NovelToon NovelToon
Cerita Dua Mata

Cerita Dua Mata

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Identitas Tersembunyi / Kaya Raya / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: R M Affandi

Sebelum Mekdi bertemu dengan seorang gadis bercadar yang bernama Aghnia Humaira, ada kasus pembunuhan yang membuat mereka akhirnya saling menemukan hingga saling jatuh cinta, namun ada hati yang harus dipatahkan,dan ada dilema yang harus diputuskan.

Mekdi saat itu bertugas menyelidiki kasus pembunuhan seorang pria kaya bernama Arfan Dinata. Ia menemukan sebuah buku lama di gudang rumah mewah tempat kediaman Bapak Arfan. Buku itu berisi tentang perjalanan kisah cinta pertama Bapak Arfan.

Semakin jauh Mekdi membaca buku yang ia temukan, semakin terasa kecocokan kisah di dalam buku itu dengan kejanggalan yang ia temukan di tempat kejadian perkara.

Mekdi mulai meyakini bahwa pembunuh Bapak Arfan Dinata ada kaitannya dengan masa lalu Pria kaya raya itu sendiri.

Penyelidikan di lakukan berdasarkan buku yang ditemukan hingga akhirnya Mekdi bertemu dengan Aghnia. Dan ternyata Aghnia ialah bagian dari...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R M Affandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter Satu Buku Itu

“Mata itu menipumu. Tak akan ada rasa yang bisa diyakinkan, hanya lewat sebuah tatapan. Seperti sebutir benih, tidak akan bisa dipastikan tumbuh atau tidaknya, sebelum kau menanamnya.”

Berawal kisah ini kujalani, ketika hati mencoba mencari defenisi dari kata kekasih. Temanku mengartikannya, kekasih itu adalah separuh aroma surga yang membuat manusia bahagia dan mensyukuri hidup di dunia karena tercipta berpasang-pasangan.

Maksud hati semakin tinggi untuk mencari arti kekasih, saat kupandangi di antara mereka yang kukenali, hanya akulah yang masih sendiri. Sehingga, setiap hari aku selalu merenungi, benarkah hidup ini indah jika memiliki kekasih? Benarkah wanita yang disebut kekasih tercipta untuk kebahagiaan laki-laki? Dan benarkah ketika memiliki kekasih akan mencium aroma surga di dunia ini?

Mungkin pertanyaan itu ada karena aku telah menginjak tangga pertama untuk disebut dewasa. Karena saat itu aku telah duduk di bangku SMA kelas tiga, dan umurku sudah genap delapan belas tahun. Jika dipikir-pikir, aku sedikit terlambat untuk mempertanyakan tentang wanita dibandingkan teman-teman seusiaku waktu itu.

Semakin hari pikiranku tentang wanita selalu menumpukki benak ini. Hayalan-hayalan kemesraan dengan seorang kekasih hadir di setiap renunganku yang tiba-tiba. Jiwa selalu bergejolak! Dan hati selalu dipenuhi niat, aku harus punya kekasih! Tapi entah pada siapa hasrat itu akan kulabuhkan?

Dalam kebingunganku saat itu, seseorang datang dalam hidupku. Orang itu adalah Vika, seorang wanita berwajah lembut dengan senyuman manis yang selalu menghiasi bibirnya yang tipis, membuat para pria selalu senang membuat lelucon ringan untuknya, demi melihat senyuman itu.

Banyak pria yang berharap dan berlomba-lomba untuk mendapatkan cintanya, namun tak satupun dapat meluluhkan hatinya. Sifatnya yang suka berteman dengan laki-laki, membuat para pria yang ingin memiliki hatinya selalu berakhir dengan hubungan pertemanan.

Tapi entah mengapa dia memilihku waktu itu? padahal aku tidak sedikitpun memiliki kelebihan dari mereka-mereka yang selama ini mengincar Vika, dan bahkan mungkin aku malah banyak memiliki kekurangan dari pria lain. Entah apa yang dia sukai dari tubuhku yang hanya memilik tinggi 160 cm ini? Jika di bandingkan, Vika lebih tinggi 3 cm dariku.

