Aluna, seorang penulis sukses, baru saja merampungkan novel historis berjudul "Rahasia Sang Selir", kisah penuh cinta dan intrik di istana kerajaan Korea. Namun, di tengah perjalanannya ke acara temu penggemar, ia mengalami kecelakaan misterius dan mendapati dirinya terbangun di dalam tubuh salah satu karakter yang ia tulis sendiri: Seo-Rin, seorang wanita antagonis yang ditakdirkan membawa konflik.
Dalam kebingungannya, Aluna harus menjalani hidup sebagai Seo-Rin, mengikuti alur cerita yang ia ciptakan. Hari pertama sebagai Seo-Rin dimulai dengan undangan ke istana untuk mengikuti pemilihan permaisuri. Meski ia berusaha menghindari pangeran dan bertindak sesuai perannya, takdir seolah bermain dengan cara tak terduga. Pangeran Ji-Woon, yang terkenal dingin dan penuh ambisi, justru tertarik pada sikap "antagonis" Seo-Rin dan mengangkatnya sebagai selirnya—suatu kejadian yang tidak pernah ada dalam cerita yang ia tulis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2: Di Balik Seleksi Permaisuri
Aluna berdiri di sudut aula besar istana, memandang penuh kebingungan dan rasa was-was. Balairung istana yang megah kini disulap menjadi tempat kompetisi—setiap sudutnya dihiasi kain sutra merah dan emas, sementara para dayang sibuk mengarahkan para gadis ke tempat yang sudah ditentukan. Di panggung utama, duduk seorang wanita dengan mahkota emas berkilau di kepalanya: Ratu Kim, ibu Pangeran Ji-Woon, yang memegang kuasa penuh atas jalannya pemilihan.
Aluna berusaha menyusun pikirannya yang kalut. Ini bukan adegan yang ia tulis. Di novelnya, para gadis hanya diperkenalkan sekilas, dan pangeran memilih permaisuri tanpa banyak ritual atau kompetisi. Tapi kali ini, tampaknya kompetisi itu sangat serius. Para gadis bangsawan, termasuk dirinya—atau lebih tepatnya Seo-Rin—diuji dalam serangkaian tantangan untuk membuktikan siapa yang layak menjadi permaisuri berikutnya.
Dayang Istana berdiri di depan para gadis dengan ekspresi serius, mengumumkan aturan kontes. “Atas perintah Ratu Kim, kalian akan melalui tiga tahapan untuk menguji keberanian, kecerdasan, dan kecantikan sejati seorang calon permaisuri. Hanya yang terbaik dari kalian yang akan maju sebagai calon pendamping Pangeran Ji-Woon.”
Para gadis mulai berbisik satu sama lain, tampak bersemangat sekaligus tegang. Kang-Ji, gadis yang selama ini terkenal karena kecantikannya, berdiri anggun di barisan depan, sesekali melirik ke arah Aluna dengan senyum meremehkan. Aluna membalas dengan anggukan tipis, mencoba mengingat karakter Kang-Ji seperti yang ia tulis: seorang gadis cerdas, tenang, namun memiliki sisi ambisius yang kuat.
Tahap Pertama: Kecakapan Menari
Pada tahap pertama, para gadis diminta untuk menampilkan tarian tradisional di depan Ratu Kim dan Pangeran Ji-Woon, yang duduk tenang memperhatikan dari kursinya. Satu per satu, mereka tampil dengan anggun di hadapan para tamu istana, mencoba menunjukkan kecantikan dan kepiawaian mereka dalam seni tari.
Saat giliran Aluna tiba, ia menarik napas dalam, mencoba mengingat gerakan tarian klasik yang pernah ia lihat. Hanbok berat yang ia kenakan, meski menambah kesulitan, memberinya penampilan yang anggun saat ia melangkah dengan gemulai. Ia bergerak perlahan, mencoba menyesuaikan irama meskipun rasa gugup tak kunjung hilang. Matanya tak sengaja menangkap tatapan Pangeran Ji-Woon, yang terlihat menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak.
Saat Aluna menyelesaikan tarian dan membungkuk, ia mendengar bisikan-bisikan kekaguman dari para dayang. Tetapi pandangan sinis dari Kang-Ji dan beberapa gadis lainnya tak bisa ia abaikan. Meskipun Aluna tahu Seo-Rin tidak ditulis sebagai tokoh yang pandai menari, dia berusaha melakukan yang terbaik—sebuah keputusan yang membuatnya semakin waspada akan perubahan yang ia alami di dunia ini.
