Kejadian tak terduga di pesta ulang tahun sahabatnya membuat seorang gadis yang bernama Recia Zavira harus mengandung seorang anak dari Aaron Sanzio Raxanvi.
Aaro yang paling anti wanita selain ibunya itu, tiba-tiba harus belajar menjaga seorang gadis manja yang takut dengan dirinya, seorang gadis yang mengubah seluruh dunia Aaro hanya berpusat padanya.
Apakah dia bisa menjadi ayah yang baik untuk anaknya?
Apakah dia bisa membuat Cia agar tidak takut dengannya?
Dapatkan dia dan Cia menyatu?
Dapatkah Cia menghilangkan semua rasa takutnya pada Aaro?
Ayo baca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZaranyaZayn12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua
Brak
Pintu kamar itu di dobrak dari luar, di susul dengan suara jeritan serta tangisan yang menyatu.
"Cia!" Teriak Risa histeris. Dia pun berlari menghampiri Cia.
Dia yang sejak semalam merasa sangat khawatir karena tidak menemukan sahabat mungilnya itu di dalam aula hotel tempat pestanya di langsungkan pun sangat panik hingga akhirnya tadi subuh, dia mengecek CCTV hotel kemudian melihat sahabatnya itu yang di tarik oleh Aaro ke sebuah kamar.
Teriakan kencang itu membuat dua orang yang sedang tidur dengan saling berpelukan erat itu terganggu.
Cia pun mengerjabkan matanya pelan. Sakit! Itulah hal yang pertama kali di rasakan olehnya. Rasa sakit itu langsung menjalar ke seluruh tubuhnya. Air matanya pun mengalir dengan deras. Bahkan tubuhnya sulit di gerakkan sangking sakitnya.
Plak
Risa menampar pipi Aaro dengan keras.
"Apa yang udah lo lakuin sama sahabat gue hah!" Teriakan Risa menggema di seluruh kamar itu.
Risa pun segera menghampiri Cia kemudian menaikkan selimutnya hingga menutupi dada gadis itu.
"Hiks... Risa... Badan Cia sakit semua. Bawah Cia sakit banget, gak bisa gerak!" Adu Cia dengan isakannya membuat Risa memeluknya erat.
Aaro yang akhirnya menyadari hal tersebut menatap Cia dengan pandangan tidak percaya. Bahkan di sepanjang leher Cia terdapat ruam ke merahan yang sangat banyak. Apakah dia yang membuat itu? Tapi melihat dari situasi yang terjadi, sepertinya memang dialah yang melakukan itu.
"Sakit!" Isak Cia membuat tubuh Aaro menegang. Apa yang sudah dilakukannya kepada gadis polos ini? Astaga! Frustasi Aaro.
Di jambaknya rambutnya keras. Apa yang harus di lakukannya? Jelas-jelas semalam dia merasakan penghalang yang di terobosnya dengan paksa.
"Hiks Risa... Badan Cia sakit banget!" Isak Cia membuat Aaro kembali memfokuskan pandangannya kepada gadis yang sudah di perawaninya semalam.
"Ayo kita pergi!"
Namun, belum sampai Risa membantu Cia bangun, Aaro tidak sengaja melihat genangan darah diatas kasur mereka menatapnya panik. Apa yang sudah dilakukannya pada gadis ini hingga seperti ini? Bahkan muka gadis itu sudah terlihat sangat pucat seperti tidak memiliki darah.
"Tunggu!"
Aaro pun segera bangkit kemudian mengambil baju dan celananya cepat membuat Risa berteriak keras. Di gendongnya tubuh lemas yang sudah dililitnya dengan selimut itu dengan cepat kemudian berlari keluar kamar hotel yang diikuti oleh Risa yang ikut berlari di belakangnya.
Aaro langsung memasuki mobilnya yang terparkir di basement hotel tanpa melepaskan Cia dari pelukannya. Memangku Cia yang sudah benar-benar lemas.
Tak lama, Risa pun memasuki kursi penumpang di samping Aaro membuat Aaro langsung melajukan mobil itu dengan kencang ke arah Markas ayahnya. Hanya markas ayahnya yang jaraknya lebih dekat dari pada rumah sakit saat ini.
Jantung Aaro berdetak sangat kencang saat ini. Masih tidak menyangka dengan apa yang dilakukannya pada gadis polos ini. Dikecupnya kening Cia lembut.
"Jangan tidur!" Bisik Aaro di samping telinga Cia.
"Cia ngantuk, badan Cia sakit semua!" Ujar Cia lemah membuat Aaro panik.
"Cia kenapa?" Teriak Risa sejak tadi namun tidak di hiraukan oleh Aaro.
"Jangan tidur... Gue mohon!"
