Karie yang ingin menjadi Sikerei kesatria Maya demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik semua halangan ia lewati, namun kakaknya selalu menghalangi jalannya dalam Menjadi Sikerei pilihan merelakan atau menggapainya akan memberikan bayaran yang berbeda, jalan mana yang ia pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Io Ahmad, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenapa.
Sekumpulan orang di desa bubar setelah mendengar pengajaran dari seorang polimatik, yang mengabdikan diri untuk berbagi ilmu kehidupan kepada sesama manusia.
“ Membeli lembaran seni Maya lagi, tidak takut ketahuan kakakmu lagi, Karie?” tanya Hani dengan senyum menggoda.
Karie menghela napas, “Ini kubeli supaya aku dapat menyiram ladang dengan mudah, bukan seni Maya merusak, Hani.”
Hani mengangguk, “Karie, akhir-akhir ini aku lihat kamu rajin bekerja mulai dari menyirami ladang, berjualan sampai pergi ke pesisir Aisir. Kamu tidak jadi kupu-kupu malam kan? Apa yang mempengaruhi mu?”
Karie mengerutkan dahinya, “Apa yang kamu bicarakan? Aku pergi ke Aisir bersama Hagetz untuk membantu di pelabuhan. Uangnya lumayan, selain itu aku suka Aisir, terutama saat matahari terbenam di lautan.”
Hani mendekat, “ Aku hanya bercanda tidak perlu terlalu dipikirkan, tapi?, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu, “Satu hal yang belum kamu beritahu… Ah, alasan nya!” katanya sambil mengambil lembaran dari tangan Karie, “beritahu aku dong, janji aku tidak akan bilang ke siapapun.”
Karie mendekat, namun bukan untuk memberitahu alasannya. Diam-diam, ia mencoba merebut lembaran itu dengan seni elemen airnya, tetapi Hani menyadarinya dan membekukan jerat tersebut sebelum mengikatnya dengan sifat Mayanya. “Kita ini teman yang bagai hidung dan jari kelingking, tidak dapat dipisahkan,” kata Hani dengan wajah sedih. “Apa kamu tidak mempercayai ku, Karie?”
Melihat wajah Hani yang seperti itu, Karie akhirnya mengalah. “Aku ingin menjadi Sikerei, kesatria Maya,” katanya pelan.
Hani tertawa, “Menjadi Sikerei minimal kamu harus menguasai dua dasar antara sifat Maya, Elementalis, atau Penyembuhan. Kamu yakin ingin menjadi Sikerei?”
Karie termenung, tidak tega melihat sahabatnya sedih. Hani menyadarkannya, “Nah, ambil lembaran ini. Aku tidak bermaksud mengejekmu, aku hanya khawatir padamu. Berlatihlah, aku akan mendukungmu.”
Sebelum berpisah di persimpangan, Karie mengucapkan terima kasih atas dukungan Hani. “Jangan lupa yakinkan kakakmu, supaya kakakmu mengerti kemampuanmu,” kata Hani sambil berjalan hilang dari pandangan.
***
Di dapur kecil, Karie sibuk dengan bahan dan resep stew yang direkomendasikan pedagang pasar. Awalnya, ia pikir akan mudah membuatnya, tetapi rasanya terus terasa kurang. Setelah pertarungan antara gula dan garam, akhirnya rasa yang diinginkan tercipta. Namun, kakaknya masih belum pulang dalam larutnya malam.
“ Kenapa kak Erin belum kunjung pulang, biasanya tidak pulang terlalu larut?” gumam Karie
Dengan cahaya lentera yang semakin meredup diatas meja dengan tertata makan roti dengan panci berisi masakan Karie yang semakin dingin, Karie tertidur diatas meja lesehan menunggu kakaknya tak kunjung pulang.
Dari luar terdengar perbincangan, “Selama masih terukir, kalian aman tinggal di sini. Tenang saja, Nona. Jika tidak ada yang ditanyakan lagi, saya pamit.” Erin mengajak mampir, namun wanita paruh baya dengan rambut kecokelatan menggelengkan kepala, “Tidak usah, lagipula ini sudah larut. Esok kita bertemu lagi.” Saat wanita itu perlahan meninggalkan Erin, ia berkata, “Kami berhutang banyak, Bibi Istar, atas semuanya,” sambil melambaikan tangan hangat.
Karie terbangun mencium bau tungku api. Ia pikir belum mematikannya, tapi ternyata Erin, kakaknya, yang sedang memasak. “Sepertinya aku membangunkanmu,” kata Erin sambil menuangkan sup dan roti hangat untuk Karie.
“Tumben sekali kamu memasak,” ujar Erin heran. “Apa ada hal yang kamu inginkan, Karie?”
Erin tersenyum tipis, namun matanya menunjukkan kekhawatiran. Karie mengambil roti dan mulai makan, lalu dengan suara pelan ia bertanya, “Kenapa kakak selalu melarangku mendekati hal-hal yang berbau Sikerei? Bukankah itu pekerjaan mulia yang melindungi banyak orang dan negeri ini? Aku hanya ingin kita punya kehidupan yang lebih baik.”
Erin menghela napas panjang, lalu berkata, “Adakalanya tidak tahu itu lebih baik untukmu. Lagi pula, kamu pandai dalam banyak hal lain. Kamu suka membuat agenda yang rapi, pandai menghitung, dan kamu juga bisa memasak. Ada pekerjaan lain selain menjadi Sikerei, kan?”
