Menjadi ibu baru tidak lah mudah, kehamilan Yeni tidak ada masalah. Tetapi selamma kehamilan, dia terus mengalami tekanan fisik dan tekanan mental yang di sebabkan oleh mertua nya. Suami nya Ridwan selalu menuruti semua perkataan ibunya. Dia selalu mengagungkan ibunya. Dari awal sampai melahirkan dia seperti tak perduli akan istrinya. Dia selalu meminta Yeni agar bisa memahami ibunya. Yeni menuruti kemauan suaminya itu namun suatu masalah terjadi sehingga Yeni tak bisa lagi mentolerir semua campur tangan gan mertuanya.
Bagaimana akhir cerita ini? Apa yang akan yeni lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tina Mehna 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 2. CTMDKK
Yeni ! Hey Yeni !” teriak seperti suara mertua ku.
Aku dan bu yati saling bertatapan, lalu bu yati pun berdiri dan keluar untuk melihat orang yang berteriak dari depan rumah nya diikuti juga dengan ku.
“Hey Yati! Mana Yeni!” teriak mertua ku.
“Ada apa ma? Jangan teriak-teriak gitu toh ma,” ucap ku.
“Eh eh, ini semua juga karena kamu tau nggak! Camilan buat syifa jadi habis di makan Ridwan, itu semua karena kamu yang nggak becus ngurus suami. Ridwan ngomong kalau kamu protes karena uang? Hah? tak tau diri sekali. Ridwan itu wajib bertanggungjawab pada ibu sama adiknya. Istri macam apa kamu ini. Dasar bodoh ! bukannya bersyukur malah protes.”
“Ya ampun bu marni. Salah kaprah sekali kamu Bu. Anakmu sudah nikah ya harusnya tanggungjawab sama anak istrinya lah. seharusnya ya kamu Bu yang ikut bantu anakmu itu. Jangan minta uang sama anakmu gitu. Si Ridwan aja mau punya anak ya kebutuhan lebih banyak Bu. Ajaran dari mana sih. sesat sekali." ucap bu yati yang keheranan juga.
“Heh bu yati, jangan ikut campur ini bukan urusan kamu bu!”
"Ealah ngajak padu buk! Di omongin bener-bener malah ngeyel, Kiye umah ku ya jadi urusan ku buk!” ucap bu yati yang juga makin meninggi suara nya.
“Heh, kamu nantang? Sini kau!”
“Eh eh, ayo sini kita gelut sekalian. Semena-mena sekali ya kamu marni,”
Mereka saling melotot, aku tak tinggal diam, ku menggandeng tangan mertua ku lalu ku tarik dia agar tidak bertengkar dengan bu yati.
“Ma, ayo kita pulang saja. Udah, jangan berantem.” Tarik ku lengan mertua ku.
“Lepas! Ikut campur aja kalau orang tua lagi debat” marah mertuaku.
“Eh malah yeni di marahin, Mertua macam apa kamu!”
“Heh! Kamu ya! Hiihhh!” mertua ku menarik rambut bu yati begitu pula sebaliknya.
Suasana menjadi sangat heboh lagi Ketika banyak tetangga yang penasaran dan ikut melihat mereka berkelahi.
“Aduh bu, udah bu … udah..” ucap salah seorang tetangga yang mendekati kami membantu memisahkan mertua ku dengan bu yati.
Mereka saling jambak menjambak rambut hingga pak RT tiba-tiba melerai mereka.
“Bu, sudah bu.. Apa anda sekalian tidak malu? Jambak-jambak kaya anak kecil aja,” ucap pak RT.
“Dia dulu yang ngajakin ribut pak!” jawab mertua ku menunjuk ke arah bu yati.
“Eh, kok aku sih? Fitnah itu pak jelas-jelas dia dulu. Lagian dateng-dateng marah-marah berisik tau nggak buk!” bela diri bu yati.
“Siapapun yang duluan, sekarang ayo saling minta maaf bu, nggak baik bertengkar seperti ini,” Ucap lagi pak RT.
“Nggak sudi,” ucap mertua ku.
“Eh, dasar egois! Sudah salah nggak mau ngaku nggak minta maaf lagi. Ingat umur, ingat dosa. Kalau Njenengan minta maaf pun nggak bakalan saya maafin,”
“Heh! Najis sekali ya minta maaf pada orang modelan gini,”
Bu yati tersulut emosi nya lalu mendorong mertua ku lagi. Kami yang ada disini pun ikut panik.
“Eh, eh.. malah jadi gini sih?” ucap pak RT.
Aku berusaha untuk memisahkan mereka lagi namun entah kenapa mertua ku ikut mendorong ku hingga aku pun jatuh dalam posisi terduduk di atas tanah. Aku merasa sangat sakit dan perih di bagian bawah perut ku sontak ku kaget dan lebih kaget lagi Ketika melihat air ketuban ku pecah mengalir di sepanjang kaki ku.
“Aaaa ma, tolong..” ucap ku meminta tolong pada mereka.
“Ya Allah Yen, Aduh gimana nih, pak.” Ucap bu Yati yang terlihat panik.
