Soal keturunan memang kerap menjadi perdebatan dalam rumah tangga. Seperti yang terjadi dalam rumah tangga Hana.
Hubungan yang sudah dibangun selama 10 tahun, tiba-tiba hancur lebur dalam satu malam, saat suaminya mengatakan dia sudah menikahi wanita lain dengan alasan keinginan sang mertua yang terus mendesaknya untuk memiliki keturunan.
"Jangan pilih antara aku dan dia. Karena aku bukan pilihan." -Hana Rahmania.
"Kalau begitu mulai detik ini, aku Heri Hermawan, telah menjatuhkan talak kepadamu, Hana Rahmania, jadi mulai detik ini kamu bukan istriku lagi." -Heri Hermawan.
Namun, bagaimana jika setelah kata talak itu jatuh, ternyata Hana mendapati dirinya sedang berbadan dua? Akankah dia jujur pada Heri dan memohon untuk kembali demi anak yang dikandung atau justru sebaliknya?
Jangan lupa follow akun sosmed ngothor
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
salam anu 👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Titik Terang
"Mah, sarapan sudah siap," ujar Hana mengulang kalimat itu. Namun, dia kembali tidak mendapat sahutan dari ibu mertuanya.
Hana merasa ada yang tidak beres dengan Mamah Saras, jadi dia bertanya lagi. "Mamah, baik-baik saja?"
Hana duduk di tepi ranjang dan memeriksa suhu tubuh mertuanya. Akan tetapi Mamah Saras malah menepis tangan Hana dengan kasar.
"Sudah tahu aku sedang sakit, masih ditanya terus!" ketus Mamah Saras, ternyata dalam kondisi apapun, wanita paruh baya itu masih kuat untuk marah-marah.
"Aku hanya ingin memeriksa keadaan Mamah," ucap Hana akhirnya bangkit dari duduk. Dia sudah berusaha bersikap baik, tapi masih saja kena semprot.
"Kalau kamu niat menolong, belikan obat sana. Sok-sokan memeriksa, memang kamu dokter?" cerocosnya tak habis-habis.
Hana langsung menghela nafas panjang. Malas berdebat dan meladeni orang yang tidak tahu terima kasih, akhirnya dia memutuskan untuk segera keluar dari kamar Mamah Saras.
"Nanti aku minta Heri yang beli," kata Hana sambil berjalan.
Mamah Saras langsung membalik badan dan menatap Hana yang semakin kurang ajar. "Disuruh malah nyuruh lagi. Heri itu kerja, nggak kaya kamu cuma tahunya minta uang saja!" Berteriak, hingga rasa panas di tubuhnya pun kalah.
Hana yang masih mendengar suara itu geleng-geleng kepala. Sebelum pintu kamar benar-benar dia tutup Hana membalas. "Aku istrinya, Mah. Kalau aku minta uang sama Papah itu baru salah."
Mendengar itu Mamah Saras semakin mendelik dan menggeram. Namun, sakit di kepalanya kembali menyerang, hingga dia kembali beringsut di atas ranjang.
"Aduh kepalaku!" keluhnya sambil memegangi kepala. "Gara-gara mantu sundal itu, aku jadi seperti ini." sambungnya belum juga sadar kalau sejak awal, dialah yang mengibarkan bendera perang, kini Hana hanya ingin meladeninya. Belum seberapa, darah tingginya sudah kumat. Bagaimana jika Hana melakukan hal itu dari lima tahun lalu, mungkin Mamah Saras sudah kejang-kejang dari dulu.
Saat kembali ke dapur, Hana melihat suaminya yang sudah nampak rapih dengan setelan kerjanya. Hana menatap Heri dalam diam selama beberapa detik. Tak menyangka jika wajah setenang itu menyimpan kebohongan di belakangnya.
"Mamah ke mana, Sayang?" tanya Heri seraya mendudukkan diri di meja makan. Membuyarkan lamunan Hana.
"Mamah sakit, Her. Dia minta kepadaku untuk membelikan obat, apakah aku bisa pinjam mobilmu?"
Mendengar jawaban Hana, wajah Heri langsung berubah cemas. "Apa? Mamah sakit? Terus Papah kemana, kenapa bukan Papah yang beli?" cetusnya, mengingat sang ayah yang lebih banyak waktu dengan ibunya. kenapa harus menunggu Hana?
"Katanya Papah menginap di rumah temannya, Her," jawab Hana apa adanya.
