Menikah dengan pria yang bahkan belum pernah ia temui? Gila!
Ceira Putri Anggraini tak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis dalam semalam. Dari seorang gadis yatim piatu yang berjuang di tengah kemiskinan, kini ia menjadi istri dari Daniel Dartanto, pria berusia 30 tahun yang kaya, dingin, dan penuh misteri.
Pernikahan ini terjadi karena utang budi. Tapi bagi Daniel, Ceira hanyalah kewajiban.
Satu atap dengan pria yang nyaris tak tersentuh emosi, Ceira harus bertahan dari tatapan tajam, sikap dingin, dan rahasia besar yang disembunyikan seorang Daniel.
Namun, semakin lama ia mengenal Daniel, semakin banyak pertanyaan muncul.
Siapa sosok yang diam-diam Daniel kunjungi di rumah sakit?
Kenapa hatinya mulai berdebar di dekat pria yang awalnya ia benci?
Dan yang paling penting—sampai kapan ia bisa bertahan dalam pernikahan tanpa cinta ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nedl's, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 Kekonyolan Pagi Hari
Pagi itu, suasana rumah megah keluarga Dartanto mendadak berubah menjadi heboh. Ceira yang sejak awal berniat ingin membantu menyiapkan sarapan malah menciptakan insiden kecil yang membuat semua orang panik.
"ARGHHH!"
Teriakan Ceira menggema di dapur, membuat semua asisten rumah tangga tersentak kaget. Pisau yang dipegangnya jatuh ke lantai dengan bunyi nyaring. Matanya membelalak ngeri melihat cairan merah yang menetes ke meja.
Gina yang sedang duduk di ruang makan langsung menoleh dan menghampiri Ceira. "Ya Tuhan, Ceira! Kamu kenapa?"
Ceira menatap jarinya yang berdarah, lalu memekik lebih keras. "AKU TERPOTONG! AARGH, AKU KEHILANGAN JARI! PANGGIL AMBULANS!"
Asisten rumah tangga buru-buru mengambil plester dan menenangkan Ceira. "Tenang, Nona! Ini cuma luka kecil."
"Tapi darahnya banyak! Aduh, aku pingsan nih...!"
Gina yang awalnya khawatir kini malah tertawa geli melihat reaksi berlebihan Ceira. Ia menggeleng sambil tersenyum. "Ceira, kamu terlalu dramatis."
Ceira cemberut dan memeluk jarinya yang terluka. "Tapi sakit beneran, Mama!"
Gina dengan lembut membantu memasangkan plester di jari Ceira. "Kamu ini lucu sekali. Kalau masak saja sudah begini, bagaimana nanti kalau tinggal berdua dengan Daniel?"
Ceira terdiam sejenak, wajahnya langsung berubah. Pikirannya kembali ke kejadian semalam. Setelah percakapan mereka tentang pindah ke apartemen, Daniel langsung menghilang ke ruang kerjanya dan mungkin tidur di sana. Pagi ini pun, Ceira tidak mendapati pria itu di tempat tidur.
Dari kejauhan, Daniel hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah konyol istrinya. Matanya menatap Ceira yang masih heboh dengan jarinya.
"Sepertinya aku akan menghadapi kekonyolan ini setiap hari," gumamnya pelan.
Tiba-tiba, suara notifikasi masuk terdengar dari ponsel Daniel. Ia mengambilnya dan membaca isi pesan itu. Ekspresinya langsung berubah. Matanya menajam, wajahnya dingin. Tanpa mengatakan apa pun, ia segera berbalik dan berjalan menuju ruang kerjanya.
...----------------...
Sementara itu, di kantor, suasana terasa tegang. Lestari, sekretaris pribadi Daniel, sedang berdiri di depan meja bosnya dengan wajah cemas. Daniel baru saja mengamuk.
"Saya hanya telat beberapa menit, Pak! Tadi saya harus mampir ke klinik karena merasa gak enak badan," Lestari berusaha menjelaskan, meski suaranya sedikit gemetar.
Daniel menatapnya tajam. "Kamu terlihat sangat sehat, Lestari. Jangan berikan alasan yang tidak masuk akal. Saya butuh laporan tepat waktu, bukan alasan konyol. Kalau tidak bisa bekerja dengan baik, kamu tahu di mana pintu keluar."
Lestari menunduk dalam diam. Dia tahu Daniel memang seperti ini. Dingin, tegas, dan tidak mentolerir kesalahan sekecil apa pun. Dia sudah lelah, tapi belum bisa pergi. Setidaknya, dia harus bertahan sampai tabungannya cukup.