Vika menaruh impian yang teramat indah padaku. Dia juga memiliki cinta yang teramat besar untukku. Aku dapat merasakan itu dari sikap dan caranya menyapaku di setiap aku lewat di depannya. Tatapannya padaku menyimpan makna yang lebih dari sekedar teman satu sekolah. Kelasnya yang bersebelahan dengan kelasku, selalu menjadi saksi bisu bagaimana gadis itu tersenyum padaku di setiap pagi aku berjalan di beranda kelasnya.

Namun, entah mengapa hatiku tak merasakan apa-apa padanya? Aku tidak bisa melayangkan tatapan sebagaimana dia menatapku. Perasaanku terasa biasa saja. Tidak ada getaran yang membuat jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Senyumannya yang manis seakan lewat begitu saja dalam ingatanku. Sehingga, aku selalu mengabaikan momen-momen itu yang hampir setiap pagi kudapati saat aku menuju kelasku.

Tapi Vika bukan gadis yang pemalu dalam soal perasaan. Keinginannya untuk bisa menjalin hubungan denganku tak pernah rapuh dan terhenti begitu saja. Dia selalu berusaha untuk mewujudkan niatnya, walau dengan cara yang tak biasa.

Siang itu suara lonceng memecahkan suara hening di sekolahku. Lonceng yang berdenting dua kali, membuat murid-murid berhamburan keluar kelas. Tanda istirahat telah berbunyi, cerita baru tanpa buku akan kembali mengisi suasana taman di SMA ku itu.

Aku berjalan menuju sebuah warung yang ada di samping taman, mencari secangkir kopi hitam, dan beberapa jajanan ringan untuk mengisi perutku yang mulai kosong. Warung itu bukan kantin resmi dari sekolah, tapi aku suka ke sana karena menunya berbeda dengan kantin yang disediakan pihak sekolah. Hanya di sanalah satu-satunya tempat yang menyediakan minuman kopi hitam.

Disaat aku baru mulai melangkah memasuki warung, tiba-tiba dua teman sekelasku datang menghampiriku. Aku terus saja memasuki warung, mencari posisi di mana aku biasa duduk di warung itu. Meja paling sudut belakang warung itu adalah tempat favoritku. Kursi kayu di samping meja itu, kembali menyambutku di hari itu.

“Ada apa?” tanyaku pada mereka yang juga ikut masuk ke warung kopi itu. Dua temanku itu ialah Zadi dan Razis.

Zadi orangnya tinggi namun sedikit agak kurus. Kulitnya putih dengan rambut lurus yang bersibak sama banyak di atas kepalanya. Wajahnya tampan dengan hidung sedikit mancung di tengah wajahnya, membuatnya selalu menjadi idola cewek-cewek yang berhidung pesek.

Sedangkan Razis, seorang pria berambut ikal yang selalu menjadi idola di SMA tempatku bersekolah. Tidak ada yang patut dijelaskan dari wajah pria yang satu ini. Semua yang ada padanya adalah kriteria ketampanan laki-laki indonesia. Mulai dari mata, hidung, bibir dan tingginya pun juga standar pria indonesia yaitu 166 cm, tiga senti lebih pendek dari Zadi. Jika aku berjalan dengan mereka berdua, kami akan terlihat seperti tiga anak tangga.

“Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu Fan!” jawab Razis duduk di bangku yang ada disampingku.

“Oke! Kita pesan kopi dulu,” kataku, lalu memanggil pemilik warung untuk memesan tiga gelas kopi hitam. “Mau bicara apa?” lanjutku pada Razis.

“Gini fan! tadi pagi Vika menemuiku. Dia bilang, dia suka sama kamu, dan memintaku untuk menyampaikan perasaannya itu padamu!” terang Razis.

“Vika?

“Iya! Si manis lokal sebelah!” sela Zadi yang ternyata telah lebih dulu tahu cerita itu dari Razis. “Aku tidak menyangka temanku yang pendek ini ada pengagumnya juga!” sambungnya dengan nada mengejek.

“Gimana Fan?” tanya Razis mendesak.

Aku hanya diam. Cerita yang baru saja kudengar tidak sedikitpun membuatku senang. Yang aku pikirkan saat itu hanya bagaimana cara untuk menjelaskan isi hatiku yang tidak merasakan apa-apa terhadap Vika.

“Wooii!” Razis menepuk pundakku. “Apa jawabanmu?

“Sebenarnya, aku sudah tahu semua itu dari dulu.

