Florin, yang baru saja mengalami patah hati, secara tidak sengaja bertemu dengan Liam, mantan ketua gangster yang memiliki masa lalu kelam. Dia terjebak dalam hasrat cinta semalam yang membuat gairah itu terus berlanjut tanpa rencana. Namun saat hubungan mereka semakin dalam, masa lalu Liam yang gelap kembali menghantui, membawa ancaman dan bahaya dalam kehidupan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyaliaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Matahari bersinar terang di langit biru, Florin ada jadwal pemotretan hari ini. Manajernya, Dean menjemputnya pagi-pagi sekali. Dia meninggalkan hotel menjelang subuh untuk kembali ke rumahnya, dia bahkan tak bisa tidur semalaman. Dan berharap bisa tidur di kamarnya sendiri, meski hanya beberapa jam. Dia sudah tidur berjam-jam selama perjalanan, jadi tak masalah baginya.
Mereka berada di jalan raya sekarang.
Kring. Kring. Kring.
Ponsel Florin terdering tanpa henti sejak dia masuk mobil. Namun dia hanya mengabaikannya sambil menutup mata dan bersandar ke kursinya. Sudah hampir sepuluh menit sejak dia duduk disana, dan teleponnya masih berdering.
"Kenapa kau tidak menjawabnya?" tanya seorang pria yang sedang mengemudikan mobil itu.
"Tidak penting," jawab Flo cepat tanpa berpikir.
"Ehh? Kau cuma punya tiga kontak di ponselmu, pacarmu, Keila dan Aku. Karena aku disini, berarti di antara mereka berdua."
"Tak perlu dijelaskan Dean. Itu Alex," ucap Flo pasrah. Dia tahu dengan jelas jika pria itu tak akan berhenti bicara sampai dia mendapatkan jawaban yang dia mau.
"Bukannya kau selalu menunggu telepon darinya, kenapa? Kalian bertengkar?" tanya Dean sambil melirik Flo dari kaca spion depan.
"Hah,.." Florin menghembuskan nafasnya yang terasa sangat berat ke udara. "Kami sudah putus."
Ciitt..
Mobilnya mendadak berhenti, menciptakan gesekan yang cukup keras untuk bisa di dengar. "Apaaa?!" Dean mengerem mobilnya mendadak di tengah jalan.
Tiitt. Tiitt.
Bunyi klakson panjang dari mobil yang lewat di kanan dan kiri berbunyi nyaring bergantian.
"Ahh," Flo mendesis sakit di keningnya yang berdenyut. Kau gila? Kenapa berhenti mendadak seperti itu!? Ck." protes Flo yang marah karena kepalanya terbentur ke kursi depan. Dia tak memakai sabuk pengamannya, sangat jarang. Bisa di bilang tidak pernah dia pakai.
"Maaf-maaf..," Dean yang masih terkejut dan penasaran mencoba untuk kembali melajukan mobilnya kembali. "Bagaimana—.."
"Jangan bertanya, aku tak ingin membahasnya." Florin langsung berkata sebelum Dean selesai dengan ucapannya.
"Hemmm, baiklah."
Kring. Kring.
Ponselnya berdering lagi, Dean kembali melirik dari kaca spion tanpa berkata sepatah kata pun. Dia dapat melihat wajah Flo yang kesal dan marah, tapi matanya jelas mengutarakan kesedihan. Dia tahu betapa Florin sangat mencintai dan menyayangi pacarnya, dia tak pernah menduga jika hubungan mereka akan berakhir. Banyak yang ingin dia tanyakan tapi tampaknya Flo bukan dalam situasi yang bisa menjawab pertanyaan darinya sekarang.
Florin mematikan ponselnya saat dering selanjutnya terdengar berisik di telinganya, dia tak bisa lagi menahannya. Dia langsung mengirimkan pesan berisikan pernyataan jika dia ingin putus pagi tadi, bukan permintaan atau pertanyaan. Tapi sebuah pernyataan singkat, padat dan jelas yang dia utarakan.
Dan panggilan masuk dari pacarnya—mantan pacarnya tak henti-henti sejak dia mengirim pesan itu. Pria itu membalas pesannya, tapi Florin bahkan tak melirik layar ponselnya.
Pemotretan nya berlangsung lama, Flo tidak bisa fokus sehingga fotografer nya melakukan take banyak kali untuk mendapatkan hasil yang bagus.
"Kita rehat dulu, Flo fokuslah." ucap pria dengan sebuah kamera tergantung dilehernya. Fotografer.
"Maaf," Florin berjalan keluar dari zona pemotretan. Dia mendekat pada Dean yang berada tak jauh dari sana. Dean memandang Flo cemas setelah wanita itu mengambil botol minum darinya. Tak biasanya pemotretan berlangsung lama.
Flo meneguk habis minumnya begitu dia duduk di kursi. "Ayolah, Flo. Fokus.. Fokus..," dia mencoba menyemangati dirinya untuk tak mencampurkan perasaan pribadi dengan pekerjaannya. Dia melamun sebentar, hingga seseorang menghalangi pandangannya. Flo mendongak ke atas melihat siapa orangnya.
Keila Maureen, wajahnya tampak bahagia dengan make up tebal yang selalu dia kenakan. "Ada apa?" tanya Flo santai tanpa menujukkan kekecewaannya, seakan tak terjadi apa-apa.
