Ralina Elizabeth duduk tertegun di atas ranjang mengenakan gaun pengantinnya. Ia masih tidak percaya statusnya kini telah menjadi istri Tristan Alfred, lelaki yang seharunya menjadi kakak iparnya.
Semua gara-gara Karina, sang kakak yang kabur di hari pernikahan. Ralina terpaksa menggantikan posisi kakaknya.
"Kenapa kamu menghindar?"
Tristan mengulaskan senyuman seringai melihat Ralina yang beringsut mundur menjauhinya. Wanita muda yang seharusnya menjadi adik iparnya itu justru membuatnya bersemangat untuk menggoda. Ia merangkak maju mendekat sementara Ralina terus berusaha mundur.
"Berhenti, Kak! Aku takut ...."
Ralina merasa terpojok. Ia memasang wajah memelas agar lelaki di hadapannya berhenti mendekat.
Senyuman Tristan tampak semakin lebar. "Takut? Kenapa Takut? Aku kan sekarang suamimu," ucapnya lembut.
Ralina menggeleng. "Kak Tristan seharusnya menjadi suami Kak Karina, bukan aku!"
"Tapi mau bagaimana ... Kamu yang sudah aku nikahi, bukan kakakmu," kilah Tristan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momoy Dandelion, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Putus
"Hari ini kamu mau membolos lagi? Ada jadwal kuliah siang, kan?" tanya Felicia.
Ia memperhatikan Ralina yang tengah menyisir rambut di depan cermin. Beberapa hari ini temannya itu menginap di apartemennya.
Ralina sudah menceritakan masalahnya. Ia tidak menyangka jika Ralina sampai harus menikah untuk menggantikan kakaknya.
Ia heran kenapa Ralina selalu harus menuruti kemauan keluarganya. Padahal, Ralina sudah dewasa dan memilih jalan hidupnya sendiri. Seperti dirinya yang diijinkan untuk tinggal sendiri oleh orang tuanya.
"Di kampus tidak ada orang asing yang mencari-cari kamu, kok. Jadi, lebih baik kamu masuk kuliah saja dari pada ketahuan titip absen."
Ralina memperhatikan penampilannya. Ia mengenakan kaos dan celana jeans yang dipinjam dari Felicia. Ia gulung rambutnya lalu menutupnya dengan topi.
"Apa kamu bertemu Ares?" tanyanya.
"Bertemu sih tidak. Kalau hanya sekedar berpapasan ya setiap hari. Anehnya, dia sama sekali tidak mencarimu atau sekedar menanyakanmu. Apa dia sudah tahu?"
Ralina menghela napas. Rasanya sangat berat sekali untuk menjelaskannya. Ia sengaja bersembunyi beberapa hari untuk menenangkan diri. Ponsel sama sekali tidak ia aktifkan sampai hari ini.
"Dia sudah tahu, karena malam itu dia ada di sana. Jadi pelayan paruh waktu." Ralina mengatakannya dengan rasa sesak di dada.
Felicia mendekat dan memeluk temannya. "Selanjutnya kamu mau bagaimana?"
"Aku juga tidak tahu, Feli. Pertama-tama, aku akan menemui Ares dulu."
"Mau aku temani?" Felicia menawarkan bantuan.
"Tidak usah, kamu kan juga baru pulang dari kampus. Aku akan pergi sendiri."
"Terima kasih sudah mau aku repotkan beberapa hari ini, ya."
"Jangan begitu, santai saja denganku. Kalau kamu butuh bantuan, hubungi aku kapan saja. Aku juga akan terus membantu mencari keberadaan kakakmu."
Ralina terharu masih punya teman yang bisa diandalkannya. Di kampus memang hanya Felicia yang tulus berteman dengannya.
"Kalau begitu, aku keluar dulu, ya!"
Felicia mengangguk. "Hati-hati di jalan."
Ralina keluar dari unit apartemen Felicia. Ia menurunkan topinya seraya berjalan menunduk berharap tidak ada orang yang akan mengenalinya. Dari apartemen, ia berjalan ke arah taman kota yang jaraknya tak jauh dari sana.
Ia duduk di salah satu bangku kosong di bawah pohon sambil memandangi lalu lalang kendaraan. Beberapa orang terlihat lalu lalang melewati jalur taman kota. Ada pula anak kecil yang tengah bermain di area permainan.
Ia mengambil ponsel cadangan yang diisi dengan nomor baru. Hanya Felicia yang tahu nomor itu. Ia mengecek sesuatu dari ponsel tersebut dengan tatapan yang fokus.
"Permisi, dari pengantaran Ayam Goreng Oishi."
Ralina mendongakkan kepala menatap orang yang mengantarkan pesanannya. Ares tertegun melihat Ralina di sana.
"Ini pesanannya," ucap Ares seraya menyerahkan bungkusan yang dibawanya.
Ralina bukannya menerima bungkusan itu tetapi malah memegangi tangan Ares seolah ingin menahannya pergi.
"Aku ingin bicara denganmu," pintanya.
Ares mengalihkan pandangan tak sanggup melihat wanita itu. "Maaf, aku masih bekerja."
"Sebentar saja," bujuk Ralina tak mau melepaskan tangan Ares.
Sebenarnya Ares sudah tak ingin bertemu dengannya. Hanya melihatnya saja terasa menyakitkan. Ia merasa sudah dibohongi dan dikhianati.
Ia melepaskan tangan Ralina dan duduk di sampingnya. Pandangannya ke arah lain tak sanggup menatap orang di sebelahnya.