Tahap Kedua: Ujian Kecerdasan
Di tahap berikutnya, para gadis diuji kecerdasannya. Dayang Istana memberi mereka serangkaian pertanyaan mengenai kebijakan kerajaan, sejarah, dan etika yang diharapkan dimiliki oleh seorang permaisuri. Kang-Ji menjawab setiap pertanyaan dengan ketenangan yang membuatnya semakin menonjol di mata dewan istana.
Namun, ketika giliran Aluna tiba, ia terjebak di tengah kerumitan soal-soal yang asing. Sebagian besar yang ia pelajari hanyalah sedikit mengenai budaya dan sejarah Korea. Ia mencoba menjawab dengan diplomatis, memutar otak untuk memberikan jawaban yang sesuai. Meskipun tidak sempurna, beberapa jawaban Aluna justru memberikan perspektif yang segar, membuat Pangeran Ji-Woon sesekali tersenyum tipis.
Di balik tirai, Ratu Kim memperhatikan dengan seksama setiap gadis yang berkompetisi. Di sisinya, Ji-Woon duduk memperhatikan tanpa banyak berbicara, namun matanya mengikuti Aluna dengan penuh perhatian. Ratu Kim, yang menyadari ketertarikan putranya, sesekali melirik Ji-Woon dan memperhatikan reaksinya.
Tahap Ketiga: Ujian Keberanian
Tahap terakhir adalah ujian keberanian, sebuah tradisi yang dibuat oleh Ratu Kim untuk melihat bagaimana seorang calon permaisuri menghadapi tantangan yang mungkin mengancam keselamatan atau reputasinya di masa depan. Dalam ujian ini, setiap gadis diminta untuk berjalan di taman rahasia kerajaan pada malam hari, sendirian, dengan hanya ditemani satu lentera kecil. Ada kisah tentang taman itu yang katanya berhantu, dan banyak pelayan istana yang enggan melewati jalan tersebut di malam hari.
Ketika Aluna melangkah di jalanan taman yang gelap, rasa takut menyelimutinya. Pohon-pohon tua menjulang di sekelilingnya, membuatnya merasa seolah berada di tengah mimpi buruk yang sunyi. Bayangan cabang pohon bergerak seperti tangan yang siap meraih dan menariknya masuk. Sesekali, ia mendengar suara gemerisik di semak-semak, membuat bulu kuduknya meremang.
Namun, ia tahu bahwa untuk bertahan hidup di dunia ini, dia harus menunjukkan keberanian. Aluna terus melangkah, menahan napas ketika merasakan tatapan dari kegelapan. Ia tahu bahwa sang Pangeran mungkin sedang memperhatikannya dari kejauhan, menilai setiap gerakannya. Setelah beberapa waktu, ia berhasil menyelesaikan jalan penuh kegelapan itu dan tiba kembali di depan para dewan istana dengan tenang, meskipun di dalam hatinya ia masih diliputi ketegangan.
Ketika ujian ketiga selesai, para gadis dikumpulkan kembali di aula utama. Ratu Kim berdiri di depan mereka, tersenyum anggun, dan memberikan kata-kata pujian kepada mereka yang berhasil menunjukkan kualitas terbaik mereka.
“Aku terkesan dengan keberanian, kecerdasan, dan keanggunan yang ditunjukkan oleh kalian semua. Namun, ada satu yang menunjukkan keberanian dan ketangguhan lebih dari yang lain. Seseorang yang tampak siap menghadapi tantangan apa pun, terlepas dari posisinya di mata para dayang.”
Aluna menahan napas saat suara Ratu Kim bergema di balairung istana, mengumumkan hasil akhir dari seleksi. Di sampingnya, Kang-Ji berdiri dengan senyum penuh percaya diri. Aluna tahu, sesuai dengan yang ia tulis, Kang-Ji memanglah sosok permaisuri yang pantas—ambisius, cerdas, dan tegas. Ratu Kim menatap para gadis dengan tatapan anggun yang menuntut kesetiaan mereka.
“Kang-Ji, kau telah menunjukkan kualitas terbaik sebagai seorang permaisuri,” ujar Ratu Kim dengan suara lantang namun lembut. “Dengan ini, aku menetapkanmu sebagai calon pendamping untuk Pangeran Ji-Woon.”
