Jangan lupa mampir di Fb otor (Mima Rahyudi)
**
**
**
“Dad! Aku ingin kita akhiri hubungan kita!” seru Renaya tiba-tiba.
“Kenapa, baby?” tanya Mario.
“Aku nggak nyaman sama semua sikap Daddy,” jawab Renaya
“Kita tidak akan pernah berpisah, baby. Karena aku tidak akan melepaskan kamu.”
Hidup Renaya seketika berubah sejak menjalin hubungan dengan Mario, pria matang berusia 35 tahun, sementara usia Renaya sendiri baru 20 tahun. Renaya begitu terkekang sejak menjadi kekasih Mario, meski mungkin selama menjadi kekasihnya, Mario selalu memenuhi keinginan gadis cantik itu, namun rupanya Mario terlalu posesif selama ini. Renaya dilarang ini dan itu, bahkan jika ada teman pria Renaya yang dekat dengan sang kekasih akan langsung di habisi, dan yang paling membuat Renaya jengkel adalah Mario melarang Renaya untuk bertemu keluarganya sendiri. Sanggupkan Renaya menjalani hidup bersama Mario? Kenapa Mario begitu posesif pada Renaya? Ada rahasia apa di balik sikap posesif Mario?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mima Rahyudi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Mario dan Renaya tiba di Paxel, sebuah klub malam yang terkenal sebagai salah satu tempat paling mewah di kota. Dari luar, bangunan klub tersebut sudah memancarkan cahaya gemerlap dengan lampu neon yang berkilauan, memberikan nuansa eksklusif. Saat mereka memasuki pintu besar klub, suara musik bass yang menggetarkan terasa memenuhi udara, mengiringi setiap langkah mereka. Di dalam, suasana penuh kemewahan—lampu kristal menggantung di langit-langit tinggi, memancarkan cahaya redup yang memberikan kesan intim namun elegan. Lantai dansa yang luas dikelilingi oleh meja-meja VIP yang dipenuhi tamu berpakaian glamor, sementara bartender sibuk di bar dengan dinding kaca yang memajang berbagai jenis minuman berkelas.
Mario menggandeng Renaya dengan lembut, memastikan mereka tidak terpisah di tengah keramaian. Mereka berjalan menuju salah satu meja di sudut yang dikelilingi oleh beberapa orang. Di meja itu, seorang pria duduk dengan santai, mengamati suasana sekitar dengan gelas koktail di tangannya.
“Hai, Jason! Maaf terlambat!” sapa Mario dengan senyuman ramah begitu mereka tiba di depan meja.
Jason, pria yang dipanggil itu, menoleh dan tersenyum lebar. "It’s okay, aku paham," jawabnya santai, mengangkat gelasnya sedikit sebagai tanda sapaan. Mata Jason kemudian melirik Renaya yang berdiri di samping Mario. Malam itu, Renaya tampak memukau dalam balutan gaunnya yang elegan, membuatnya tak luput dari perhatian.
Jason tersenyum, lalu mengangkat alisnya sedikit. "Kekasihmu?" tanyanya, nada suaranya menunjukkan rasa penasaran yang tak bisa disembunyikan.
Mario menatap Renaya sejenak dengan bangga sebelum mengangguk. “Sure,” jawabnya singkat, tangannya meremas lembut jemari Renaya.
Mario menoleh ke arah Renaya dengan senyum kecil, lalu memperkenalkannya kepada Jason. "Ini Renaya," katanya singkat namun penuh makna. Renaya mengangguk sopan, tersenyum tipis sambil menatap Jason.
Jason, yang dari tadi pandangannya sudah tidak lepas dari Renaya, tersenyum lebih lebar. Namun, matanya masih terpaku pada penampilan memukau Renaya, membuat suasana sedikit canggung. Mario bisa merasakan sedikit ketidaknyamanan merayap di dalam dirinya, tapi ia tetap menjaga sikapnya yang tenang. Ia tahu Jason tidak bermaksud kurang ajar, meskipun sorot mata itu terasa lebih dari sekadar sekilas pandang.
