Kelanjutan Novel 'Sepucuk Surat'
Khusus menceritakan kisah kakak Ifa, putri pertama Farel dan Sinta. Namun, Alurnya akan Author ambil dari kisah nyata kehidupan seseorang dan di bumbui pandangan Author untuk menghiasi jalan cerita.
Semoga kalian suka ya🥰🥰
------------------------
"Haruskah aku mengutuk takdir yang tak pernah adil?"
Adiba Hanifa Khanza, Seorang gadis tomboy tapi penurut. Selalu mendengarkan setiap perkataan kedua orang tuanya. Tumbuh di lingkungan penuh kasih dan cinta. Namun, perjalanan kehidupan nya tak seindah yang di bayangkan.
"Aku pikir menikah dengannya adalah pilihan yang terbaik. Laki-laki Sholeh dengan pemahaman agama yang bagus tapi ..., dia adalah iblis berwujud manusia."
Mampu kan Ifa bertahan dalam siksa batin yang ia terima. Atau melepas semua belenggu kesakitan itu?
"Kenapa lagi, kau menguji ku Tuhan?"
Ikutin kisahnya yuk, jangan sampai ketinggalan.
Salam sapa Author di IG @Rahmaqolayuby dan Tiktok @Rahmaqolayuby0110
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahma qolayuby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Jeritan kesakitan Ifa
Berkali-kali Ifa memijat pelipisnya. Di depannya tumpukan berkas menumpuk.
Hari ini Ifa benar-benar tak semangat bekerja. Ucapan sang adik dan kedua orang tuanya terus berisik di telinga nya.
Ifa tak tahu harus berbuat apa dan memutuskan apa. Ifa juga tak mungkin menolak hingga membuat sang adik terus menunda-nunda pernikahannya karena dia.
Ifa tak mau jadi penghalang kebahagiaan adik tercintanya. Ifa sangat menyayangi Harfa demi apapun. Ifa tak sanggup jika melihat adiknya sedih. Apalagi kedua orang tuanya berharap banyak padanya.
Usia Ifa memang sudah memasuki usia ke dua puluh tujuh. Beda dua tahun dengan Harfa. Sekarang Harfa berusia dua lima. Sukses menjadi seorang dokter seperti ummah Sinta.
"Astaghfirullah! Apa yang harus aku lakukan."
Gumam Ifa mengusap wajahnya kasar. Ifa menyandarkan punggungnya sambil memejamkan mata.
Bukan memikirkan pekerjaan Ifa malah terus bergelut dengan keputusan yang akan ia ambil.
Tok ... Tok ...
Ketukan pintu membuat Ifa kembali membuka kedua matanya.
"Masuk."
Seru Ifa membuat seseorang muncul di balik pintu.
Laki-laki gagah berjalan cool menghadap Ifa. Sorot matanya sangat tajam namun meneduhkan.
"Maaf nona, apa berkas tadi sudah di tanda tangani?"
Tanya Mikail menundukkan pandangan. Terdengar Ifa membuang nafas kasar. Berkas yang Mikail pinta belum selesai Ifa tanda tangani semuanya. Dari tadi Ifa tak fokus bahkan sekedar tanda tangan saja terasa berat.
Mikail memberanikan diri menatap Ifa karena Ifa tak kunjung menjawab hanya helaan nafas kasar berkali-kali keluar.
"Nona sakit?"
Tanya Mikail suaranya kini terdengar khawatir.
"Tidak. Tapi Ifa belum menandatanganinya."
Ifa mengambil berkas di hadapannya lalu menandatangi dengan cepat tanpa memeriksa kembali. Bukan Ifa seperti biasanya membuat Mikail heran. Biasanya Ifa sangat teliti sama pekerjaan. Selalu memeriksa ulang laporan baru menandatangi laporan yang perlu di tanda tangani. Tapi kali ini Ifa mencoret-coret asal tanda tangannya.
"Ail, Ifa sudah katakan jangan panggil Nona. Kakak saja sama seperti Harfa."
Tegur Ifa sambil menyerahkan berkas pada Mikail.
Mikail tidak menjawab. Ia hanya menunduk lalu izin pamit.
Mikail Al-Haidar, putra tunggal om Yandi dan Tante Cantika. Usianya baru menginjak dua lima, sama dengan usia Harfa. Yang kerap di sapa Ail, oleh Ifa apalagi Ifa sudah menganggap Mikail seperti adiknya sendiri.
Setelah Mikail keluar, Ifa mendesah kembali. Ingatan Ifa kembali pada dua tahun silam. Dimana Ifa menyaksikan sahabatnya di siksa oleh suaminya yang ternyata seorang pemabuk.
Waktu itu Ifa berniat menjenguk sahabatnya yang katanya sakit karena tak masuk kantor. Dulu asisten Ifa adalah sahabatnya sendiri. Karena kejadian itu berhenti dan pindah hingga di gantikan oleh Mikail yang waktu itu juga baru lulus kuliah.
Ifa melihat dan mendengar dengan kepala matanya sendiri bagaimana sahabatnya menjerit dan memohon ampun. Andai saja Ifa telat sedikit saja mungkin nyawa sahabatnya sudah melayang.
Sikap penjudi, pemabuk dan tempramen membuat sahabat Ifa tersiksa dalam pernikahannya. Padahal dulu suami sahabat Ifa terlihat baik, lemah lembut dan sopan. Apalagi kebetulan Ifa kenal dengan suami sahabatnya itu. Tapi siapa sangka nyatanya di balik wajah polosnya menyimpan sesuatu yang mengerikan.
Sampai sahabat Ifa di bawa ke rumah sakit dan suami nya di penjara akan hal itu.