"Apa yang mau kamu katakan?" nada bicara Ares terdengar dingin.
"Pernikahan itu bukan kemauanku. Aku terpaksa melakukakannya," jawab Ralina dengan suara yang lirih.
"Kalau kamu tidak mau, kenapa kamu tidak kabur saja?" timpal Ares.
Napas Ralina seakan tersekat mendengar ucapan ketus Ares. Tubuhnya menegang. Respon lelaki itu jauh berbeda dari yang ia harapkan. Ia kira Ares bisa memahaminya.
"Aku tahu kamu sangat kecewa padaku."
"Lalu aku seharusnya bagaimana? Apa aku harus memberi selamat? Apa aku harus menyanjungmu?"
Perkataan Ares semakin menusuk hatinya sampai ia rasanya ingin menangis.
"Kamu ingin aku bagaimana sekarang? Menganggap tidak terjadi apa-apa?" Emosi Ares terpancing. Dadanya penuh sesak dengan segala kekesalan dan kekecewaan terhadap wanita di sampingnya.
"Entah apa nanti kata orang jika melihat aku dekat dengan istri orang. Kamu ingin aku dianggap sebagai selingkuhan?"
"Ares!" Ralina kembali memegangi tangan Ares sambil gemetar. Buliran air mata mulai menetes dari matanya.
"Kamu selalu punya pilihan, Ralina. Mengucapkan janji pernikahan di depan altar bersama orang lain itu juga pilihanmu." Ares berusaha tegar meskipun mendengar suara isakan wanita yang sangat dicintai. Hatinya terasa ikut sakit. Rasanya dunia begitu kejam.
"Atau kamu ingin berubah pikiran?"
"Kamu mau meninggalkan suamimu dan hidup miskin denganku?"
Ralina tidak memberi jawaban. Dia hanya terus terisak sembari memegangi tangan Ares.
"Suamimu tahu kalau kita pacaran."
Perkataan Ares mengejutkan Ralina. Tangisannya terhenti, ia menatap lelaki yang ada di sampingnya.
"Apa kamu ingin tetap melanjutkan hubungan kita sementara kamu sudah menikah?"
"Aku tidak bisa, Ralin."
"Lebih baik kita putus saja."
Ares berusaha melepaskan tangan Ralina darinya. Namun, wanita itu tetap memeganginya.
"Ralin, lepas! Aku harus kembali bekerja," pinta Ares.
Ralina melonggarkan genggaman tangannya hingga Ares bisa pergi meninggalkannya. Perlahan air matanya kembali menetes menyadari Ares tak mau lagi berhubungan dengannya.
Rasa kesal dan benci di hati terarah pada Tristan. Semakin ia merenungi, ia semakin yakin jika lelaki itu sedang berusaha mengatur hidupnya. Ia tidak percaya dengan kebetulan. Semua yang terjadi padanya seperti sebuah setingan.
Tidak mungkin kakaknya kabur tanpa sebab. Pasti ada yang memaksanya pergi. Lalu, gaun pengantin yang diberikan padanya, seolah sudah dipersiapkan sebelumnya.
Ia benar-benar ingin tahu apa maksud lelaki itu menjebaknya dalam pernikahan. Ia bahkan seakan tak bisa lari dari jebakannya. Meskipun berhasil menghindar, ada banyak mata yang seolah terus memperhatikannya.
Tristan juga sudah menyingkirkan orang yang paling ia harapkan menjadi sandaran. Lelaki itu sudah pasti mengintimidasi Ares untuk tidak mendekatinya. Tristan di matanya seperti seorang yang sangat licik.
"Apa sebenarnya yang dia inginkan dariku?" gumamnya.
Ralina mengusap air matanya. Ia menoleh ke arah pesanan yang diantarkan Ares. Namun, ia sama sekali tak berselera makan. Ia meninggalkan bungkusan itu begitu saja.
Sementara, di seberang jalan, dari dalam mobil Tristan terus memperhatikan gerak-gerik Ralina. Setelah beberapa hari, akhirnya ia bisa menemukan sang istri tanpa sengaja.
Ia sebenarnya tengah membuntuti Ares. Tidak disangka Ares pergi menemui istrinya.
Namun, sepertinya Ares mendengarkan ucapannya waktu itu. Kalau saja pemuda itu masih nekad berhubungan dengan istrinya, mungkin ia tak akan melepaskannya.
"Pak, sekarang siapa yang akan kita ikuti? Pemuda itu atau Nona Ralina?" tanya Hansan.
"Tidak perlu mengikuti mereka. Kita kembali ke kantor saja," pinta Tristan.
Selama bukan Ares, Tristan tak terlalu khawatir dengan Ralina. Ia yakin sang istri akan kembali sendiri padanya. Seulas senyum tersimpul di wajahnya.
kira" kemana raliba apa diculik jg sama bobby bisa sj kn raliba dpt info dr seseorang beritahu kbradaan karina yg trnyata dibohongi jg sma orang itu krn oerginya ralina g ada yg tau knp hamin g ngejar waktu itu
tristan pdkt sama ralina ny jngan kasar"
klo g kabur masa iya tristan rela jd suami karina yg urak an demi mnjaga ralina udah dikuras uagnya msih korban raga pdhl udah menyadari klo suka sama ralina... buang " ttenagadan harta tristan
ralina kabur kemana nih
iklaskn ralina yg sudah di incar trintan dr kecil
ralina d culik jga sma karina apa ya? duuhhh ko jd ngilang2 kmna lgi ralin...,,