Asyifa rela jadi adik madu dari Naura, wanita cantik yang bersosialita tinggi demi pendidikan yang layak untuk kedua adiknya. Hanya saja, Adrian menolak ide gila dari Naura. Jangankan menyentuh Asyifa, Adrian malah tidak mau menemui Asyifa selama enam bulan setelah menikahinya secara siri menjadi istri kedua. Lantas, mampukah Asyifa menyadarkan Adrian bahwa keduanya adalah korban dari perjanjian egois Naura, sang istri pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua - Menemui Calon Madu
Wanita cantik bertubuh seksi itu hanya berdiri melihat wanita dekil, hitam, kecil, kurus, yang sedang duduk dan menunduk di depannya.
Bruk!
Naura menaruh map di depan perempuan yang duduk di depannya. Perempuan yang ia cari untuk dijadikan madu, bernama Asti Asyifa.
“Pertama, kamu dilarang jatuh cinta dengan suamiku. Yang kedua, kamu harus memberikan anak pada kami berdua dari rahimmu. Dan, yang ketiga, kamu tidak berhak atas anak itu nanti. Paham?”
Mendengar ucapan sinis wanita di depannya, Asyifa pun mengangguk. “I—iya, Mbak. Saya paham.”
“Bagus! Kalau kamu sudah paham, kamu bisa baca surat perjanjian kerja ini. Kontrak kerja kamu lebih tepatnya!”
Asyifa yang langsung membacanya dengan teliti. Dia tidak mau nantinya kalau sudah menjalankan tugasnya, ada hal yang nantinya akan merugikan dirinya.
Hanya saja, hatinya ternyata tetap pedih saat kontrak itu menyatakan bahwa Asyifa tidak memiliki hak apapun atas anaknya nanti. Namun, Asyifa tak punya pilihan.
Tabungan dan pesangonnya sudah habis dan dia sudah di PHK sejak dua tahun lalu dari pabrik tempatnya bekerja. Padahal, dia memang membutuhkan biaya untuk sekolah kedua adiknya, yang sebentar lagi akan masuk SMA dan SMP.
Tak lama, Asyifa pun membubuhkan tanda tangan di sana.
Melihat itu, Naura melipat tangannya angkuh. “Baik, Ini uang DP dariku. Nanti malam, kamu siap-siap untuk dijemput orang, dan kamu harus meninggalkan dua adikmu.”
“Tidak masalah, kan? Toh, adik-adikmu itu harus mandiri,” ucap wanita itu lagi, dengan nada meremehkan.
Tangan Asyifa mengepal. Namun, dia hanya bisa mengangguk. “Iya, Mbak. Saya sudah menjelaskan semuanya pada adik saya, kalau saya akan bekerja dengan Mbak sebagai Asisten Rumah Tangga. Saya tidak memberitahukan yang sebenarnya, supaya adik saya bisa belajar dengan tenang kalau saya tidak di rumah.”
“Ya sudah, kamu pergi cari baju yang lumayan bagus untuk nanti malam menemui suamiku,” ucap Naura.
Setelah selesai dengan tujuannya, Naura pun pulang meninggalkan Asyifa yang meremang.
Baru kali ini, ia melihat wanita yang terang-terangan mencarikan madu untuk melahirkan anak dari suaminya hanya karena tidak ingin tubuhnya rusak dan kendur.
Namun, itu bukanlah tempatnya untuk menilai. Bukankah dirinya kini lebih menjijikan?
Asyifa menghela napas panjang. “Tidak apa-apa. Ini untuk adik-adikmu,” lirihnya menahan pedih pada diri sendiri.
Di sisi lain, Adrian yang baru pulang dari kantor, tampak terkejut. Entah ada setan apa yang merasuki Naura malam ini. Wanita itu tampak menyambutnya dengan mesra. Padahal biasanya saat Adrian pulang, Naura belum ada di rumah.
Entah karena nongkrong di Cafe atau nge-mall dan bikin konten supaya semua orang tahu kalau dirinya hidup bahagia, bebas, dan banyak harta.
Apalagi, setelah perdebatan mereka beberapa waktu lalu saat Naura dengan gilanya meminta Adrian untuk menikah lagi karena meminta keturunan, keduanya makin terasa dingin.
“Kamu tumben sudah di rumah? Tidak keluyuran sama geng kamu itu?” tanya Adrian akhirnya sembari berjalan ke kamarnya.
“Cuma pengen menyambut suamiku, apa tidak boleh?” jawab wanita itu cepat.
“Benarkah?”
Setelah menikah, Naura bahkan tidak pernah masak untuknya. Wanita itu bahkan ke dapur hanya untuk ambil minum dan makan saja! Tapi, Adrian tak pernah mempermasalahkan karena dia memang mencintai Naura.
Kini, Naura tampak gelagapan. “I—iya, ya sudah buruan bersihkan badanmu, lalu makan malam bersama, aku sudah masak, aku tunggu di ruang makan.”
Adrian menghela napas.
Tanpa basa-basi, di pun segera membersihkan diri dan menuju ruang makan.
