Jalan hidup ini bagaikan roda. Kadang di atas kadang di bawah. itulah yang terjadi pada seorang wanita yang tidak muda lagi.
Namun demi buah hatinya ia berusaha bertahan. yang dipikirkan bagaimana supaya anaknya bisa sekolah dan bertahan hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husnel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Manja
Kalau libur di tambah lagi lagi halangan, itu paling enak buat malas-malasan bagi seorang gadis.
Begitu juga dengan Nabil. Ia bersantai di kamar sambil handphonenya. tugasnya sudah di kirim semalam, benar saja Beni menyelesaikan tugasnya dan mengirimkan pada Nabil makanya ia langsung ke email dosennya.
Ada ketukan pintu kamarnya." Kak.. Ada tamu tuh." Seru Tata dari luar.
"Tamu.. Sebentar." Nabil membuka pintu kamarnya." Tamu siapa.?" Tanya Nabil pada adeknya.
"Pacar kakak kali. Kayaknya Ayah Bunda senang sekali." Cuek Tata dan berlalu ke kamarnya lagi yang ada di lantai atas.
"Pacar.. Eh.. Apa Bang Ben yang datang. Wah gawat nih.. Bisa kacau ini. Ayah kan di rumah. Apa kata Tata tadi. Ayah Bunda senang. Wah gawat ini.." Jerit Nabil dalam hati.
Ia bergegas mandi kilat dan memakai pakaian santai. Hanya kaos dan kulot serta tidak lupa jilbab instan bertengger di kepalanya.
Ia melangkah dengan hati kacau, takut di ledek ayah di depan pemuda itu.
"Loh. Kok cuma pakai baju gini aja kak.?" Tanya Ayah melototkan matanya.
Nabil dengan bingungnya bertanya." Lalu pakai baju apa Ayah.?" Tanyanya dengan polos.
"Pakai kebaya kek. Kan di ajak ke kantor KUA." Jawab Ayah santai.Muka Beni memerah mendengar guyonan Pak Hendra calon Ayah mertua. He..he..
"Kantor KUA. Ngapain Ayah.?" Tanya Nabil yang masih bingung. Sedangkan Mei menarik nafas dalamnya.
"Kak. Sini duduk.. Jangan dengarkan Ayah. Oh.. Tadi Nak Ben ajak kamu keluar. Apa kamu mau.?" Tanya Mei pada anak gadisnya.
Nabil menatap Ayah Bundanya dan juga Ben yang juga menatapnya. " Maksud Bunda, aku kurang paham.
Beni akhirnya berbicara." Begini.. Aku pengen mengenal kamu lebih jauh. Kebetulan Ibu juga pengen kenal kamu. Mau ya ka rumah orang tua Abang.?" Tanya Beni serius.
Nabil kembali melihat kedua orang tuanya. Dan dapat anggukan. Nabil menundukkan kepalanya.
"Ayah Bunda serius nih. Kakak kan baru kuliah. Kok sudah ada acara perkenalan orang tua. Apa nggak terlalu cepat. Kakak belum mau nikah cepat Bund." Rengek Nabil merajuk.
Beni tak berkutik. Ada rasa sakit di hatinya, ini pertama kalinya ia jatuh cinta. Tapi belum di nyatakan sudah di tolak.
"Siapa bilang Kakak nikah sekarang. Itu kan candaan Ayah saja." Ujar Mei lembut.
" Pergilah nak. Bunda nggak maksa kakak untuk nikah, hanya saja perlu menghargai niat baik orang nak. Tadi nak Ben bilang pengen kenal kakak secara dekat aja dulu. Jika kalian cocok ya syukur. Tapi Kami nggak bisa paksa kalau kakak nggak mau ikut. Kakak bisa bilang langsung sama orangnya, toh orangnya ada di sini." Nasehat Mei pada anak gadisnya.
Nabil menundukkan wajahnya." Eh Kak.. Ayah tadi cuma bercanda. Nak Ben..! Kok bisa suka sama anak Ayah yang manja gini dia tuh banyak kurangnya." Tanah Hendra ceplas-ceplos.
Beni. Menarik nafas dalam, saat ini ia benar senam jantung oleh sikap Ayah Nabil. Yang suka berterus terang.
"Mungkin ini yang namanya cinta pada pandangan pertama Yah. Selama ini saya ketemu banyak orang, tidak ada yang membuat pikiran dan hati saya yang kacau dan gusar karena cewek." Ujar Beni mantap.
Pak Hendra menganggukkan kepalanya. Ia bangga pada Ben yang gentel men mengungkapkan perasaanya di depan orang tuanya lagi.
Mei menggenggam tangan anak gadisnya. Nia semenjak datangnya kelincinya asyik main di depan rumah. Bahkan sudah ada saja temannya yang datang melihat.
"Gimana Kak. Mau ikut nggak.?" Tanya Mei pelan. Nabil masih merasa gamang. Saat ini ia tidak tahu apa namanya cinta pada seorang laki-laki, karena ia selalu di penuhi cinta orang tuanya. Jadi ia tidak pernah mencari cinta dari laki-laki lain. Banyak yang menggodanya dan mau jadi pacarnya saat SMP dan SMA, Namun tidak pernah ia terima. Makanya sekarang ia jadi ragu dan gamang sendiri.
"Kalau dek Nabil tidak mau nggak apa Bund. Mungkin saya terlalu cepat. mungkin lain kali adeknya mau." Ujar Beni. Ia pun hendak berdiri dan pamit pulang.
Nabil meremas tangannya, ia takut Ben marah dan tidak mau lagi berteman dengannya.
"Tunggu... Baik. Saya ikut. Tapi.. Kita cukup jadi teman aja ya." Ujarnya malu-malu.
"Awalnya teman lama-lama jadi sayang. Ya kan Bund." Goda Pak Hendra.
"Ayah.." Seru Nabil mengejar Ayahnya. Ia memukul lengan ayahnya yang di balik Bundanya. Hendra terkekeh.
"Bund. Ayah.." Adu Nabil pada Bundanya. Mei hanya tersenyum.
"Nah kamu lihat sendiri kan nak Ben. ia itu masih manja. Belum matang. Jadi kamu harus banyak sabar ya." Nasehat Hendra pada Ben yang kembali duduk sat Nabil bicara.
"Itu pasti Yah. Saya akan menjaga dan memanjakannya seperti Ayah dan Bunda lakukan." Janji Beni mantap.
"Sana ganti baju.. Masak kayak penampilannya ketemu calon mertua." Goda Mei.
"Bunda.." rengek Mei. Ia pun masuk kamarnya setengah berlari karena malu
Beni tersenyum melihat tingkah laku Nabil yang benar manja. Padahal, kemarin terlihat sekali dia cuek dan dingin sekali seolah menjaga jarak dengannya.