Sang Dewi Nemesis Hukum Nolite, yang jutek harus berkelahi dengan berondong teknik yang Playboy itu. Iyuuuuh .. nggak banget!!!!!
Tapi bagaimana kalau takdir berkata lain, pertemuan dan kebersamaan keduanya yag seolah sengaja di atur oleh semesta.
"Mau lo sebenernya apa sih? Gue ini bukan pacar lo Cakra, kita udah nggak ada hubungan apa-apa!" Teriak Aluna tertahan karena mereka ada di perpustakaan.
Pria itu hanya tersenyum, menatap wajah cantik Aluna dengan lamat. Seolah mengabadikan tiap lekuk wajah, tapi helai rambut dan tarikan nafas Aluna yang terlihat sangat indah dan sayang untuk dilewatkan.
"Gue bukan pacar lo dan nggak akan pernah jadi pacar lo. Cakra!" Pekik Aluna sambil menghentakkan kakinya di lantai.
"Tapi kan waktu itu Kakak setuju mau jadi pacar aku," pria itu memasang ajah polos dengn mata berkedip imut.
"Kalau lo nggak nekat manjat tiang bendera dan nggak mau turun sebelum gue nuritin keinginan gila lo itu!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
keras kepala
Dua kopi susu dengan cangkir keramik warna pink Hail letakkan di meja kaca yang ada di depan Cakra. Pemuda berkaos hitam dengan celana pendek warna senada itu tidak terusik sedikitpun dengan kedatangan om-nya yang paling kecil itu.
Hail duduk di kursi yang terbuat dari ban truck besar di samping Cakra, mencondongkan tubuhnya untuk sedikit mengintip layar ponsel sang keponakan.
"Serius amat Ka, emang udah baikan?" tanya Hail dengan nada menyindir, setelah melihat ruang pesan Cakra mengetik. Tidak ada nama hanya emoji bulan purnama, dan Hail tahu dengan siapa keponakan tampannya bertukar pesan.
Cakra melirik dengan sorot mata setajam silet pada pria berambut pirang itu.
"Kepo," ketus Cakra sambil menjauhkan ponselnya Hail.
Hail hanya mengangkat bahu acuh, mengambil gelas miliknya lalu meneguk kopi susu perlahan.
"Udah ditolak berapa kali kamu?" tanya Hail dengan tatapan lurus kearah hiruk pikuk gemerlapnya lampu kota.
"Aka nggak pernah ditolak, dia cuma belum mau sama Aka lagi, mungkin Bulan-nya Aka butuh lebih banyak waktu untuk terbiasa dengan Aka lagi," jawab Cakra dengan nada sedikit sendu. Jemarinya mengusap layar ponsel ynag menampilkan gambar sang gadis favoritnya dari belakang.
"Hem ... Om tau betapa kamu suka sama Bulan kamu itu, walau Om belum pernah liat dia. Tapi dari cerita kamu kayaknya dia anak yang baik."
Cakra hanya diam dan mengangguk kecil.
"Bulan-nya Aka selalu baik, dia yang terbaik.Hail meletakan gelasnya, matanya memutar jengah mendengar ucapan bucin Cakra. Pria berkaos hitam itu sedikir merubah posisi duduk agar lebih menyandar, lalu melipat tangan dia atas kaki yang saling bertumpu.
"Sudah dua tahun kalian loss contact Ka, bagaimana kalau Bulan sudah menemukan seseorang yang lain?" tanya Hail yang seketika membuat mata Cakra melebar.
Kilasan kejadian di teras rumah Aluna seketika terlintas kembali. Sh**t, darah cakra mendidih mengingat tawa Aluna yang bukan untuknya.
"Nggak akan, Om. Bulan hanya punya Cakra. Dia hanya milik Cakra!" tegas Cakra penuh penekanan.
"Semua orang bisa berubah Ka, tidak semua di dunia ini harus berjalan sesuai kemauan kita-"
"Semua memang bisa terjadi Om, tapi tidak untuk Aka dan Bulan," potong Cakra dengan nada tegas, pemuda itu tidak akan membiarkan apapun mengusik hubungannya dengan Aluna.
Dengan cara apapun Cakra akan mendapatkan hati Aluna lagi, apapun. Hail menggeleng lalu menepuk bahu Cakra pelan, dia tahu betapa keras kepalanya Cakra, jika dia sudah menginginkan sesuatu maka dia kan mendapatkannya. Dan ini adalah sedikit sifat yang turun dari Wira, mau bagaimana pun darah Wira memang mengalir di tubuh anak ini.
"Tapi Ka-
"Om sendiri, sampai kapan Om nunggu cintanya Om yang hilang tanpa kabar itu," sela Cakra cepat, biarlah dia tidak sopan menyela orang yang lebih tua saat bicara.
Cakra hanya tidak mau membahas masalah Aluna lagi jika Hail hanya memintanya untuka berhenti memperjuangkan Aluna. Bagaimana bisa ia berhenti dijalan menuju rumahnya, meski dia harus tersandung, terjatuh berkali-kali tidak apa-apa. Jika ujungnya adalah Aluna.
