Genre: Action, Drama, Fantasy, Psychological, System
Seluruh siswa kelas 3A tidak pernah menyangka kalau hidup mereka akan berubah drastis ketika sebuah ritual aneh menarik mereka ke dunia lain. Diberikan gelar sebagai "Pahlawan Terpilih," mereka semua mendapat misi mulia untuk mengalahkan sang Raja Iblis dan menyelamatkan dunia asing tersebut. Di antara mereka ada Hayato, siswa yang dikenal pendiam namun selalu memiliki sisi perhatian pada teman-temannya.
Namun, takdir Hayato justru terpecah dari jalur yang diharapkan. Ketika yang lain menerima berkat dan senjata legendaris untuk menjadi pahlawan, Hayato mendapati dirinya sendirian di ruangan gelap. Di sana, ia bertemu langsung dengan sang Raja Iblis—penguasa kegelapan yang terkenal kejam. Alih-alih membunuhnya, Raja Iblis memberikan tawaran yang tak bisa Hayato tolak: menjadikannya "Villain Sejati" untuk menggantikan posisinya dalam tiga tahun mendatang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nov Tomic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
— BAB 2 — Hutan Asing Part 1 —
Ketika mataku terbuka, pandanganku langsung disambut oleh langit gelap yang tertutup dahan-dahan pohon yang rimbun. Aku terbaring di atas rerumputan basah, dengan tubuh yang terasa lemas. Aroma tanah dan dedaunan memenuhi udara, membuatku sadar bahwa aku berada di tengah hutan yang asing, jauh dari kenyamanan ruang kelas atau ranjangku.
Kuharap semua ini hanyalah mimpi buruk, bahwa begitu aku mengedipkan mata, aku akan terbangun di kamarku. Namun, semakin lama aku terjaga di sini, semakin nyata semua ini terasa. Rasa dingin tanah yang meresap melalui pakaianku, suara gemerisik angin yang berhembus di antara pepohonan, bahkan bau khas hutan yang menusuk hidung… semuanya terlalu nyata untuk menjadi mimpi.
Aku mendesah panjang, mencoba menenangkan pikiran yang masih kacau. “Kembali ke dunia nyata…” gumamku. Kalimat itu terdengar seakan aku sedang berusaha meyakinkan diriku sendiri, tapi rasa putus asa mulai menyelinap. Jika semua yang dikatakan Raja Iblis itu benar, maka… ini bukan mimpi. Aku benar-benar berada di dunia lain, sebagai calon penggantinya.
Setelah berdiam cukup lama, rasa lapar langsung menyergapku. Perutku bergejolak kosong, mengingatkanku bahwa aku butuh makan. Aku bangkit perlahan dan menepuk-nepuk rumput yang menempel di pakaianku. Jika aku benar-benar terjebak di sini, aku harus belajar bertahan hidup. Setidaknya untuk sekarang, aku harus mencari sesuatu yang bisa kumakan.
Aku mulai berjalan menyusuri hutan, memperhatikan sekeliling dengan waspada. Rasanya cukup aneh, berada sendirian di hutan asing ini. Tak ada jalan setapak, hanya hamparan pepohonan besar dan semak belukar yang tampak tak berujung. Cahaya matahari redup menyusup di antara dedaunan, menciptakan bayangan-bayangan yang bergerak seiring angin berhembus, memberikan kesan menakutkan.
“Harusnya ada sesuatu yang bisa dimakan di sini,” gumamku, mencoba menyemangati diriku. Jika ini benar-benar dunia lain, mungkin di sini ada buah-buahan atau hewan yang tidak kukenal, tapi setidaknya aku harus mencoba.
Langkahku terhenti ketika mataku menangkap sekelompok buah kecil berwarna ungu yang tumbuh di semak-semak. Aku mendekat, memperhatikannya lebih jauh. Meski merasa ragu, aku mengambil satu buah dan mencium aromanya, berharap ada tanda-tanda yang meyakinkanku bahwa ini aman untuk dimakan. Tapi tanpa pilihan lain, aku mengambil risiko dan menggigit buah itu. Rasanya agak asam tapi tidak terlalu buruk, dan meski tidak langsung mengenyangkan, setidaknya cukup untuk menenangkan rasa lapar sementara.
Setelah makan beberapa buah, aku melanjutkan penjelajahan di hutan. Perasaan bahwa aku terjebak di dunia asing ini masih terasa menghantuiku. Aku terus berjalan sambil berpikir, tentang apa yang dikatakan Raja Iblis, tentang bagaimana aku diminta untuk menggantikan posisinya, dan tentang teman-teman sekelasku yang kini menjadi pahlawan yang akan mengalahkanku. Semua itu terasa begitu absurd, tetapi semakin lama, semakin masuk akal dengan setiap hal yang kulihat dan kurasakan di sini.
Di tengah lamunanku, tiba-tiba, aku mendengar suara gerakan dari balik semak-semak. Aku langsung terdiam, seluruh tubuhku menegang. Ada sesuatu… atau mungkin seseorang di dekat sini. Suara itu semakin mendekat, langkahnya terdengar berat dan teratur. Rasa takut kembali merayapi diriku, tapi aku tak punya tempat untuk bersembunyi.
Sosok itu pun akhirnya muncul dari balik pepohonan. Seekor makhluk berbulu hitam dengan mata merah menyala, menyerupai serigala tetapi ukurannya jauh lebih besar. Ia menatapku tajam, seakan menilai apakah aku layak menjadi santapannya. Tanpa berpikir panjang, aku mundur perlahan, tetapi makhluk itu terus mendekat, semakin dekat hingga aku bisa mendengar napas beratnya.