Tak terasa air mata meluncur deras membasahi wajah Ifa. Terasa sesak mengingat kejadian itu. Rasanya Ifa tak kuat membayangkan berada di posisi sahabatnya.
Walau Ifa gadis tergolong tomboy tapi Ifa punya hati yang sangat rapuh.
Ifa bak cangkang kosong. Yang terlihat di luar sangat kuat. Nyatanya itu hanya fatamorgana.
Namun, mengingat ucapan adiknya di telepon dengan kekasihnya membuat Ifa kembali bimbang.
Rasa takut begitu mendominasi tapi kasih sayang pada keluarganya melebihi besar rasa takutnya.
Ifa menyeka air matanya, lalu meminum air mineral yang tersedia di atas meja kerjanya. Berharap setitik saja hatinya merasa tenang.
Adzan dhuhur berkumandang membuat Ifa langsung pergi ke kamar khusus yang berada di ruangannya untuk melaksanakan sholat.
Sesibuk apapun memang Ifa tak pernah menunda kewajibannya.
Sudah sholat dan berdoa sangat khusyu kali ini. Ifa kembali keluar dari kamarnya.
Ifa tersenyum melihat sudah ada makanan di atas meja kecil, sofa sana.
Sudah jadi kebiasaan memang. Ifa jarang makan di luar. Memilih makan di ruangannya semenjak tak ada sahabatnya.
Mikail sudah tahu dan terbiasa akan menyiapkan makan siang untuk bosnya.
Mikail memang asisten yang dapat di andalkan. Walau wajahnya selalu datar entah kenapa Ifa juga tidak tahu.
"Bismillahirrahmanirrahim ...."
Ifa membaca doa sebelum menyantap makan siangnya.
Ifa mencoba menelan kasar makanan yang terlihat lezat itu. Tapi terasa hambar di lidah Ifa. Mungkin karena perasaan dan pikiran Ifa yang bercabang tapi Ifa tetap memaksa makan. Karena sayang akan makanan yang sudah Mikail beli dan juga Ifa tak mau sakit yang ujungnya akan membuat kedua orang tuanya sedih.
Sudah makan Ifa kembali melanjutkan pekerjaan nya.
Ponsel Ifa berdering terdengar notifikasi pesan. Ifa langsung melihatnya.
..."Assalamualaikum kakak. Jangan pulang telat ya. Laki-laki yang Abi maksud akan datang ke rumah. Semoga kakak sudah bisa memutuskan dengan baik."...
"Astaghfirullah! Lahaula wala quwata illa billahil aliyil adzim!"
Gumam Ifa menjatuhkan ponselnya saking terkejut membaca pesan dari ummah Sinta.
Rasanya Ifa ingin menjerit, meraung dan menangis. Kenapa bisa secepat itu. Bukankah kedua orangtuanya akan memberi ia waktu. Bahkan ini baru semalam mereka bilang tapi siang ini Ifa harus di hadapkan dengan keputusan terberat dalam hidupnya.
Rasanya mood kerja Ifa benar-benar hancur hari ini. Bahkan makanan yang tadi Ifa paksa makan memaksa keluar kembali.
Kepala Ifa sangat pusing, mata Ifa memerah. Sungguh, Ifa tak tahu harus berbuat apa. Hidupnya terasa harus di gadaikan demi kebahagiaan keluarganya.
Raut wajah pengharapan dan suara permohonan berisik di kepala dan telinga Ifa membuat Ifa rasanya tak bisa melanjutkan pekerjaan nya lagi. Ifa butuh suasana yang menenangkan.
Dengan cepat Ifa keluar dari ruangannya kebetulan Ifa berpapasan dengan Mikail membuat Ifa tak perlu ke ruangan Mikail.
"Ail, kensel meeting sore nanti."
"Nona mau kemana?"
Tanya Mikail namun hanya suara langkah kaki yang terdengar menjauh hingga hilang di balik lift.
Mikail menghembuskan nafas kasar. Matanya berubah sendu, pasti ada sesuatu yang tak beres.
Di dalam lift wajah Ifa terlihat tegang dengan tangan mengepal erat.
Semua karyawan yang melihat bosnya keluar dari pintu lift mengerut heran. Pasalnya mereka baru kali ini melihat bos mereka berwajah dingin seperti itu.
Sinta langsung membawa mobilnya meninggalkan perusahaan. Membelah jalan yang cukup ramai dengan kecepatan tinggi.
Jangan bilang Ifa mau bunuh diri agar keluar dari kesulitan itu.
Kejauhan, Ifa menghentikan mobilnya di jalan yang cukup sepi. Di kiri kanan banyak pohon rindang terlihat menyeramkan seperti di film horor.
Brak!
Ifa menutup pintu mobil dengan kencang melangkah ke depan mobilnya lalu menatap ke atas sana.
"Akhhh!!!!"
"Akhhhh!!!!"
Jerit Ifa meluapkan segala beban pikirannya dengan menjerit. Tak ada yang menyangka gadis tomboy nan kuat itu bisa serapuh itu.
Gadis yang jarang banyak bicara kecuali ada yang penting. Lihatlah sekarang menjerit-jerit meluapkan segala kesesakan di dadanya.
Air mata Ifa meluncur dengan rintikan hujan yang mulai turun menemani tangis kepiluan Ifa. Padahal tadi pagi masih cerah tapi siang ini alam pun ikut merasa sakit melihat kerapuhan Ifa.
Air hujan memeluk Ifa seolah mengisyaratkan jika ia akan menemani Ifa.
Bersambung ..
Jangan lupa tinggalkan jejak ya ...
Kasih Like yang banyak-banyak ...
Jangan lupa Komen dan Subscribe juga ya biar novelnya tambah melambung .....
Datang untuk nya...