Hanya saja, ia kembali terkejut saat menemukan sosok perempuan asing yang tampak sederhana dan anggun di sana bersama Asyifa.
Meski demikian, pakaiannya terkesan pasaran dan seperti seorang ART yang biasa bekerja di rumahnya.
Tapi, bukankah pembantu mereka harusnya pulang setiap sore?
“Hai, Mas? Sini makan dulu,” sapa Asyifa, membuyarkan lamunan Adrian.
“Dia siapa, Ra?” tanya Adrian tampak tak suka, “Apa dia pembantu baru kita?”
Perempuan yang Adrian kira pembantu hanya menunduk, sementara Naura tampak tersenyum. “Bukan, dia bukan pembantu. Dia calon istrimu, Mas. Namanya Asyifa,” jawabnya cepat.
“Maksudmu?”
“Kita semalam sudah bicara, bukan, Mas? Kamu minta anak, kan? Jadi, aku carikan calon istri yang bisa memberikanmu anak. Karena itu, jangan minta padaku lagi!” jawab Naura.
“Yang benar saja, Ra! Pikiran kamu di mana sih?” geram Adrian.
Asyifa terdiam. Mendadak, dia ragu dengan pekerjaan yang harus ia jalani nantinya sebagai seorang madu.
Hanya saja, wanita sosialita di sampingnya justru tampak yakin. “Aku serius, Mas. Lusa, kalian menikah siri!”
Rahang Adrian mengeras, tercetak jelas guratan kemarahan di wajahnya. “Kamu sebenarnya mikir gak sih, Ra?” marahnya, “aku memang mau anak, tapi dari kamu dan bukan yang lain!”
“Mas, kan aku sudah bilang dari awal kalau aku tidak mau hamil. Tapi, Mas terus maksa. Ya udah, ini jalan satu-satunya kalau Mas mau memiliki anak!” ucap Naura, “nikahi Asyifa!”
“Oh iya, aku sudah mengurus pernikahan kalian. Kalian menikah dengan siri, lusa pernikahan kalian!”
“Gak bisa, Ra! Aku gak mau!” ucap Adrian nyalang.
“Konsekuensinya, kamu gak bisa memiliki keturunan selamanya. Ingat Mas, ibumu sudah mendesak kamu untuk memiliki anak, dan aku tidak bisa!” tegas Naura.
Brak!
Adrian memukul meja, sampai Asyifa terjingkat.
“Benar-benar gila kamu, Ra!”
Tanpa kata, Adrian lalu masuk ke dalam kamarnya.
Meski kemarahan pria itu bukan padanya, tapi tetap saja Asyifa takut.
Rasanya, dia ingin kabur dari sana. Sayangnya, Naura sudah membayar penuh uang perjanjian yang sudah digunakannya untuk kedua adiknya.
Seolah tahu pikirannya, Naura tiba-tiba menatapnya tajam. “Kamu masuk kamar saja, Syifa. Tenang saja, kamu tetap akan menjadi istri kedua Mas Adrian!”
Naura masih membujuk Adrian untuk mau menikahi Asyifa. Tidak mudah bagi Adrian untuk membagi cintanya. Meskipun Naura seperti itu, dia tetap mencintai Naura apa adanya. Dia begitu yakin pada Naura, kalau suatu hari nanti Naura akan berubah. Namun pada kenyataannya Naura malah memilih memiliki madu, karena dia tidak mau hamil dan melahirkan. Dia tetap pada pendiriannya, tidak mau merusak tubuh cantiknya itu, karena sudah bisa dipastikan, perempuan sehabis melahirkan tubuhnya tidak akan seindah dulu saat belum memiliki anak. Itu yang ada di pikiran Naura. Padahal semua itu bisa diatasi, apalagi bagi seorang Adrian, dia kaya raya, bergelimang harta, sudah pasti akan memenuhi kebutuhan untuk perawatan tubuh istrinya setelah melahirkan nanti.
“Mas, jangan begini, kita masih bisa punya anak dengan cara itu. Mas bisa punya keturunan dengan menikahi Syifa, Mas? Aku ikhlas untuk itu. Kita kan sudah pernah bahas ini sebelumnya? Kalau aku tidak ingin hamil, untuk itu aku memutuskan mencarikan istri untukmu, biar dia bisa memberikan kamu keturunan. Hanya menunggu dia melahirkan saja, habis itu sudah selesai pernikahan kalian, kita punya anak, kamu punya keturunan, dan mamamu punya cucu? Selesai, kan?” bujuk Naura.
Adrian hanya diam dengan pikirannya sendiri, dia tidak menyangka istrinya memiliki ide gila seperti itu. Yang Adrian mau, Naura yang harus menjadi ibu dari anak-anaknya, bukan perempuan lain.
“Kau tahu konsekuensinya apa, Ra? Bisa jadi kau akan kehilangan aku dan cintaku, jika kau menyuruhku menikah lagi!” ucap Adrian.
“Itu tidak mungkin, karena mas sangat mencintaiku, aku percaya itu. Pikirkan baik-baik, aku ingin mas segera menikahi Syifa.”