Walaupun identitasnya adalah seorang Tuan Muda dari keluarga Dong yang terkenal di dunia kultivator, tapi Fangxuan menjalani kehidupan yang begitu sulit karena tidak memiliki jiwa martial seperti murid sekte yang lainnya.
Hidupnya terlunta-lunta seperti pengemis jalanan. Fangxuan juga sering dihina, diremehkan, bahkan dianggap sampah oleh keluarganya sendiri.
Mereka malu memiliki penerus yang tidak mempunyai bakat apapun. Padahal, keluarganya adalah keluarga terhebat nomor satu di kota Donghae.
Karena malu terhadap gunjingan orang, tetua sekte Tombak Api mengutus seorang guru untuk melenyapkan nyawa Fangxuan dengan cara membuangnya ke lembah Kematian Jianmeng.
Namun, nasib baik masih berpihak padanya. Fangxuan diselamatkan oleh seorang Petapa tua. Bukan hanya itu, Petapa tua tersebut juga mengangkatnya sebagai murid satu-satunya dan mewariskan seluruh ilmu kanuragan yang dimilikinya.
"Aku akan membalas mereka semua yang selama ini menindas ku. Tunggulah ajal kalian!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lienmachan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 2
Bab 2~Hilangnya Fangxuan
Darah segar mengalir deras dari bekas hantaman tersebut sehingga murid senior itu meregang nyawa seketika.
Pelakunya adalah seorang pria tua dengan jenggot panjang serta berwajah garang.
"Guru!" Jichen dan yang lainnya segera membungkuk takut. Mereka tidak menyangka jika guru Jin tiba-tiba datang ke sana.
Guru Jin memperingatkan dengan tatapan mengintimidasi. "Jangan membuka suara untuk hal tidak berguna!"
Salah satu senior tewas seketika setelah kehilangan banyak darah akibat serangan guru Jin tadi. Tapi, pria tua itu seolah tidak merasa bersalah atas apa yang dilakukan terhadap salah satu muridnya tersebut.
Ketiga senior yang tersisa seketika diam ketakutan, begitupun Fangxuan yang terkejut melihat kekejaman guru pembimbing itu.
"Kenapa? Apa kau takut?!" Seringai menakutkan jelas terlihat dari raut wajah guru Jin saat ini. Itu sengaja ditunjukan untuk membuat Fangxuan tertekan.
Belum hilang rasa keterkejutan Fangxuan, tiba-tiba perutnya dipukul keras menggunakan tenaga dalam hingga merusak lautan spiritnya. Garis meridian terputus menyebabkan tubuhnya ambruk dengan darah segar keluar dari mulut.
Seketika tubuh Fangxuan ambruk ke tanah.
"Argh!" Fangxuan memekik dengan tubuh meringkuk kesakitan.
"Heh, apa itu menyakitkan?!" sindir guru Jin sambil menyeringai.
Tanpa merasa bersalah, pria tua itu menendang tubuh Fangxuan lalu menginjaknya dengan keras.
"Fangxuan, kau harus merasakan rasa sakit sebelum ajal menjemputmu dengan perlahan. Nikmatilah!" ujarnya seraya berbalik memunggungi dengan ke dua tangan dilipat di belakang tubuh.
Dong Fangxuan mengerutkan mata sembari memegangi perut. "Gu-Guru, ke-na-pa?!" Susah payah Fangxuan bangkit tapi tubuhnya segera diseret oleh Jichen dan yang lainnya menuju bibir tebing.
"A-Apa yang a-kan ka-lian laku-kan?!"
Jichen dan murid senior lain menyeringai mengejek sembari menarik paksa tubuh Fangxuan.
"Jika kau ingin menyalahkan seseorang, salahkan saja pada nasib sial mu ini, Fangxuan. Kami hanya mengikuti apa yang diperintahkan Guru." ujar Jichen sedikit berbisik.
"Benar. Dan keluargamu juga akan berterima kasih pada kami karena telah berhasil menyingkirkan dirimu." timpal yang lain ikut berbisik lalu tertawa cekikikan.
Tanpa berlama-lama lagi, tubuh Fangxuan diangkat lalu dilemparkan begitu saja ke lembah Jianmeng.
"Sampai jumpa di neraka, Fangxuan!"
Tangan Fangxuan terulur menggapai ke atas dengan mata menatap nanar tak percaya. "Kenapa? Kenapa?" Bibirnya bergumam tapi suaranya tak terdengar.
Guru Jin sempat melongo melihat pemuda itu ketika dilempar. "Kau tak pantas mempertanyakan apapun!" Samar perkataan guru Jin masih didengar Dong Fangxuan.
Pria tua itu mengelus janggut panjang yang sudah memutih lalu tertawa lepas setelahnya. "Hahaha!"
Ketiga murid senior ikut tertawa setelah melemparkan tubuh Fangxuan ke lembah dan pergi meninggalkannya tanpa peduli apapun yang terjadi.
Fangxuan tersenyum miris ketika merasakan tubuhnya meluncur cepat ke bawah. "Mereka akhirnya menyingkirkan aku dari tempat itu. Dewa, jika diberi kesempatan, aku akan membalas mereka semua dengan lebih kejam. Tunggu pembalasanku!"