Di sisi lain, Ceira sibuk mencari cara untuk menghindari tinggal berdua dengan Daniel di apartemen. Baginya, ini masalah besar! Walaupun mereka sudah menikah secara sah, ia tetap merasa tidak siap.
"Gue harus cari alasan! Mungkin gue bisa bilang gue belum siap meninggalkan Mama Gina. Atau... gue bisa bilang gue takut sendirian di apartemen! Tapi ... Daniel pasti gak akan peduli...," gumam Ceira sambil mondar-mandir di kamar.
Gadis itu mencengkeram kepalanya frustasi. "Ya Tuhan, aku masih 18 tahun! Aku masih remaja! Ini terlalu cepat! Bagaimana kalau Daniel aneh-aneh?! Aku harus cari cara! Aku tidak bisa tinggal berdua dengannya Tuhan!"
Di sisi lain, Daniel masih terpaku pada layar ponselnya. Pesan yang baru saja ia baca tadi pagi membuat pikirannya kacau. Ia mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Pikirannya melayang ke sosok yang sedang terbaring tak berdaya di rumah sakit. Sudah empat tahun berlalu, dan kondisi orang itu belum juga membaik. Daniel harus menemukan solusi. Ia tak bisa membiarkan semuanya berlarut-larut.
Sementara itu, di dalam kamar, Ceira masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Tak habis-habisnya. Ia menggigit bibir, matanya menatap bayangannya di cermin. "Atau ... mungkin gue bisa pura-pura sakit?" bisiknya sendiri. Tapi bayangan Daniel yang dingin dan tajam langsung muncul di kepalanya. Ceira langsung menggeleng cepat. "Engga, engga! Gue harus pikirin cara lain!" Dengan cepat, ia meraih ponselnya dan mulai mencari berbagai alasan yang bisa menyelamatkannya dari tinggal berdua dengan Daniel di google tapi tak kunjung ketemu juga. Namun, dalam hati kecilnya, ada sesuatu yang mengatakan bahwa cepat atau lambat, ia harus menghadapi kenyataan ini. Dia harus membiasakan diri.
Saat masih sibuk mondar-mandir di kamar, ponsel Ceira bergetar menandakan ada sebuah pesan masuk. Ia buru-buru melihat dan ada sebuah notifikasi pesan masuk dari Alex.
Alex : Ceira! Lama banget gak ketemu. Gue sama Kamia kangen banget nih. Ayolah, ketemuan di kafe sore ini? Bisa gak?
Ceira membelalakkan matanya, lalu buru-buru mengetik balasan.
Ceira: Hah? Beneran? Kalian di mana sekarang?
Alex: Gue dan Kamia lagi disuruh ikut workshop sama si bos. Udah beberapa hari di sini, tapi belum sempat ketemu lo. Lo harus datang ya! Kita ketemu di Cafe bintang. Okeyy.
Mata Ceira berbinar. Setelah semua kekhawatiran tentang tinggal berdua dengan Daniel, ajakan ini datang di saat yang tepat. Ia benar-benar butuh hiburan dan melepas stres. Apalagi dia juga sangat merindukan dua sahabat sekaligus rekan kerjanya dulu, Alex dan Kamia sudah seperti kakaknya sendiri.
Tanpa berpikir panjang, Ceira langsung turun ke lantai bawah dan menemui Gina di ruang keluarga.
"Mama, boleh nggak aku pergi sebentar? Teman-temanku ngajakin ketemuan di kafe," kata Ceira dengan mata berbinar.
Gina yang sedang membaca majalah menoleh. "Oh? Teman lama?"
Ceira mengangguk cepat. "Iya, Mama. Dulu kita kerja bareng. Mereka tiba-tiba ada di sini dan ngajakin ketemu. Aku nggak akan lama, janji!"
Gina tersenyum lembut. "Ya sudah, hati-hati di jalan. Jangan pulang terlalu malam."
Ceira mengangguk girang. "Makasih, Mama!"
Tak lama setelah Ceira pergi, sebuah pesan masuk ke ponsel seseorang. Foto Ceira tengah tersenyum dan menyentuh pundak Alex tersebar. Dari sudut pengambilan foto, Ceira terlihat seolah hanya berduaan dengan Alex dan terlihat sangat bahagia, padahal Kamia berada di belakang dan tidak tertangkap kamera.
Seseorang yang menerima foto itu menatap layar ponselnya lama, sebelum akhirnya tersenyum miring. "Menarik..."
Bersambung.......
maka nya aku baru baca prolog nya
oh ya kak jangan lupa baca novel aju judul nya Istri kecil tuan mafia