NovelToon NovelToon
Endless Shadows

Endless Shadows

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Menyembunyikan Identitas / Slice of Life / Kultivasi Modern
Popularitas:850
Nilai: 5
Nama Author: M.Yusuf.A.M.A.S

Bayangan gelap menyelimuti dirinya, mengalir tanpa batas, mengisi setiap sudut jiwa dengan amarah yang membara. Rasa kehilangan yang mendalam berubah menjadi tekad yang tak tergoyahkan. Dendam yang mencekam memaksanya untuk mencari keadilan, untuk membayar setiap tetes darah yang telah tumpah. Darah dibayar dengan darah, nyawa dibayar dengan nyawa. Namun, dalam perjalanan itu, ia mulai bertanya-tanya: Apakah balas dendam benar-benar bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan? Ataukah justru akan menghancurkannya lebih dalam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M.Yusuf.A.M.A.S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tawaran dari Kegelapan

*********

Sinar matahari pagi masuk melalui celah ventilasi sebuah kamar kecil yang berantakan. Ryan, seorang anak laki-laki berusia 13 tahun, membuka matanya perlahan. Pandangannya kosong, dan ia tidak menunjukkan tanda-tanda semangat. Jam di meja kecil di samping tempat tidurnya menunjukkan pukul 05.00 pagi.

Dengan gerakan malas, Ryan bangkit dari tempat tidur, menyeret langkah menuju kamar mandi. Setelah mencuci muka dan mengambil wudhu, ia melaksanakan sholat Subuh. Tidak ada doa panjang yang ia panjatkan, hanya rutinitas yang ia lakukan tanpa ekspresi. Ryan adalah anak yang dingin dan cenderung menutup diri.

Setelah selesai, ia berganti seragam putih biru, menyisir rambutnya seadanya, lalu menyandang tasnya. Tanpa sepatah kata, ia keluar dari kamar, melewati ibunya yang sedang sibuk menyiapkan sarapan. "Ryan, makan dulu," kata ibunya lembut.

"Tidak lapar," jawab Ryan singkat tanpa menoleh, lalu melangkah keluar rumah. Di depan rumah, ia bersandar di pagar, menunggu mobil antar jemput. Udara pagi terasa dingin, tapi Ryan hanya berdiri diam, tatapannya kosong menatap jalanan. Tak lama kemudian, suara mesin mobil terdengar, dan mobil putih itu berhenti di depannya.

Ryan masuk ke mobil tanpa bicara, hanya mengangguk kecil kepada sopir. Di dalam mobil, beberapa temannya sudah mulai bercanda dan tertawa. Namun, ketika mereka melihat Ryan masuk, tawa mereka berubah menjadi bisikan dan ejekan yang jelas-jelas diarahkan padanya.

"Eh, si dingin masuk lagi. Pasti hari ini nggak ngomong apa-apa kayak biasa," ujar salah satu anak dengan suara keras, diikuti tawa teman-temannya.

Ryan hanya diam, menatap keluar jendela, membiarkan kata-kata itu lewat begitu saja. Ia sudah terbiasa dengan hal semacam ini.

Ketika sampai di sekolah, suasana di kelas pun tidak jauh berbeda. Selama pelajaran, Ryan mencoba fokus, tapi ia tahu ada tatapan-tatapan menghina yang terus mengarah padanya. Saat jam istirahat tiba, ia memilih tetap duduk di kelas, membuka buku di mejanya. Namun, keputusannya itu malah mengundang masalah.

Beberapa anak mendekati mejanya. "Hei, kenapa nggak ke kantin? Nggak punya uang, ya?" tanya seorang anak dengan nada mengejek sambil menepuk meja Ryan. Ryan tidak menjawab, hanya melirik mereka dengan pandangan dingin. Tapi itu justru memancing amarah. Salah satu dari mereka menarik buku dari tangan Ryan dan melemparkannya ke lantai.

"Ayo, ngomong dong! Atau kamu cuma bisa diam kayak patung?" ejek anak lain sambil mendorong bahu Ryan. Ryan tetap diam, tapi napasnya mulai memburu. Saat ia hendak mengambil bukunya yang terjatuh, salah satu anak menginjaknya. "Eh, buku ini mahal nggak sih? Atau jangan-jangan cuma pinjaman?" katanya sambil tertawa keras.

