Permainan anak kecil yang berujung menjadi malapetaka bagi semua murid kelas 12 Ips 4 SMA Negeri Bhina Bhakti.
Seiring laporan dari beberapa orang tua murid mengenai anaknya yang sudah berhari-hari tidak pulang ke rumah. Polisi dan tim forensik langsung bergegas untuk mencari tahu, tidak ada jejak sama sekali mengenai menghilangnya para murid kelas 12 yang berjumlah 32 siswa itu.
Hingga dua minggu setelah laporan menghilangnya mereka tersebar, tim investigasi mendapat clue mengenai menghilangnya para siswa itu.
"Sstt... jangan katakan tidak jika kamu ingin hidup, dan ikuti saja perintah Simon."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cakefavo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
- 3 Korban
Michael dan Rean yang saat itu hendak pergi ke kelas mendengar pengumuman tersebut, mereka saling menatap satu sama lain dengan kerutan dalam di kening mereka. Rean pun segera berlari menuju kelas, di susul oleh Michael.
"Ada apa?" tanya Rean setelah dia memasuki kelas, ia bisa melihat teman-temannya yang sama bingungnya seperti dia.
"Samuel bilang mau pergi ke kantin buat masak air panas, dia mau mandi di sekolah." ujar Sabil teman dekatnya, Axel sang ketua kelas yang mendengarnya lantas pergi keluar kelas menuju kantin.
Karena penasaran, yang lainnya pun mengikutinya. Disisi lain, Denzzel dan Chaiden masih terlihat syok dengan kejadian tersebut, mereka masih mencerna apa yang telah terjadi dengan Samuel. Mana mungkin dia mengakhiri hidupnya sendiri seperti itu, itu semua begitu konyol.
Suara teriakan teman sekelasnya lantas menyadarkan lamunan mereka berdua, Axel dan juga Kanin menghampiri mereka dan melihat kearah Samuel yang sudah tidak bergerak sama sekali.
"Gue denger pengumuman di ruang siaran, ada apa sama Samuel?" tanya Axel.
Kanin mencoba menahan rasa mualnya saat melihat tubuh Samuel yang di penuhi oleh darah, San yang berada di sana pun segera menilai situasi, ia melihat kearah panci yang ada di lantai serta pisau yang tergeletak di samping Denzzel.
"Kalian bunuh Samuel?" kata-katanya berhasil keluar dengan tidak yakin.
Denzzel langsung menatap tajam laki-laki itu dan menggeleng kuat, Michael yang melihat rasa ketakutan yang terpancar dari sahabatnya itu kemudian mendekatinya dan segera memeluknya.
"Gue gak pernah ngelakuin itu, gue gak pernah bunuh orang." lirihnya dengan suara yang gemetar karena ketakutan.
"Samuel ngelakuin itu sendiri, dia nuangin air panas ke tubuhnya sendiri terus nusuk perutnya sendiri pake pisau." ucap Chaiden yang berhasil menjelaskan walaupun terbata-bata.
"Kalau kalian gak percaya cek CCTV yang ada di kantin," lanjut Denzzel.
Haikal segera melihat sekeliling untuk mencari kamera CCTV tetapi dia hanya menemukan satu dan itu pun di pojok kantin dan tidak akan sampai merekam apa yang telah terjadi ke tempat itu.
Seseorang jatuh dari lantai dua, membuat mereka yang ada disana merasa syok. Siswi itu langsung terbaring tengkurap di atas tanah, darah langsung keluar dan mengalir di sekitarnya.
"Sialan!" gumam Mason.
"Siapa itu?" tanya Hannah.
"Gue takut..." lirih Alin sambil memeluk Naira.
Yaksa dan juga Reygan menghampiri siswi tersebut dengan jantung yang berdegup kencang, mereka berdua merasa takut tetapi mereka juga harus tahu identitas orang tersebut. Perlahan Yaksa berlutut di samping tubuh gadis itu, tangannya terulur untuk menyingkirkan rambut yang menghalangi wajahnya.
"Wendy," kata Reygan.
"Wendy di eksekusi karena keluar dari permainan." suara perempuan asing itu kembali terdengar.
Rean mendesah frustasi, ia melirik kearah Risha yang sedang berdiri tidak jauh darinya. "Heh, lu anak Broadcasting kan? siapa yang ada di ruang siaran, apa maksud permainan yang di omongin itu?" tanyanya dengan begitu mendesak.
Risha yang masih merasa syok pun menggeleng pelan, ia mundur beberapa langkah. Disisi lain, Joshua yang sedang menunggu teman-temannya untuk berolahraga di lapangan seketika terdiam saat mendengar pengumuman itu lagi, dia melirik kearah pacarnya yang bernama Shaerin, gadis itu pun menghampirinya.
"Siapa sih yang ada di ruang siaran? tadi Samuel sekarang Wendy," gerutu Shaerin.