Karie menatap Erin dengan tajam. “ Untukku? Lagi, jawaban kakak selalu seperti itu, kakak tidak mengerti menakutkannya melepaskan hal yang kamu suka.” Karie berdiri dihadapan Erin, “ Apakah aku masih cukup dewasa untuk tahu tentang dunia ini dan memutuskan sendiri pilihan ku?!”
Erin sedikit marah, biasanya adik kecilnya yang penurut mulai berontak, terlihat dari dahinya yang mengkerut. “Cukup sampai di sini pembicaraan kita. Beberapa kali pun kamu bertanya, itu yang akan menjadi jawaban kakak. Inilah yang terbaik untuk saat ini.” Erin menyuruh Karie untuk kembali melanjutkan makan bersamanya, jika tidak ada hal lain yang ingin ditanyakan.
Karie berdiri dengan cepat, membuat kursinya terjatuh. “Aku lelah dengan semua rahasia ini! Andai saja kakakku itu Hagetz, ia selalu membantuku mendapatkan hal yang kubutuhkan,” katanya dengan suara bergetar, lalu berlari keluar dari ruangan, air mata mulai mengalir di pipinya.
Erin tetap duduk, menatap pintu yang baru saja dibanting oleh Karie. Ia menggenggam erat sendok di tangannya, berusaha menahan air mata yang hampir jatuh. “Maafkan aku, Karie,” bisiknya pelan, “Aku hanya ingin melindungimu.”
***
Angin dingin berhembus lembut dari lautan, membawa aroma asin laut. Dedaunan kering berwarna kuning dan cokelat berguguran, menutupi papan kayu yang mulai lapuk. Langit abu-abu pucat memantulkan cahaya redup di permukaan air yang tenang. Perahu-perahu kecil dan besar berlabuh di daratan yang dikenal Astri sebagai intan dari Utara Elinalis, karena julukan itu sesuai dengan kota Astri dengan bangunan-bangunannya yang berwarna-warni seperti intan yang bercahaya.
Pekerjaan bongkar muat di pelabuhan tampak mudah berkat bantuan Maya dengan Seni mencipta, yang memungkinkan orang menggandakan kekuatan fisiknya meski dengan pengorbanan dan efek samping. Setiap hari Hagetz bekerja tanpa sadar terlalu banyak. Teman-temannya mengajaknya ke rumah bordil di distrik Seide, dan sebelum sempat menolak, ia sudah ditarik ikut. “Memang uang yang kamu kumpulkan itu untuk apa? Aku tak pernah melihatmu menggunakannya. Tak takut busuk itu uang?” canda mereka. Hagetz termenung sejenak, dalam hati terbesit, “Untuk apa? Lari aku tidak bisa sembunyi darinya. ‘Ingat kesepakatannya.’ Iya juga, kenapa aku menahan diri untuk kesenangan.”
Dalam perjalanan, Hagetz dan rekan-rekannya berpapasan dengan Erin. Erin adalah wanita muda dengan rambut birulangit yang tergerai indah, matanya tajam dan penuh determinasi, serta kulitnya yang halus dengan riasan. “Hagetz? ini teman-teman mu?” tanya Erin dengan nada curiga.
Rekan-rekan Hagetz sedikit tersipu melihat Erin, “Kami hanya ingin bersenang-senang sebentar, Erin,” jawab Hagetz yang terus menarik rekannya menjauh Erin.
Erin tiba-tiba menatapnya tajam, lalu berkata, “Bisa kita bicara empat mata sebentar?”
Hagetz meminta menunggu rekan-rekannya dan mengikuti Erin ke sudut yang lebih sepi. “Ada apa, Erin?”
Erin menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. “Karie bilang kau yang selalu mengajarinya menggunakan Maya. Aku ingin kamu mulai berhenti mengajari Karie tentang Seni Maya.”
Hagetz mengerutkan kening. “Kenapa? Apa salahnya? Karie sangat berbakat dan itu bisa membantunya.”
Erin menggelengkan kepala, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. “Karena itu, dia jadi ingin menjadi Sikerei. Kamu tahu betapa berbahayanya itu.”
Hagetz tersenyum tipis. “Bukankah itu bagus? Menjadi Sikerei adalah pekerjaan mulia. Selain itu bukanya ia sudah tidak mewarisinya, jadi tidak masalah kan? Apa mungkin kamu tidak mengambil sepenuhnya?”
Erin marah, dahinya berkerut, “ Menghilangkan sifat Maya seseorang sama saja dengan membunuh mereka, aku menyisakan sedikit pada Karie dan menyegelnya.”. Erin balik bertanya, “Bagaimana jika identitas kita ketahuan segel ini, dari.” Erin menunjukkan pola unik di lehernya, “bisa rusak jika menggunakan Maya terlalu sering.”
Hagetz terkejut. “Aku tidak tahu hal itu. Maafkan aku, Erin.”
“ Bagaimana membujuk Karie berhenti berkeinginan menjadi Sikerei?”Erin menghela napas lega. “Terima kasih atas pengertianmu, Hagetz. Maafkan aku jadi bersikap keras padamu.”
Hagetz mengangguk. “ Lebih baik beritahu saja Karie yang sebenarnya, ia sudah dewasa juga aku pikir ia akan mengerti
Erin tersenyum hangat. “Terima kasih, Hagetz. Aku sangat menghargainya.” Sembari meninggalkan Hagetz, “ Aku ingin Karie tidak memikul beban ini, kebenaran yang menyakitkan.”