Tes
Setetes air mata Aaro jatuh untuk pertama kalinya sejak dia beranjak dewasa. Sejak dia berumur enam tahun, laki-laki itu sudah tidak pernah lagi menangis, bahkan saat Papanya memberikannya latihan yang sangat berat pun Aaro tidak pernah menangis. Namun kini? Dia menangis karena gadis polos yang sudah disakitinya ini.
Saat Aaro hendak mengecup kening Cia, di lihatnya gadis itu sudah memejamkan matanya membuat Aaro semakin panik. Dia pun menginjak pedal gas semakin dalam agar mereka segera sampai.
Sesampainya mereka di sana, Aaro langsung membawa Cia ke dalam ruangan yang di buat seperti sebuah rumah sakit dengan fasilitas yang sangat lengkap itu oleh Papanya. Aaro pun mulai menanganinya cepat. Pendarahan berat. Apakah dia sekasar itu semalam? Aaro! Kau sangat bodoh! Makinya.
Aaro bergegas masuk ke dalam kamar mandi kemudian menyalakan air di dalam bath up dan menunggunya hingga terisi penuh. Dimasukkannya tubuh polos Cia ke dalamnya untuk membersihkan seluruh darah yang keluar. Setelah Aaro menyiapkan stok darah Cia yang untungnya ada disini, Aaro kembali mengangkat tubuh Cia ke atas tempat tidur yang sudah dilapisi dengan popok besar yang berbentuk seperti pembalut itu.
Risa pun membantu Aaro untuk mengeringkan tubuh Cia, sedangkan Aaro memasang jarum agar darah bisa masuk ke dalam tubuh Cia. Melakukan semua hal yang di perlukan saat ini dengan cepat.
Setelah kering, Risa menutupi tubuh itu dengan selimut tebal yang ada di sana.
Huh
Aaro menghela nafasnya lega, bahkan kakinya saja sudah terasa lemas sejak tadi. Diusapnya kepala Cia yang sedang tertidur itu dengan lembut.
"Lo harus tanggung jawab!" Desak Risa.
"Tanpa lo bilang juga gue bakalan tanggung jawab!" Ujar Aaro dengan pelan. Diusapnya tangan Cia yang bebas dengan lembut.
Risa yang memperhatikan itu mendengus kesal.
"Ternyata lo emang benar-benar bajingan ya!" Sinis Risa namun tidak di hiraukan oleh Aaro.
Dia terus menatap wajah pucat itu lekat. Mengingat raut serta jeritan kesakitan Cia semalam. Betapa bodohnya dia menyakiti dan merenggut masa depan gadis ini. Namun, karena obat yang entah siapa yang memasukkannya ke dalam minumannya hingga bisa menyebabkan hal ini terjadi.
"Gue..."
Drtt drtt
Bunyi ponsel Aaro dengan layar yang bertuliskan nama Papa.
"Hallo!" Sapa suara dingin itu.
"Siapa yang kau bawa ke markas pagi ini?" Tegas Zio kepada putranya itu.
"Aaro udah merusaknya Pa!" Lirih Aaro yang membuat Zio tersentak kaget.
"Maksud kamu apa?" Bentak Zio kepada anak sulungnya itu.
"Seseorang sepertinya berniat jahat sama Aaro dengan memasukkan obat ke minuman Aaro, Pa!" Tebak Aaro.
"Apa? Papa gak mau tau, kamu harus nikahi dia secepatnya. Jangan sampai anak itu tumbuh sebelum kalian menikah!" Tegas Zio yang di angguki oleh Aaro.
"Besok! Papa bakalan urus semua persiapannya hari ini!" Putus Zio.
"Terima kasih Pa!" Ucap Aaro. Dia memang sangat beruntung karena mendapatkan Papa yang selalu siap siaga untuknya.
Tut tut tut
Aaro pun menatap lurus Risa.
"Apa?" Gasnya.
"Lo bisa keluar!" Tegas Aaro yang mendapatkan gelengan kepala Risa.
"Nanti lo apa-apain Cia!" Bentak Risa.
"Gue butuh tidur! Gue cape!" Ujar Aaro dengan suara seraknya yang sudah terdengar berat karena lelah.
"Sana tidur! Siapa yang larang lo?" Sinis Risa.
"Gue butuh Cia juga!" Lirih Aaro yang mendapatkan tatapan tajam dari Risa.
"Gak! Gak bisa!" Sentaknya.
"Besok gue juga bakalan nikahin dia. Bisa lo kasih kita ruang?" Pasrah Aaro. Dirinya benar-benar lelah sekarang. Dia membutuhkan Cia agar bisa tertidur.
Selama ini dia memang sangat sulit untuk bisa tidur dengan nyenyak, bahkan saat semua tubuhnya sudah lelah saja, matanya seolah enggan tertutup.