“Ayo, bantu baringkan dulu di situ bu, Bu Marni bisa telpon Ridwan suruh ke sini? Kasih tau dia bawa Yeni ke rumah sakit" Ucap seorang warga lain.
“Hmm, paling ya pura-pura itu." jawab mertua ku yang sama sekali tak terlihat panik atau pun khawatir.
"Astaghfirullah Bu Marni!" Teriak Bu Yati.
Aku bisa melihat sekilas semua warga ikut panik terutama ibu-ibu yang tadi ikut menonton perkelahian bu Yati dengan mertua ku.
“Saya sudah panggil ambulance kemari. Gimana bu? Ridwan di mana?” Ku dengar suara tetangga yang lupa siapa namanya.
“Berisik..” jawab mertua ku judes.
“Ya Allah bu, mantu kesakitan gini kok nggak ada khawatir nya sih?”
“Iya tuh, gimana sih bu Marni itu? Tadi ku lihat dia yang dorong Yeni loh,”
“Heh bu! Kok pada nyalahin saya sih? Jangan asal tuduh ya,”
“Eh, nggak hanya saya aja bu yang lihat, ibu-ibu di sini juga lihat kan bu? Ya kan?”
“Iya saya lihat juga, Pak bener tuh Bu Marni yang dorong yeni nih, Jahat banget sih jadi orang,” ucap ibu-ibu yang lain.
“Aaaawww emmmm,” aku mengejan dengan paksa hingga kini ku merasa ada yang mengalir hingga ke kaki ku.
“Bu, darah, darah ..” teriak seorang ibu-ibu menunjuk ke tempat darah itu mengalir.
“Yen.. Yeni .. jangan ngeden sekarang yen, Yang tenang yen, sebentar lagi kita akan ke rumah sakit,”
“Heeh, kenapa ke rumah sakit? Ke bidang saja, yang murah. Ngapain ke rumah sakit mahal-mahal.” Ku dengar suara mertua ku begitu.
Tiba-tiba, Suara mas Ridwan terdengar di telinga ku.
“Itu tuh Ridwan bawa becak,” ucap seseorang.
“Ya itu suami nya, Hey Ridwan kemari temani istri mu dulu. Kita tunggu ambulance datang.” Ucap ibu-ibu yang lain.
“Mana Yeni Bu?” ku dengar mas Ridwan berbicara pada ibunya.
“Tuh. Bawa dia ke bidan Diana saja“ ucap mertua ku.
“Memang nya yeni sudah mau melahirkan ma? Bukan kah masih agak lama ma?”
“Hey udah Ridwan. Sini.. Istri kamu ini loh mau melahirkan. kamu tunggu sini, tenangkan istri mu" Ucap Bu Yati.
Mas Ridwan pun mendekatiku. “Kita pergi ke bidan saja" bisik nya padaku.
Aku tak menjawab apapun, dia pun langsung membopong ku. Sontak semua orang yang ada di sini pun protes pada mas Ridwan.
“Heehh mau di bawa kemana yeni. Tunggu sebentar lagi Ridwan, ambulance datang sebentar lagi.” ucap semua nya panik.
“Saya bawa saja ke bidan bu, pak. Kita nggak ada bpjs dan uang kami pun pas-pasan.” Ucap nya pada semua orang.
“Loh, jangan begitu juga Ridwan, Bawa ke rumah sakit saja?” bujuk pak RT.
“Iya nih Ridwan gimana sih,”
“Ini urusan saya pak. Maaf, saya permisi dulu,”
Mas Ridwan pun menggendong ku ke dalam becak lalu dia langsung menjalankan becak itu.
“Aduh, susah banget ya ngomongin dia sama aja kaya ibu nya,” ucap seorang warga mencemooh.
“Eh, situ ngatain saya? Kurang ajar ya kalian semua, Awas tunggu saja pembalasan ku,”
"Inget umur Bu. Pelit dan jahat banget jadi orang. Kami bisa loh laporkan ke polisi" Aku masih dengar mereka masih berdebat.
"Heh! Sok tahu sekali kalian tentang hukum. pinter banget emang? Cuihh.." ku masih dengar mertua ku ribut.
Entah berapa lama perjalanan ini, namun setelah berhenti, mas Ridwan pun membopong ku lagi lalu masuk kedalam sebuah ruangan.Di dalam, ku di tanyai oleh seorang bidan atau dokter yang aku sendiri tidak tau. Lalu setelah dia memeriksa ku, bidan itu berkata “Maaf pak, sebaiknya di rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan cesar.”
“Apa? Tidak bu bidan, seperti nya saya tidak bisa membawa nya ke rumah sakit.”
“Pak! Tapi keadaan pasien jika lama kelamaan akan kritis pak. Tolong berpikirlah pak. Keadaan nya saat ini sangat tidak memungkin kan utuk persalinan normal.”
“Tapi..”
“Bu bidan, menantu saya lahiran normal saja. Tidak ada uang, Pasti bisa tuh si Yeni,”
Next..
Bersambung...