulan.

Alvaro mendengus kecil. “Kau bicara seperti aku harus takut.”

Gale tersenyum tipis, tatapan matanya menusuk namun ramah. “Tak peduli seberapa keras kau bermain-main dengan api, kalau kau tertangkap basah, aku tak bisa membantumu kali ini.”

“Kau? Membantuku?” Alvaro menekuk bibirnya sinis. “Sejak kapan ksatria macam dirimu punya urusan dengan si ‘pembuat masalah’?”

“Sejak kau berhenti berlagak seperti satu-satunya orang yang memiliki dendam di dunia ini.” Suara Gale rendah namun tegas, seolah setiap kata adalah pedang yang menusuk langsung ke dada Alvaro.

Alvaro menatap Gale beberapa detik. Ada sesuatu yang selalu membuatnya diam ketika berhadapan dengan pria ini. Bukan karena Gale lebih kuat—meskipun Alvaro tahu kekuatan Gale ada di atas rata-rata siswa lainnya—tetapi karena Gale memiliki sesuatu yang jarang dimiliki orang lain: ketenangan seorang ksatria sejati.

Tiba-tiba suara langkah tergesa-gesa mendekat. Beberapa guru mulai mendatangi kelas, mata mereka mencari siapa pun yang mencurigakan. Alvaro siap berdiri dan berjalan pergi, tetapi sebuah tangan kokoh mendorong pundaknya kembali ke bangku.

“Duduk di situ,” bisik Gale. “Aku yang urus.”

Sebelum Alvaro bisa membantah, Gale sudah berdiri di hadapan para guru dengan tenang. Tatapannya lurus dan suaranya mantap, tidak bergetar sedikit pun.

“Pak, ada yang perlu saya bantu?” Gale bertanya sopan namun penuh wibawa.

Salah satu guru menatapnya curiga. “Apa kau tahu sesuatu soal ledakan itu, Gale?”

“Tidak, Pak.” Gale menggeleng singkat. “Saya baru saja kembali dari ruang latihan. Tapi saya bisa ikut membantu mencari pelakunya, kalau itu yang Bapak mau.”

Alvaro mengerutkan kening di tempat duduknya, menatap punggung Gale dengan campuran kagum dan kesal. Pria itu selalu tahu bagaimana berbicara dengan para guru, seolah setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah kebenaran yang tak bisa diganggu gugat.

Guru itu akhirnya mendengus. “Baiklah. Pastikan tidak ada siswa yang berkeliaran. Kami akan menyelidiki lebih lanjut.”

“Dimengerti, Pak,” jawab Gale sambil membungkuk kecil.

Begitu para guru pergi, Gale berbalik, langkah kakinya berat namun mantap menuju Alvaro. Sesaat, mereka bertatapan—Gale dengan senyum kemenangannya, Alvaro dengan ekspresi sebal.

“Cukup berkesan, ya?” Gale berujar santai sambil menyandarkan dirinya di meja Alvaro. “Satu hari tanpa kekacauan darimu adalah hari yang aneh.”

“Aku tak minta diselamatkan, ksatria,” balas Alvaro datar.

Gale terkekeh kecil. “Aku tahu. Tapi seseorang harus menjaga punggungmu, Alvaro.”

Untuk pertama kalinya sejak pagi itu, Alvaro tersenyum tipis, meskipun ia buru-buru menyembunyikannya.

1
Luna de queso🌙🧀
Dialog yang autentik memberikan kehidupan pada cerita.
Garl4doR: Baguslah kalau kamu suka :3 Trims buat apresiasinya ya :) stay tune untuk bab² selanjutnya/Grin/
total 1 replies
emi_sunflower_skr
Aku terpukau dengan keindahan kata-kata yang kamu gunakan! 👏
Garl4doR: Terima kasih/Smile/ Author ini jadi semangat karena komen mu/Smirk/ Terus berkembang adalah prinsip mimin/Applaud/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!