Namun semalam, hanya dengan memeluk gadis ini dia bisa tidur dengan nyenyak.
"Gue duduk disana." Putus final Risa. Dirinya juga membutuhkan tidur. Sepertinya sofa itu lebih dari cukup untuk menampungnya sebentar.
Risa pun berjalan menuju sofa itu, sedangkan Aaro bergerak turun untuk memeluk tubuh Cia. Tubuh yang sepertinya akan menjadi candu bagi dirinya.
Dipeluknya tubuh itu dengan hati-hati. Diletakkannya kakinya di atas kaki Cia yang mungil kemudian, Menyembunyikan wajahnya di leher Cia yang terdapat banyak bekas kiss mark yang di buat olehnya.
Dikecupnya lembut leher itu kemudian pergi ke alam mimpi.
Ceklek
"Astagfirullahalazim!" Teriak Rion dari ujung pintu itu.
Dia menutup mulutnya erat ketika mendapati kakak kembarnya yang sedang tidur dengan memeluk seorang gadis.
"Woy A' lo ngapain?" Ujar Rion menggoyangkan tubuh kembarannya kencang.
Aaro pun membuka matanya malas saat menemukan adiknya yang tengah menganga.
"Kenapa?" dinginnya.
"Lo meluk siapa anjing!" Teriak Rion heboh yang menyebabkan Cia membuka matanya perlahan.
Setelah menyesuaikan pandangannya, Deg!
Cia langsung bangkit dari tidurnya yang membuat dia meringis sakit.
"Jangan bangun dulu!" Ujar suara berat itu.
"Aaaa... Risa... Mama... Papa!!!" Teriak Cia kala melihat wajah Aaro yang berada di depannya.
"Kenapa?" Panik Aaro, kemudian membantu menaikkan selimut yang tadi sempat turun hingga menutupi leher Cia.
Risa yang mendengar teriakan Cia pun bangun dan langsung berlari ke arah sahabatnya itu.
"Kenapa Ci? Lo kenapa?" Panik Risa.
"Cia takut! Cia takut sama kakak itu!" Tujuk Cia ke arah Aaro.
Deg
Apakah akan seperti ini? Pikir Aaro.
"Dia jahat! Cia udah minta berhenti berkali-kali! Tapi dia masih aja lakuin itu!" Isak Cia histeris.
Saat Aaro bergerak ingin mendekatinya, Cia berontak menjauh.
"Hiks... Hiks... Mama... Papa... Risa... Cia takut!" Isak Cia. Risa pun akhirnya memeluk sahabatnya itu erat.
Pasti Cia mengalami syok karena kejadian yang Aaro lakukan kepadanya.
Risa pun mengalihkan tatapannya ke arah samping Aaro.
"Kok ada dua?" Bingung Risa yang masih setengah sadar.
Rion pun menyengir memperlihatkan deretan giginya.
"Gue Arion. Kembarannya Aaro, panggil aja Rion!" Ujar Rion memperkenalkan diri membuat Risa tersadar jika Aaro memang mempunyai kembaran. Mungkin efek belum sepenuhnya sadar membuat Risa lupa dengan hal itu. Dia pun terus mengusap rambut Cia lembut. Masih mencoba menenangkan sahabatnya ini.
"Gue tau," Jawab Risa. Siapa coba yang tidak kenal dengan dua orang laki-laki yang sangat tampan ini? Pikirnya.
Warna Mata mereka yang berbeda, serta sikap keduanya yang saling bertolak belakang yang membedakan kedua orang itu.
"Aaaa!!!" Teriak Cia saat merasakan Aaro yang menyentuh lengannya.
"Jangan! Cia takut! Cia gak mau!" Isaknya pilu.
Aaro menatap Cia yang berada di pelukan Risa dengan sendu.
"Maaf!" Bisik Aaro di telinga Cia namun lagi-lagi hanya teriakan takut Cia lah yang menjadi sahutannya.
"Sttt gak apa-apa. Gue disini kok sama lo!" Ujar Risa kembali menenangkan Cia yang bahkan sekarang masih menangis tersedu-sedu.
"Udahan dulu nangisnya ya? Nanti susah nafas loh!" Peringat Risa.
Cia pun mulai meredakan tangisannya karena tidak ingin merasakan kesulitan untuk bernafas lagi.
"Udah ya," Bisik Risa yang di angguki oleh Cia.
"Cia capek Risa," Gumam Cia.
"Iya Cia, ini Risa peluk," Balas Risa yang mendapatkan anggukan dari Cia.
"Jangan di lepas ya Risa." Ujar Cia lemah.
"Iya Sayang." Bisik Risa dengan mengusap rambut Cia lembut.
Aaro dan Rion pun hanya menatap kedua orang sahabat itu dengan tatapan mereka yang berbeda-beda.