Sementara itu, Renaya mendekatkan wajahnya ke telinga Mario dan berbisik, "Daddy, ternyata ada temanku, Ivanka. Boleh aku ke tempat Ivanka?"
Mario menatap Renaya sejenak sebelum menganggukkan kepala pelan, masih dengan ekspresi tenang. "Ya, kamu sama Ivanka saja," jawabnya lembut. "Nanti kalau Daddy sudah selesai, akan Daddy susul. Jangan terlalu banyak minum, Baby."
Renaya tersenyum manis, kemudian mencium pipi Mario sebelum berbalik menuju tempat Ivanka. Mario memperhatikannya pergi sejenak, memastikan Renaya akan baik-baik saja, lalu kembali berfokus pada Jason.
Jason tersenyum penuh arti setelah Renaya pergi, matanya masih sedikit terarah ke tempat Renaya berjalan. “Kekasihmu cantik sekali, Mario,” ujarnya dengan nada memuji, namun ada sesuatu yang tersirat di balik kata-katanya.
Mario hanya tersenyum tipis, menatap Jason sejenak sebelum berkata, "Dia gadis yang baik. Jangan harap aku akan melepaskannya untukmu." Ada nada tegas dalam suaranya, meskipun ia berusaha tetap tenang.
Jason tertawa terbahak-bahak, kepalanya sedikit menunduk saat ia terhibur oleh ucapan Mario. "Ternyata kamu sudah bisa menebak pikiranku, ya!" katanya sambil melirik Mario dengan pandangan nakal. "Tapi, aku penasaran... apakah dia juga se-hot itu kalau di ranjang?"
Mario menahan napas sejenak, merasakan ketidaknyamanan yang semakin kuat. Ia tak berniat melanjutkan percakapan ke arah yang lebih vulgar. Bagi Mario, urusan di ranjang adalah hal yang sangat pribadi, sesuatu yang tidak pantas dibicarakan dengan orang lain, apalagi di depan teman. Dengan nada tenang, namun jelas tidak ingin memperpanjang topik itu, Mario menjawab, “Yang penting aku nyaman dengan dia.”
Mario mengalihkan pembicaraan dengan cepat, menyadari bahwa Jason sudah terlalu jauh melangkah dalam percakapan sebelumnya. "Ngomong-ngomong, kita sudah harus mulai membahas proyek klub malam itu," ujar Mario, mencoba fokus pada bisnis yang sedang mereka rencanakan. Mereka berbicara tentang detail rencana, mulai dari lokasi hingga konsep eksklusif yang akan mereka terapkan untuk membuat klub tersebut berbeda dari yang lain di kota. Suara musik yang keras di Paxel sedikit mengaburkan percakapan mereka, tapi obrolan mereka tampak mengalir dengan baik.
Namun, sesekali matanya secara refleks melirik ke arah Renaya yang tengah duduk dengan Ivanka di meja lain. Ia melihat kekasihnya tampak ceria, tertawa ringan sambil mengobrol dengan temannya. Senyum cerah di wajah Renaya memberikan Mario sedikit kelegaan di tengah kesibukan malam itu.
Sementara itu, Renaya dengan santai mengobrol dengan Ivanka, teman kuliahnya yang sudah lama tidak ia temui. Ivanka, yang juga terlihat stylish malam itu, menatap Renaya dengan penasaran. "Kamu kesini sama siapa?" tanya Ivanka sambil menyesap minumannya.
Renaya tersenyum sambil menoleh sekilas ke arah Mario yang masih berbicara dengan Jason di meja seberang. "Sama Daddy Mario," jawabnya santai. "Dia lagi urusan bisnis sama temennya."
Ivanka tersenyum jahil sambil menatap Mario dari kejauhan. “Daddy Mario-mu semakin tampan dan mempesona, Ren. Boleh dong sesekali aku mencobanya?” katanya sambil terkekeh, nadanya bercanda namun memancing respons spontan.
Renaya langsung melotot, berusaha terlihat jengkel meski tahu Ivanka hanya bercanda. “Dia bukan kekasih bergilir ya,” jawab Renaya cepat dengan suara tegas namun bercampur tawa.
