Tanah yang di jadikannya sandaran. Key Lin hidup di dunia yang bukan miliknya. Keras, dan penuh penindasan. Keadilan bagaimana mungkin ada? Bagi bocah yang mengais makanan dari tempat sampah. Apa yang bisa dia sebut sebagai keadilan di dunia ini?
Dia bukan dari sana. Sebagai seorang anak kecil bermata sipit penjual koran di barat, apakah di akan selamat dari kekejaman dunia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jauhadi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Key Lin Tumbuh di Bumi Barat
Rumah sederhana yang bersih di lingkungan kumuh. Jika ada tempat sebersih itu di tempat kotor di jalan anggur. Maka itu adalah rumah wanita muda yang menjalankan bisnis Prostitusi, dan rumah anak-anak miskin.
"Kau sudah pulang? Mana Makanannya?"
Lelaki paruh baya yang keras kepala, dengan badan kekar, rambut pirang, bola mata seperti rubi, dan kulit putih. Jika dia tinggal di lingkungan elit, atau paling tidak di kawasan penduduk normal. Dia pasti sudah menjadi idaman para wanita. Tapi di lingkungan kumuh ini, para wanita tidak akan percaya dengan tampang baik-baik miliknya.
"Frederick aku sudah memasak untukmu di pagi hari bukan? " Key Lin menatap acuh pada ayahnya yang tidak lagi menafkahinya saat dia berusia 3 bulan. Di saat itu, neneknya mengurusnya, hingga Key berusia 5 tahun. Neneknya yang baik meninggal dunia, karena usia.
"Kau pikir itu cukup membuatku kenyang seharian?" Frederick mendelik pada putranya. Hal biasa yang di lakukan pada anak berusia 7 tahun itu.
"Kau pikir bisa malas-malasan sepanjang hari?" Tanya Key pada Frederick dengan muka merah.
"Kenapa kau berkata tidak sopan pada ayahmu?" Frederick mulai melakukan rutinitas harian, membentak anaknya.
"Apa kau sungguh ayahku? Anak lain setidaknya akan makan kenyang tanpa harus memikirkan uang judi milikmu!" Key Lin menjadi tidak sabar setelah ayahnya mengeluh soal makanan. Bagaimanapun kau akan kehilangan kesabaran pada orang yang hanya menghabiskan uang, dan makanan. Orang yang selalu memarahi dirimu, dan bertanya soal uang.
"Kau..!!" Frederick mendelik, tapi dia diam saja, dan tidak membalas. Judi memang adalah kesalahannya. Dia tidak menyangkal.
Bahkan saat Key lahir dia tidak ada di sampingnya. Dari kecil hingga anak itu tumbuh sebesar itu, Frederick tidak pernah ada di sisi Key. Dia adalah beban hidup terbesar anaknya.
"Aku tidak akan mengeluh lagi, Frederick, jika kau ingin melihat aku sukses, dan bisa menanggung hidupmu seumur hidup, maka ijinkan aku sekolah!" Key kecil tidak tahan dengan godaan satu ini.
Dia mungkin tidak berharap bisa makan di restoran mewah, atau bermain dengan anak seumurannya, dia hanya ingin bisa membaca dengan lancar, dan menjadi lebih dari sekedar buruh jual.
Frederick tahu betul maksud Key, mungkin ini satu-satunya jalan agar dia bisa berbakti sebagai orang tua. Dengan mengizinkan anaknya sekolah.
"Terserah kau saja, asal jangan lupa memasak untukku dua kali sehari." Frederick mengucapkan sekali. Hingga membuat putranya tak percaya dengan apa yang ayahnya katakan. Benarkah anak itu bisa sekolah?
"Tapi ....Kau harus menjadi waliku, kudengar dari pelanggan, dia harus mengambil raport anaknya tiap semester. " Key menatap cemas. Ayahnya adalah orang yang pemarah, dan jika dia kena pukul. Itu akan lebih menyakitkan dari pada pukulan para tukang palak.
"Ya." Jawaban singkat Frederick membuat senyum terukir di bibir Key Lin.
Si kecil tidur setelah mandi, dan makan malam.
Merasa tenang sudah mendapatkan ijin dari ayahnya. Hal sepele yang di anggap orang lain tidak berharga. Baginya lebih berharga dari emas, dan apapun.
Di malam sunyi itu, saat Key sudah tidur.
"Aku minta maaf, aku hanya tidak bisa memaafkan ibumu. " Frederick berbisik. Dia hanya menunduk, dan menatap lantai dengan wajah di tekuk.
Apa yang terjadi pada mereka sebelum ini?