Hail tersenyum tipis lalu mengacak-acak rambut Cakra. Ia kemudian bangkit dan mengambil kopi miliknya.
"Tidur Ka, ini udah malem. Kamu udah minum obat kan?" Cakra mendengus kecil mendengar ucapan Hail yang jauh dari pertanyaanya tadi.
Jelas sekali Om pirangnya itu sengaja mengalihkan pembicaraan mereka. Nyatanya Cakra dan Hail sama-sama keras kepala.
"Nyuruh tidur tapi dibikinin kopi, aneh," celetuk Cakra.
"Dari pada bengong doang di balkon kayak tadi kan mending di temenin kopi, lagian tadi Om nggak sengaja buka kopi dua sachet," kilah Hail lagi.
"Preet... Om tuh selalu gitu, alasan terus."
Hail tertawa lalu mulai berjalan menuruni tangga besi. Tapi langkahnya terhenti di anak tangga ketiga, ia menoleh menatap Cakra yang masih setia menikmati pemandangan malam.
"Cepat tidur kalau besok mau kuliah, tubuh kamu butuh istirahat," ucap Hail lalu kembali melanjutkan langkh menuruni anak tangga.
Cakra menghela nafas panjang, ia pun bangkit dari kursi dan mengambil kopinya di meja. Hail benar, Cakra butuh istirahat, dia tidak bisa bohong kalau tubuhnya terasa cukup lelah dan sedikit nyeri di beberapa bagian, dia harus punya tenaga yang cukup untuk rencana besar besok.
"Selamat malam cantikku, sweet dream Sayangnya Aka," ucap pria itu dengan lembut pada bulan sabit yang bertengger di langit.
.
.
.
.
.
Matahari begitu bersemangat menyapa para penduduk bumi dengan sinarnya yang terik. Tapi semangat sepertinya tidak menular pada gadis bermayang coklat gelap. Sama seperti jalanan yang macet, hati Aluna juga gelisah tak terurai.
Ia kesal tapi tidak tahu apa yang membuatnya kesal, apa karena pesan Cakra semalam. Tidak, itu tidak mungkin. Aluna yakin sudah tidak ada ruang di hatinya untuk Cakra, kuman itu sudah tidak punya dampak apa-apa dalam hidupnya.
Aluna mengigit-gigit bibir bawahnya, tatapannya sedikit menerawang jauh ke banyaknya mobil yang berjajar di depannya. Untung saja Aluna berangkat lebih pagi, jika tidak maka dia akann terlambat karena terjebak macet ini.
Butuh waktu lebih lama bagi Aluna sampai di Nolite. Ia pun segera memarkirkan mobil kesayangannya di tempat parkir kampus. Tangan Aluna yang hendak membuka pintu mobil terhenti saat ponsel dalam tasnya menjerit keras.
Aluna : "Halo"
Willona : "Halo Luna, lo dimana? udah sampai kampus?" suara Willona terdengar panik.
Aluna : "Gue baru banget sampai di parkiran, kenapa?"
Willona : "Mending lo cepetan ke sini deh, duh kacau banget. Lo pasti kaget liat ini, siapin diri lo jangan sampe pingsan."
Aluna mengerutkan kening mendengar ucapan Sahabatnya.
Aluna : "Kacau? terkejut? pingsan? lo ngomong apa sih?"
Willona : "Itu ... aduh gimana sih ngomongnya."
Aluna : " Lo tinggal ngomong aja Ona, daritadi kan lo juga ngomong."
Willona : " Pokoknya lo cepetan ke sini deh, gue tunggu."
Willona memutuskan sambungan ponselnya.
"Lo dimana Anjir, halo .., halo. Astaga Ona," tukas Aluna kesal.
Ia pun mengirim pesan pada Willona untuk mengetahui posisi gadis itu. Aluna turun dari mobil dan berjalan cepat menuju gedung C atau gedung Fakultas hukum. Ternyata Willona sedang berada di kelas Aluna. Pertanyaannya adalah ngapain anak ADV di kelas Hukum kriminal.
Langkah ALuna semakin cepat hampir berlari kecil, langkah yang tergesa membuat gedung C terasa lebih jauh dari biasanya. Aluna sangat penasaran dengan apa yang Willona katakan, terlebih tatapan mahasiswa lain terasa aneh. Mereka tertawa kecil setiap kali berpapasan dengan Aluna.
ini juga kenapa pada Ngeliatin Aluna kaya coba.
apalagi dia yang setatusnya sebagai orang tua Cakra. kenapa gak di laporin aja kepolisi si.
Nyatanya mau Cakra tw Om Hail pun sama² keras kepala dalam mempertahankan rasa cinta mereka buat seseorang yg spesial di hati mereka,,,
Apa ini??bakalan ada Drama apalagi yg akan Luna liat???
padahal anak gak tau apa", masa ibunya kecelakaan dan meninggal kesalahan nya harus di tanggung sang anak sampai dewasa?? emang kecelakaan itu disengaja?? salut sama Cakra yg bisa kuat menjalani kehidupan yg keras tanpa kasih sayang orang tua..
padahal anak ny Cakra tapi lebih pro ke Miranda, pasti perkara uang lagi 😒😒