“Ini… ini buruk,” bisikku, menyadari bahwa melarikan diri hampir mustahil.
Namun, saat rasa takut mulai menguasai pikiranku, sebuah ide muncul. Aku ingat layar ‘status’ yang kulihat sebelumnya. Mungkinkah… aku punya kemampuan untuk menghadapi makhluk ini? Jika aku memang calon Raja Iblis, seharusnya aku punya kekuatan, bukan?
“Ayo… muncullah lagi,” ucapku dengan suara gemetar. “Status!”
Layar biru yang sama muncul di depanku, menampilkan statistikku. Tapi yang menarik perhatianku adalah sebuah skill yang sebelumnya tak pernah kucoba: Adaptasi Kegelapan. Aku tak tahu bagaimana cara kerjanya, tapi di saat seperti ini, aku tak punya pilihan lain.
Jantungku berdegup kencang saat menatap layar status di hadapanku, berharap kemampuan ini bisa memberiku kesempatan melawan. Tanpa banyak berpikir, aku mencoba mengaktifkan skill Adaptasi Kegelapan. Begitu pikiranku fokus pada kata itu, sesuatu yang aneh terjadi dalam tubuhku—seperti ada energi dingin yang mulai mengalir, menjalar dari dalam diriku dan menyelimuti tubuh.
“Adaptasi Kegelapan… tolong jangan mengecewakan,” gumamku dengan cemas.
Makhluk berbulu hitam itu tiba-tiba menggeram dan melompat ke arahku, taringnya yang tajam berkilat di bawah cahaya redup. Refleks tubuhku terpicu, aku berguling ke samping, nyaris menghindari serangannya. Entah bagaimana, pergerakanku terasa lebih cepat, lebih gesit dari sebelumnya. Ada sesuatu yang berubah—seakan tubuhku menjadi lebih sinkron dengan lingkungan sekitar.
Aku mendarat dengan posisi berjongkok, mataku menatap makhluk itu yang kini berbalik, bersiap untuk menyerang lagi. Skill ini benar-benar bekerja, memberiku kelincahan yang tak pernah kurasakan sebelumnya.
“Kalau begini… mungkin aku bisa menang,” pikirku, sedikit keberanian mulai tumbuh di dalam diriku.
Makhluk itu kembali menyerang, menerjang ke arahku dengan kecepatan luar biasa. Kali ini, aku berdiri tegak dan menunggu hingga ia benar-benar dekat. Begitu jaraknya hanya beberapa langkah dariku, aku melompat ke samping dengan kecepatan yang sama. Serangan makhluk itu hanya mengenai angin, sementara aku berhasil menghindar dan melayangkan tendangan ke tubuhnya. Makhluk itu menggeram keras, terjatuh sesaat sebelum bangkit lagi.
Tubuhku bergerak seakan dipandu oleh insting yang tak pernah aku miliki sebelumnya. Tiap gerakanku terasa lebih gesit dan akurat. Tapi meskipun begitu, serangan yang kulakukan hampir tak berpengaruh. Aku mulai kelelahan, napasku terengah-engah.
“Adaptasi Kegelapan… hanya menambah kelincahanku?” tanyaku pelan, menyadari bahwa aku masih jauh dari kata kuat. Tanpa senjata atau skill ofensif lain, aku hanya bisa menghindar, mengulur waktu.
Serigala itu menyerang lagi, dan kali ini, aku melompat ke belakang, berusaha mempertahankan jarak. Di tengah pertarungan sengit, sebuah pemikiran muncul dalam benakku. Kalau ini memang seperti sistem dalam game, mungkin ada cara lain yang bisa kumanfaatkan.
“Status!” teriakku lagi, berharap ada perubahan atau bantuan apapun. Layar biru itu muncul kembali, menampilkan informasi yang sama. Tapi kali ini, aku melihat sesuatu yang baru di bagian bawah layar, sebuah tulisan kecil yang menyala.
[Skill Baru Tersedia: Gigitan Kegelapan]
Mataku berbinar, harapan kembali menyala di dalam diriku. Tanpa membuang waktu, aku fokus pada skill itu, berharap bisa mengaktifkannya.
“Gigitan Kegelapan!” ucapku mantap, merasakan energi kegelapan mengalir menuju tanganku. Tanpa sadar, aku melayangkan tinju ke arah makhluk itu yang kini menyerang kembali. Begitu tinjuku mengenai tubuhnya, sebuah aura hitam menyelimuti tanganku, meledak di titik kontak dan membuat makhluk itu terpental ke belakang.
Makhluk berbulu hitam itu jatuh, tubuhnya berguling beberapa kali sebelum akhirnya terdiam. Tubuhku terhuyung, kekuatan yang kurasakan mulai menghilang, menyisakan rasa lelah yang berat. Tapi di satu sisi, aku merasa puas—aku baru saja berhasil mengalahkan makhluk itu.
Perlahan aku berdiri, memandang ke arah makhluk yang kini tergeletak tak bergerak. Rasa lega mengalir dalam diriku, tapi tak berlangsung lama. Aku tersadar bahwa ini hanyalah awal dari segalanya. Hutan ini, dunia ini, masih penuh dengan misteri dan bahaya. Jika aku memang harus menghadapi lebih banyak lagi makhluk seperti itu, aku perlu menjadi lebih kuat.