Ryan mengepalkan tangannya, menahan emosi yang sudah hampir meledak. Namun, sebelum ia sempat bereaksi, bel masuk berbunyi. Anak-anak itu pergi sambil tertawa, meninggalkan Ryan yang masih duduk di tempatnya.

Hari itu berlalu dengan penuh tekanan. Ketika akhirnya bel pulang berbunyi, Ryan segera keluar menuju mobil jemputannya, berusaha menghindari kontak dengan siapa pun.

Namun, saat ia berjalan di trotoar menuju mobil, sesuatu menarik perhatiannya. Di sudut jalan yang sepi, seorang pria berjubah hitam berdiri diam. Wajahnya hampir sepenuhnya tertutup, hanya menyisakan mulut dan hidungnya yang terlihat. Tatapannya terasa menusuk meski matanya tidak terlihat.

"Ryan,"panggil pria itu dengan suara serak namun dalam.

Ryan berhenti, alisnya berkerut. "Siapa kau?" tanyanya dingin. Pria itu tersenyum tipis. "Seseorang yang tahu apa yang kau alami. Aku melihat bagaimana mereka memperlakukanmu. Aku tahu betapa sakitnya dirimu."

Ryan terdiam\, tapi dalam hatinya\, ia merasa ngeri sekaligus penasaran. **"Apa maumu?". "****Bukan soal apa yang aku mau\, Ryan. Ini soal apa yang kau mau\," **jawab pria itu. "Aku bisa memberimu kekuatan untuk membuat mereka merasakan penderitaan yang sama. Yang perlu kau lakukan hanya menjawab ya."

Ryan tertegun. Tawaran itu terdengar menggoda, tetapi ada sesuatu yang gelap dan menakutkan dalam cara pria itu berbicara. "Aku tidak butuh bantuanmu," jawabnya dingin, meskipun suara dalam kepalanya berbisik lain.

Pria itu terkekeh pelan. "Kau pikir rasa sakit ini akan berhenti begitu saja? Pikirkan tawaranku, Ryan. Aku selalu ada di sini... menunggu jawaban darimu"

Sebelum Ryan sempat menjawab, suara klakson mobil mengalihkan perhatiannya. Ia menoleh, melihat mobil jemputannya berhenti tak jauh dari sana. Ketika ia kembali menoleh ke arah pria berjubah hitam, pria itu sudah menghilang, seolah ditelan bayangan.

Dengan langkah ragu, Ryan masuk ke mobil. Selama perjalanan pulang, pikirannya terus dipenuhi oleh sosok pria itu. Siapa dia? Bagaimana dia tahu namanya? Dan yang terpenting, apa maksud dari tawaran balas dendam itu?

Saat tiba di rumah, Ryan hanya melempar tasnya ke tempat tidur dan duduk di sudut kamar, pikirannya masih terguncang. Ia memutar kembali kejadian hari itu di kepalanya hanya ejekan, hinaan, dorongan, dan buku yang diinjak yang ia terima hari itu. Tawaran pria berjubah hitam itu terus bergema di pikirannya.

“Seandainya aku bisa menghentikan mereka…” gumam Ryan tanpa sadar. Ia memejamkan mata, mencoba mengabaikan pikiran-pikiran itu, tetapi perasaan marah dan rasa penasaran menguasainya. Entah sejak kapan, tubuhnya mulai terasa berat. Matanya semakin sulit dibuka, dan tanpa ia sadari, ia terlelap di sudut kamar. Namun, tidurnya tidak tenang. Dalam mimpi, bayangan pria berjubah hitam itu muncul lagi, berdiri di tengah kegelapan. "Ryan... waktumu hampir habis. Pilihannya tetap ada padamu," suara pria itu terdengar menggema, membuat Ryan merasa terjebak dalam pusaran bayangan.

Ryan terbangun dengan terengah-engah. Nafasnya tersengal, keringat membasahi dahinya. Ia memegang kepalanya yang terasa berat. Tawaran itu, mimpi itu... semuanya terasa nyata, seolah-olah pria itu benar-benar hadir."Siapa dia sebenarnya... dan kenapa aku merasa seperti ini?" gumam Ryan dengan nada frustrasi. Ia tidak tahu harus berbuat apa, tapi satu hal yang ia sadari kehadiran pria itu telah mengubah sesuatu dalam dirinya.

*********

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!