"Kalau begitu coba kamu telepon dan suruh Papah pulang. Aku periksa keadaan Mamah dulu," pungkas Heri kembali bangkit dari duduknya. Hana hanya menganggukkan kepala, membiarkan Heri menemui ibu mertuanya. Namun, Hana sama sekali tidak menelepon Papah Aris, lagi pula untuk apa? Dia malah senang tidak ada pria paruh baya itu di rumah ini.
Tak sampai lima menit, Heri sudah kembali tetapi raut wajahnya masih belum berubah.
"Han, aku minta tolong untuk rawat Mamah ya. Oh iya Mamah juga menyuruhmu untuk membelikan obat di apotek. Obat Mamah sudah habis," ujar Heri. Dia sudah mengajak Mamah Saras untuk pergi ke dokter, tetapi wanita paruh baya itu menolak. Tanpa pikir panjang Heri langsung menyerahkan kunci mobil pada Hana.
"Oke, aku tinggal sebentar ya. Sekarang kamu sarapan saja dulu, jangan terlalu khawatir kan Mamah," jawab Hana dengan senang hati. Dia mengambil piring dan melayani suaminya terlebih dahulu, baru setelah itu masuk ke dalam kamar untuk sekedar memakai jaket dan mengambil tas.
...
Hana memang bisa mengemudikan mobil, tetapi sayang dia tidak diberi kendaraan pribadi oleh suaminya. Kata Mamah Saras, itu semua hanya akan menambah pengeluaran. Selain untuk bahan bakar, mereka juga perlu keluar uang untuk bayar pajak.
Hah, benar-benar perhitungan. Dan sialnya Heri menuruti semua perkataan ibunya.
Saat masuk ke dalam mobil, otak Hana langsung tertuju ke sebuah ide. Dia seperti memiliki kesempatan untuk mengecek kemana terakhir kali suaminya pergi melalui GPS yang terpasang di kendaraan roda empat itu.
Sambil menyetir dia mengotak-atik benda yang mirip dengan tablet, layar yang terintegrasi dengan dashboard mobil untuk mengetahui perjalanan suaminya. Hingga dia menemukan satu lokasi yaitu apartemen Greenland, yang berjarak satu jam dari rumahnya.
"Apartemen Greenland?" gumam Hana, feelingnya semakin yakin kalau suaminya sudah mulai main belakang. Namun, dengan siapa dia belum mendapat titik terang. Karena dia memang tidak tahu jelas tempat tinggal Mayang.
"Silahkan kamu sembunyikan sebaik mungkin, Her. Tapi kebenaran akan selalu menemui jalannya. Aku harap, pada saat itu sisi bodohku telah melemah. Aku bisa hidup tanpa harus mengemis apalagi berharap kalian membalas kebaikanku!" gumam Hana dengan dada yang bergemuruh. Bahkan dia mencengkram kemudi untuk menahan sesak yang semakin menghimpit rongga pernafasannya.
Namun, sebisa mungkin dia harus menetralkan diri. Karena lokasi apotek tidak terlalu jauh, jadi dalam beberapa menit pun dia sudah sampai. Apotek yang selalu buka selama 24 jam dan biasa dia kunjungi untuk menebus obat Mamah Saras.
"Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?" tanya seorang wanita yang sudah Hana hafal namanya.
"Biasa, Mel."
Hana tersenyum dan langsung mengeluarkan resep yang ingin dia tebus. Sementara di sampingnya berdiri seorang pria, awalnya mereka saling tak sadar, tetapi begitu pria itu melihat ke arah Hana, dia langsung tercenung.
'Hana.' gumamnya. 'Apakah dia tinggal di sekitar sini?' Lanjut Dananta Elgar dalam hatinya.
***
🤭🤭🤣🤣🤣🤣🤣🤣🏃🏃
liat Hana d'jadikan istri oleh El...
dan kejang² pas tau klo El pemilik perusahaan...
dan saat itu terjadi., Aku akan mentertawaknmu layangan
wah ini berita bagus untuk nya bukan kah dia msh mengharap kan Hana 🤭
selamat hari Raya idul Fitri mohon maaf lahir dan batin untuk semua readers dan othor kesayangan Nita mohon maaf lahir dan batin 🙏🥰🤗
Bagus han? aku suka gaya eloo...pokoknya siapapun yang berani nyakitin kamu, bls han? lawan..jangan pernah diam saja dan mempersilahkan orang lain menginjak-injak harga dirimu.
makasih ya thor masih nyempatin buat up😁
dan buat nyonya sarah kita tunggu reaksi mu saat tau menantu yg di inginkan tak sebaik menantu yg kau sia"kan 😅😅