Riuh tepuk tangan mengiringi keputusan itu, dan Kang-Ji melangkah maju, menerima mahkota kecil tanda kehormatan dari Ratu. Namun, Aluna yang berdiri sedikit di belakang, menyadari bahwa tatapan Ratu tak sesaat pun lepas dari dirinya. Di antara semua orang di ruangan itu, hanya Ratu Kim yang tampaknya menyadari ketertarikan Ji-Woon pada Aluna.
Pangeran Ji-Woon yang duduk di sisi Ratu tampak diam, namun matanya mencuri pandang ke arah Aluna—atau tepatnya, Seo-Rin—seolah mencari tahu lebih banyak tentang gadis yang mulai menarik perhatiannya. Aluna membalas tatapannya sekejap, namun cepat-cepat mengalihkan pandangan, merasa dirinya seperti karakter yang terjebak dalam dunia yang ia sendiri bangun.
Setelah acara usai, semua gadis kembali ke kediaman mereka masing-masing. Aluna mengikuti rombongan kembali ke paviliun tempat tinggalnya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Kang-Ji memang telah menjadi Permaisuri, sesuai dengan apa yang ia tulis dalam novelnya. Namun, ketertarikan Ji-Woon padanya—padahal dalam cerita, Seo-Rin adalah antagonis yang harusnya berakhir tragis—membuat Aluna merasa seolah ia telah membuka sebuah jalan cerita yang tak pernah ia rencanakan.
Di kamarnya yang sepi, Aluna memandang ke luar jendela, menatap istana yang megah namun terasa seperti kurungan baginya. Di dalam novel, Seo-Rin memang merasa tidak puas dengan hasil seleksi dan mencoba menyusup masuk ke dalam istana secara diam-diam untuk mendekati Ji-Woon. Seo-Rin ingin merebut kekuasaan, menggunakan segala cara untuk mendapatkannya. Namun kini, Aluna tak merasakan ambisi yang sama.
"Apa aku benar-benar harus melakukan itu?" Aluna bergumam pada dirinya sendiri. Seluruh pikirannya terasa kacau. Ia bukannya ingin mendekati Pangeran atau merebut kekuasaan; ia hanya ingin pulang, kembali ke kehidupannya sebagai penulis di dunia nyata.
Perlahan, ingatan terakhir yang samar-samar sebelum ia terbangun di dunia ini kembali membayanginya. Sebuah acara temu penggemar ... ia duduk di dalam mobil ... dan lalu ada cahaya terang ... kecelakaan. Aluna terkejut, seakan potongan puzzle mulai menyatu.
“Apakah aku sudah mati?” gumamnya lirih, menatap kedua tangannya yang terasa nyata namun seakan memiliki batas yang tak bisa ia tembus. Kengerian merayapi dirinya, dan ia meringkuk di atas kasur sambil mencoba mencerna kemungkinan itu.
Aluna memejamkan mata, berharap ketika ia membukanya kembali, semua ini hanyalah mimpi buruk dan ia akan terbangun di rumah sakit, atau di rumahnya. Namun ketika ia kembali membuka mata, ruangan itu tetap gelap dan sepi, dinding-dinding kamar Seo-Rin di dalam istana ini tetap menyelimutinya.
"Kalau memang aku sudah mati," Aluna bergumam lemah, "kenapa aku harus terjebak di dalam cerita yang kubuat sendiri?"
Keesokan paginya, sebuah ketukan halus di pintu memecah keheningan. Seorang dayang masuk, membawa pesan dari istana. “Seo-Rin, Yang Mulia Ratu ingin bertemu denganmu,” katanya dengan hormat.
Aluna menggigit bibirnya, menenangkan degup jantung yang mulai berdetak lebih cepat. "Baiklah," jawabnya pelan, meskipun di dalam hati, ia bertanya-tanya apakah ini akan membawanya lebih dekat pada jawabannya ... atau semakin jauh dari jalan pulang yang ia inginkan.
Bersambung >>>
𝐤𝐚𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐥𝐮𝐧𝐚 𝐤𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐨 𝐫𝐢𝐧, 𝐣𝐝𝐢 𝐤𝐮𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐞𝐧𝐚𝐤 𝐝𝐢 𝐛𝐚𝐜𝐚
𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐛𝐚𝐠𝐮𝐬 , 𝐭𝐭𝐞𝐩 𝐬𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠𝐚𝐭