Ke dua matanya terpejam pasrah, bersiap merasakan kematian yang sangat tragis dengan tubuh hancur berkeping setelah di dasar lembah.
Bruk
•
•
Sudah sebulan lamanya dari kejadian itu, tak ada satupun yang mencari atau mengungkit hilangnya Fangxuan. Mungkin keluarganya tidak tahu perihal jatuhnya Fangxuan ke dasar lembah Jianmeng.
Atau mungkin juga, mereka yang sengaja melakukan hal keji tersebut sehingga tak berusaha mencari tuan muda kecil dari keluarga Dong itu.
Entahlah!
Semua itu masih menjadi misteri yang belum terpecahkan oleh seluruh murid di sekte Tombak Api hingga kini.
Mereka selalu membicarakan hilangnya Fangxuan, tapi secara diam-diam sebab takut kepada guru Jin.
"Tidak adanya Fangxuan di sini terasa sepi, ya." ujar salah satu murid.
"Kau benar. Walaupun dia itu bocah tak berguna dan seorang pecundang, tapi aku merasa kesepian. Tidak ada yang bisa disuruh-suruh lagi." timpal yang lain.
Walaupun mereka tak suka, tapi semua setuju atas ucapan orang tersebut tentang Fangxuan. Bukan karena merindukan, tetapi tak ada yang bisa ditindas lagi karena murid yang lain selalu melawan jika disuruh.
Berbeda dengan Fangxuan yang penurut dan patuh bila disuruh.
"Kira-kira dia ke mana ya? Sudah sebulan lebih kita tidak melihatnya?!"
"Kenapa? Apa kau ingin ikut dengannya?!" Suara guru Jin terdengar menginterupsi sehingga murid-murid tersebut refleks berbalik badan terkejut.
Mereka menunduk tak berani menatap guru pembimbing yang terkenal galak dan kejam itu. "Guru!"
Guru Jin melipat ke dua tangan di belakang tubuh sambil berjalan mengitari ke lima muridnya. "Jangan membicarakan hal yang tidak berguna atau kalian akan tahu akibatnya!" ancamnya penuh penekanan.
Murid-murid tersebut semakin ketakutan mendengar ancaman guru Jin. Kepala mereka spontan menggeleng cepat.
"Jika kalian hanya duduk santai sambil mengobrol, lebih baik jangan datang ke tempat ini. Cepat, latihan!"
"Ba-Baik, Guru."
Setelah mengintimidasi para muridnya, guru Jin pun pergi meninggalkan mereka yang menunduk takut dengan tubuh gemetaran.
"Astaga, matilah kita!"
"Guru Jin menyeramkan jika sedang marah."
"Kau benar. Dia satu-satunya guru pembimbing yang berperilaku kasar kepada murid-muridnya. Bahkan, para tetua mendukungnya!"
Ke lima murid tersebut saling berbisik membicarakan guru Jin di belakangnya.
Sepasang kaki ke limanya serempak melangkah menuju tempat pelatihan. Kini, latihan dilakukan di lapangan luas dekat hutan Pinus.
"Haaaaaa .... Haaaaaa!"
Seluruh murid sudah hadir dan mulai menggerakkan anggota tubuhnya untuk melatih kekuatan sembari berteriak lantang.
Ke lima murid tadi segera bergabung ke dalam barisan dan mengikuti gerakan-gerakkan yang lainnya. Mereka pun ikut bersemangat mengikuti gerakan murid senior.
•
•
Sementara di dasar lembah Jianmeng, tepatnya di dalam sebuah goa yang gelap juga lembab, hanya diterangi cahaya api unggun yang sengaja dibuat untuk menghangatkan tubuh.
Seorang pemuda berusia sekitar lima belas tahun terbujur lemah di atas batu besar gepeng, terlihat seperti pembaringan. Tubuhnya terbalut kain-kain yang sengaja dililit di bagian yang terluka.
Bukan hanya lengan, perut juga kaki, wajahnya pun sebagian rusak parah akibat terhantam keras ketika jatuh ke dasar lembah.
Kain berwarna putih yang dililitkan tersebut kini sudah terkontaminasi noda darah yang mulai mengering.
Perlahan, matanya mengerjap menyesuaikan indra penglihatan sembari sesekali dahinya terlihat mengerut seperti menahan rasa sakit yang teramat sangat.
Fangxuan membuka mata, menyapu pandang ke seisi ruangan yang kini terang oleh cahaya dari api unggun di dekatnya.
"Di mana ini? Apa aku masih hidup?!" lirihnya bertanya. Suaranya bahkan terdengar bergetar ketika berbicara.
"Kau sudah bangun?!" Suara seorang kakek tua terdengar menginterupsi. Wajahnya terlihat asing dengan penampilan anehnya.
Kakek tua tersebut gegas melangkah menghampiri pemuda yang diselamatkannya sebulan lalu.
Dong Fangxuan menggiring netra melirik lemah, kemudian menatap kakek yang kini berdiri tepat di hadapannya. "Si-siapa Anda?" Suaranya masih bergetar lirih.
...Bersambung ......
Lanjutkan 👍👍👍