“Weee… sok-sokan! Mentang-mentang lagi ditaksir langsung buang arang!” Zadi yang duduk di bangku kayu yang ada di depanku kembali meledek, memotong pembicaraanku.

“Diam dulu kau, cina kurus!” sosor Razis menyumpal mulut Zadi dengan gorengan yang terletak di atas meja.

Zadi diam, mengunyah gorengan yang masuk ke mulutnya. Saat itupun pemilik warung datang menghidangkan tiga gelas kopi hitam di meja kami.

“Apa jawabanmu Fan?” tanya Razis lagi padaku.

Aku mengambil gelas kecil yang berisi kopi hitam yang masih panas. Baunya mengepul ke udara, menyegarkan indra penciuman. Sedikit demi sedikit aku menyeruput kopi itu perlahan, merasakan rasa pahit, manis dan hangat yang menyatu sempurna di lidah.

“Aku bisa merasakan sikap Vika yang berbeda terhadapku.” sambungku kemudian, meletakan kembali gelas kopi ke tadahnya. “Hanya saja, aku nggak merasakan perasaan apa-apa terhadapnya.

“Jadi, kamu menolak Vika?” tanya Razis tak menyangka. Kerut dahinya sedikit terlihat.

Aku mengangguk sambil sedikit memaksakan senyum.

“Astaga Fan! Kamu terlalu banyak minum kopi sampai-sampai kamu nggak tahu seperti apa yang manis itu!” ujar Zadi dengan kesal.

“Kamu serius menolak Vika?” Razis masih belum yakin dengan apa yang kukatakan.

“Iya.

“Apalagi yang kamu cari Fan! Vika itu sudah baik, cantik, manis lagi, dan bonusnya, dia anak orang kaya! Masa iya, dari segitu banyak kelebihannya nggak satupun yang kau suka?” Razis menghirup gelas kopi miliknya. Wajahnya tampak kecewa.

“Kau normal kan Fan?” tanya Zadi, kembali mengulang kebiasaannya yang selalu membuatku kesal. Teman sebangku Razis itu selalu suka mengolok-olok siapapun.

“Apa kamu nggak ingin punya pacar seperti kita Fan?” timpal Razis.

Aku tak menjawab. Andai dia tahu, hatiku ini sudah lama menginginkan itu.

“Padahal aku sudah sangat senang saat aku tahu kalau Vika menyukaimu. Kamu nggak akan sendirian lagi di sini. Sebenarnya aku sedih melihatmu setiap hari menyendiri di warung ini, setiap laki-laki di lokal kita sibuk dengan pasangan mereka, sedangkan kau?

“Ya! Itu benar Fan! Nanti Kamu bisa bergabung bersama kami di kantin sekolah, daripada terus menerus menghuni warung para jomblo ini!” ujar Zadi menyambung ucapan Razis sambil melihat ke meja sebelah yang ditempati murid-murid lain.

“Sebaiknya kamu terima saja Fan! Cobalah jalani dulu hubungan ini,” saran Razis merangkul pundakku. “Ini bukan pernikahan! Hanya hubungan yang sedikit lebih dari pertemanan. Jika setelah kamu jalani, rasa suka nggak juga tumbuh di hatimu, kamu bisa mengakhiri hubunganmu itu.

“Itu benar Fan! contoh saja pujangga gagal itu, dengan alasan mencari cinta sejati, hampir setiap wanita di SMA ini dia pacari!” tukas Zadi. Kali ini Razis yang menjadi sasaran ledekannya.

“Terkadang cinta itu tumbuh setelah dijalani Fan! Kita nggak akan pernah tahu benih itu bisa tumbuh atau tidak sebelum benih itu kita tanam!” sambung Razis tanpa memperdulikan ejekan Zadi.

Bersambung.

Terimakasih sudah membaca. Jangan lupa beri dukungannya ya! “Penulis tanpa dukungan pembaca, hanya seperti lukisan indah di depan orang buta.”(R M Affandi)

1
Riani
lebih ke perasaan
wekki
semangat thor
Marissa
Rata-rata baca buku harian, tapi penasaran juga
Robi Muhammad Affandi: Terimakasihh dukungannyaa😁
total 1 replies
Marissa
ini cerita misteri apa cinta? /Grin/
Hietriech Ladislav
dah mampir nih 🫡 next mampir baca novel saya & beri komen
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!