"Kau putus dengan Alex?" tanya wanita itu tiba-tiba, Flo berpikir jika dia akan menanyakan keadaannya yang tidak datang dan menghilang semalam. Sungguh pertanyaan yang tak terfikirkan olehnya.
Flo tersenyum sinis sebelum berdiri, dia menatap Keila yang sedikit lebih pendek darinya. Namun dia langsung menunda ucapan nya saat melihat seorang pria yang dia kenal berjalan mendekat ke arah mereka.
"Apa kalian datang bersama?" Flo mengalihkan pandangannya, tertuju pada Alex yang semakin dekat. Keila berbalik untuk melihat siapa yang di maksud oleh Florin.
"Oh, pasti kebetulan.." Flo kembali berhadapan dengan Keila, dia juga kembali menatap Florin sehingga matanya bertemu seakan memancarkan percikan di antaranya. Keila mengernyit heran.
"Flo, kita perlu bicara," ajak Alex yang tiba-tiba muncul dan menarik tangannya.
"Jangan sentuh aku," dengan cepat Flo menarik tangannya lepas dari genggaman pria itu. "Aku bisa jalan sendiri." Mereka berdua melangkah keluar dari ruang pemotretan, meninggalkan Keila yang hanya terdiam menatap kepergian mereka.
Tangganya tampak sepi, dengan pemandangan kota yang bisa dilihat dari jendela kaca gedung. Florin dan Alex berdiri berhadapan. Flo menyilangkan kedua tangannya, berharap pria itu tak menyentuh tangannya lagi.
"Flo.. Kenapa—"
"Sejak kapan?" Flo tak ingin mendengar apapun dari pria itu selain jawaban dari pertanyaan yang dia ajukan.
"Apa maksudmu?" Kerut di kening Alex Orion memperlihatkan betapa dia tak merasa bersalah sedikitpun.
"Kau dan Keila."
"Keila? Aku tak datang dengannya, aku datang sendiri."
"Ahaha," Flo hanya bisa tertawa kecil saat pria itu masih berpura-pura. "Semalam, kau tau pasti apa yang ku maksud."
"Kau melihatnya?" Alex bertanya dengan hati-hati, dia tampak panik.
Flo mengalihkan pandangannya ke tempat lain, berusaha untuk tidak menangis di depan pria itu. Dia mengepalkan tangannya erat menahan rasa sakit atas pengkhianatan yang dia dapat.
"Sepertinya tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, aku sibuk." Flo berpaling darinya.
"Flo..," Alex meraih tangannya, namun Flo menepisnya dengan mudah. "Ini juga salahmu, kau tak pernah mengizinkan aku menyentuhmu," lanjutnya.
Langkah Florin terhenti, tapi hanya sekejap. Dia tak berbalik, dia perlahan kembali melangkah dan menjauh meninggalkan Alex tanpa sepatah katapun, dia tak ingin meladeninya. Hatinya semakin tersayat saat kembali mengingat apa yang dia lihat semalam. Pria itu bahkan tidak mengelaknya dan menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi.
Flo menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan sebelum masuk ke ruang pemotretan. Wanita itu masih disana, Keila duduk di kursinya. Untuk ke sekian kalinya dia mencoba tenang hari ini, dia tak ingin meledak-ledak di tempat kerjanya.
"Pergilah, dia menunggu mu." ucap Flo tanpa basa-basi untuk menyuruh Keila pergi.
"Flo, apa yang terjadi? Tak bisakah kau memberitahuku dulu?" Keila meraih tangannya dan menuntut jawaban.
"Sepertinya aku tak perlu memberitahukan apapun lagi padamu. Dan mulai sekarang kita bukan lagi sahabat." Flo menarik tangannya.
"Aku.. Aku tidak mengerti, ada apa denganmu? Flo—"
"Ayo pergi," suara serak seorang pria muncul di tengah-tengah mereka. Dia menarik Keila, namun wanita itu menepisnya.
"Tidak, Flo.. Katakan dulu apa yang terjadi."
Florin melirik pada Alex sehingga matanya bertemu sebentar, Keila masih menatapnya penuh rasa ingin tahu.
"Dia sudah tau," ucap Alex tak ingin memperlama masalahnya. Mata Keila langsung beralih darinya dan tertuju pada Alex, dia mendekat pada pria itu dan berbisik, "Dia tahu kita.."
"Ya."
Keila menatap Florin cemas, namun dia hanya mendapat tatapan tajam dari Flo, tatapan yang tak pernah di lihatnya selama ini.
Tanpa percakapan lagi, Alex menarik Keila keluar dari sana. Semua mata yang ada di ruangan itu tertuju pada mereka, beberapa diantaranya berbisik-bisik tentang apa yang terjadi.
Tak lama setelah apa yang terjadi, Florin hanya duduk di kursinya. Dean mendekat, "Ayo, kita pulang. Aku sudah mengatur ulang jadwalnya."
"Terimakasih," Florin akhirnya bangkit dari duduknya yang memancarkan aura negatif dari tadi. Dia melangkah keluar di ikuti oleh Dean di belakangnya. Dia tak berpamitan pada fotografer dan kru-kru lain seperti biasanya. Dia hanya langsung pergi. Berharap hari ini berlalu dengan cepat.
...----------------...