Joshua hanya terkekeh pelan, ia pun mengacak-acak rambut gadis itu dengan begitu gemas. "Mungkin lagi gabut, mending main basket aja sama aku, sekalian nunggu yang lain." katanya yang kemudian melemparkan bola basketnya kepada Shaerin, gadis itu pun segera menangkapnya.
"Let's Play a game called Simon says..." suara perempuan itu kembali terdengar, membuat Shaerin menghentikan aktivitasnya, sedangkan anak-anak lain yang berada di kantin terdiam dengan begitu penasaran.
Michael membantu Denzzel untuk bangkit, ia bisa melihat jika laki-laki itu masih takut dan wajahnya terlihat pucat.
"Perintah yang di berikan oleh Simon harus di ikuti oleh pemain lain, tetapi hanya setelah frasa Simon berkata diucapkan, berikut adalah beberapa hal yang perlu di ketahui tentang permainan Simon says yang akan diikuti oleh seluruh murid kelas 12 IPS 4."
"Pertama, perintah yang akan di berikan oleh Simon ada yang berlangsung lama dan ada juga yang cepat, perintah harus diikuti oleh para pemain yang sudah terdaftar dan pemain tidak boleh berkata tidak atau menolak melakukan apa yang di katakan oleh Simon."
"Simon says..." gumam Yaksa.
"Permainan bocah?" tanya Yahezkael sambil melirik teman-temannya.
"Kedua, jika ada perintah yang tidak di dahului dengan Simon berkata dan pemain mengikuti perintah tersebut, maka pemain tersebut akan di eksekusi."
"Siapa sih yang ada di ruang siaran?" tanya Eric sambil mengumpat, ia menyisir rambutnya frustasi.
"Ketiga, jika tidak ada yang melakukan perintah Simon atau pemain ingin keluar dari permainan maka akan di eksekusi."
"Keempat, Simon ada di salah satu pemain, permainan pun di mulai..."
Semuanya saling terdiam dengan jantung yang berdegup kencang karena antisipasi, Rean yang menyadari situasi yang berubah tegang lantas melihat teman-teman sekelasnya.
"Siapa yang bertanggung jawab di ruang siaran?" tanya Rean dengan suara yang meninggi, tatapannya beralih kearah Risha yang sedang menundukan kepalanya sambil terisak pelan.
"Heh lu anak Broadcasting seharusnya tau!" bentaknya yang semakin membuat Risha ketakutan.
"Rean... udah," kata San mencoba menenangkan sahabatnya itu.
"Joshua sundul kan bola basket kepada Shaerin."
"Tanpa frasa Simon berkata!" gumam Axel.
Joshua yang tidak memperhatikan pengumuman tadi langsung tersenyum nakal, ia pun mengambil bola basket lain yang berada di sampingnya lalu melemparkannya kepada Shaerin, tetapi dengan cepat gadis itu menghindar.
"Kamu kalah cepet sayang," kata Shaerin sambil terkekeh pelan.
"Joshua melanggar aturan dan akan di eksekusi."
Axel yang masih berdiam diri di kantin segera berlari menuju lapangan basket, sedangkan Joshua yang awalnya sedang tertawa bersama Shaerin langsung memegangi kepalanya saat rasa sakit tiba-tiba menyerangnya, Shaerin yang melihat pacarnya kesakitan seperti itu lantas segera menghampiri Joshua.
"Sayang, kamu kenapa? kamu baik-baik aja?" tanya Shaerin panik.
Joshua mendorong gadis itu dengan kasar, membuatnya jatuh. Shaerin dapat melihat kedua mata Joshua yang memutih, urat-urat di wajahnya dapat terlihat saat Joshua terus mengerang kesakitan.
"Joshua!" panggil Shaerin.
Laki-laki itu pun berlari menuju tiang ring basket dan langsung membenturkan kepalanya beberapa kali, Shaerin yang melihat itu pun syok.
"Joshua, kamu kenapa, stop!" Shaerin segera bangkit dan berlari menghampiri pacarnya, tapi lagi dan lagi Joshua mendorongnya dengan cukup kasar.
"Aku mohon..."
Axel dan yang lainnya segera memasuki lapangan basket, Kanin dan juga Hanni segera mendekati Shaerin dan menariknya untuk menjauhi Joshua. Sedangkan Denzzel, Reygan, Yaksa, Eric dan juga Nijan langsung menghampiri Joshua yang terus-terusan membenturkan kepalanya.
"Joshua lu nyakitin diri lu sendiri!" bentak Eric yang berusaha menarik Joshua, tetapi laki-laki itu mendorongnya dan kembali membenturkan kepalanya.
Rambutnya basah dan lepek karena darah, Shaerin terus menangis sambil memperhatikan pacarnya yang terus melukai dirinya sendiri, hingga benturan terakhir yang sangat kuat langsung membuat Joshua tumbang, dia pun jatuh ke atas tanah dan tidak bergerak sama sekali.
"Joshua di eksekusi."