Ivanka langsung terbahak, dan Renaya pun tak bisa menahan tawa. Suasana antara mereka kembali santai, dengan Renaya menyadari bahwa komentar Ivanka hanyalah bagian dari canda ringan di antara teman-teman lama. "Ih, serius amat sih," Ivanka menggodanya lagi sambil memukul pelan lengan Renaya.
"Tapi tetep, Daddy Mario nggak akan ke mana-mana," jawab Renaya, matanya sesekali melirik ke arah Mario, yang tetap asyik berbicara dengan Jason di seberang.
Tak lama kemudian Mario menghampirinya, lalu mencium puncak kepala Renaya.
“Baby, maaf lama. Mau pulang atau masih mau di sini?” tanyanya lembut, suaranya terdengar penuh perhatian.
Renaya yang sudah merasa lelah sebenarnya, terutama karena pergulatan panas mereka sore tadi, menatap Mario dengan mata sedikit mengantuk. Ia menghela napas kecil, lalu berkata, "Pulang saja, Dad. Aku ngantuk."
Mario tersenyum lembut, memahami kondisi Renaya. “Baik, kita pulang sekarang,” jawabnya sambil mengulurkan tangan untuk menggenggam jemari Renaya dengan lembut.
Ivanka menatap mereka dengan senyum jahil. “Sudah ngantuk ya, Ren? Ya udah, hati-hati di jalan. Kapan-kapan ketemuan lagi!”
Renaya mengangguk sambil tersenyum, kemudian berpamitan pada Ivanka. Mario pun menggandengnya keluar dari club.
Begitu Mario dan Renaya masuk ke dalam mobil, Mario langsung menyalakan mesin, sementara Renaya duduk bersandar di kursi dengan mata setengah terpejam. Udara malam yang sejuk di dalam mobil membuatnya semakin mengantuk, dan ia mulai menguap beberapa kali.
Mario meliriknya dengan senyum menggoda. "Baby, kalau sampai rumah nggak langsung tidur, aku garap lho nanti," ucapnya setengah bercanda namun dengan nada penuh godaan.
Renaya, yang sudah sangat lelah, menoleh pelan ke arah Mario dengan mata sayu. "Aku mau tidur, Dad," rengeknya dengan suara manja, bibirnya sedikit manyun sambil mengusap matanya yang mengantuk. "Sumpah, kali ini benar-benar capek," lanjutnya, menegaskan.
Mario tertawa pelan, merasa senang melihat sisi manja Renaya. "Oke, oke," katanya lembut, satu tangannya menyentuh kepala Renaya, mengusap rambutnya dengan sayang. "Nanti Daddy pastikan kamu bisa tidur nyenyak."
Malam itu, jalanan ibu kota mulai lengang, suasana sunyi seiring berkurangnya hiruk pikuk di sekitar. Mario dengan tenang menyetir, sesekali melirik Renaya yang sudah terlelap di kursinya, kepalanya bersandar nyaman pada jendela. Keletihan jelas terlihat di wajahnya, tetapi ia tampak damai, seolah merasa aman sepenuhnya bersama Mario.
Saat mobilnya berhenti di lampu merah, Mario tanpa sengaja melirik ke mobil di sebelahnya. Pandangannya seketika terpaku ketika melihat sosok yang familiar duduk di kursi penumpang mobil itu. Dahinya berkerut seketika. "Bukankah itu Bella?" pikirnya, merasa ada yang aneh dengan situasi ini. "Malam-malam begini, masih keluyuran dengan pria lain?" gumam Mario dalam hati, pandangannya penuh tanda tanya.
"Kemana suaminya?” tanyanya lagi dalam hati.
Mario kembali melajukan mobilnya dan tibalah di basement apartement.
“Baby, sudah sampai,” bisik Mario mencoba membangunkan Renaya.
“Uh, Daddy… enak…” Renaya malah mengigau sendiri.
“Astaga! Mimpi apa anak ini!?” seru Mario dalam hati.
jadi wajib baca dan masuk rak.