Yuki berusia lima belas tahun, ketika Dia menemukan rahasia mengenai asal usul ibunya yang selama ini terpendam rapat di sebuah kamar tertutup yang ada dalam rumahnya. Namun yang tidak Dia sangka, rahasia itu merubah masa depan dan kehidupannya.
Pertemuan kembali dengan Ayahnya dan jati dirinya mulai terkuat seiring dengan rentetan bahaya dan kematian yang mengikuti langkahnya.
Saat akhirnya Yuki menemukan cinta dari seorang Bangsawan, akankah Yuki akan tetap mengikuti takdirnya ?. Bahkan ketika Dua orang Pangeran mulai membayangi hidupnya. Memaksa Yuki untuk menjadi milik Mereka. Sang Bulan di malam musim dingin, ataukah Sang Mentari pagi di musim semi ?
Ikutilah kisahnya dalam Morning Dew Series
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2
Yuki Orrie Olwrendho
Gadis remaja berusia lima belas tahun yang sebentar lagi akan mengakhiri pendidikannya di SMP.
Perawakannya mungil, sehingga orang yang tidak mengenal gadis itu akan mengira Dia masih berusia 12 tahun. Tinggi gadis itu hanya 151 cm dengan berat 38 kg. Dia memiliki wajah oval, kulit putih cerah, dan rambut coklat tanah bergelombang, mencapai punggung. Bibir tipis yang diolesi lipgloss berwarna pink lembut, alis melengkung serta mata besar seperti bambi yang dibingkai bulu mata lentik di sekelilingnya.
Yuki memiliki kecantikan khas yang membuatnya terlihat berbeda, orang akan selalu mengingatnya jika Mereka bertemu kembali setelah sekian lama tidak berjumpa, meskipun Mereka tidak mengingat nama Yuki.
“Yuki jam berapa ini, apa Kau sudah siap ?” Teriak Bibi Sheira membuyarkan lamunan Yuki. Dia sedang mematut diri di depan cermin, menyisir rambutnya yang halus dan lebat. Menyelipkan jepit rambut berbentuk pita yang mempermanis penampilannya.
Sebenarnya Bibi Sheira adalah sahabat baik dari Mama Yuki. Dia dan Suaminya-Phil, langsung menjadi wali Yuki ketika Mamanya yang seorang aktris terkenal meninggal dunia karena kecelakaan tragis delapan bulan yang lalu ketika perjalanan menuju lokasi shoting. Yuki sudah tidak mempunyai keluarga selain Bibi Sheira dan Phil. Mamanya adalah anak yatim piyatu, sementara Ayah Yuki, dari cerita yang diceritakan Mamanya dulu. Ayahnya sudah lama meninggal saat Yuki masih berada di dalam kandungan.
Semenjak kematian Mamanya, Phil langsung mengurus semua hak asuh Yuki dan menjadikan Yuki sebagai Putrinya sendiri. Dia dirawat penuh kasih sayang. Bibi Sheira yang perhatian dan Phil yang penyayang.
“Iya..iya Aku datang” Yuki meletakan sisir di tempatnya dan berjalan keluar kamar sembari menyambar tas sekolahnya. Berlari menuruni tangga dengan cepat.
Bibi Sheira menggerutu panjang, Dia meletakkan sepotong roti bakar yang diminta suaminya ke atas piring. “Benar-benar anak itu”
“Jika Kamu terus marah-marah begitu, Aku yakin ubanmu akan tumbuh sebelum Kamu menginjak usia Empat Puluh Tahun” Phil menerima piring berisi roti yang disodorkan Bibi Sheira. Mengambil garpu dan pisau yang telah di letakan sebelumnya. Phil tampak santai, Dia tidak ada jadwal operasi pagi ini. Dan beruntung, tidak ada panggilan darurat yang mengharuskannya datang secepatnya karena resiko dari pekerjaannya sebagai dokter bedah syaraf. Jadi Dia bisa menikmati sarapannya sambil menunggu Yuki. Rencananya Phil akan mengantarkan gadis itu ke sekolah sebelum Dia pergi ke tempat kerja.
Sudah tidak ada waktu jika Yuki harus naik kereta ke sekolah sekarang. Phil paham itu. Apalagi hari ini adalah hari senin. Jadi keputusan yang baik jika Phil mengantar anak angkatnya itu ke sekolah daripada membiarkan Yuki berjejalan di dalam kereta.
“Jangan terus membelanya, Dia harus belajar disiplin” tegur Bibi Sheira gemas. Bibi Sheira bekerja sebagai kepala perawat di rumah sakit yang sama dengan Phil. Sejak kecil Dia sudah dididik dengan keras. Terutama kedisiplinan. Sehingga sifat itu tertanam kuat dalam kepalanya dan mendarah daging dalam hidupnya.
“Pagi Phil” sapa Yuki riang begitu Dia sampai di meja makan.
“Selamat pagi sweet heart” balas Phil menyungingkan senyum tipis menyambut kedatangan Yuki.
Yuki langsung duduk, menyambar roti diatas meja dan memakannya dalam tiga kali gigitan besar.
“Kau bisa tersedak jika makan seperti itu sayang” tegur Phil saat melihat cara makan Yuki yang tergesa-gesa.
Yuki memukul dadanya, menahan sesak karena makanan yang memenuhi tenggorokannya. Dia lantas menyambar segelas susu hangat yang baru diletakkan Bibi Sheira didekatnya dan langsung meneguknya.
“Maaf Phil, Aku akan terlambat jika tidak bergegas” jawab Yuki ketika Dia sudah mampu berbicara.
“Siapa suruh Kau tidak tidur dan malah membaca novel sampai larut malam” balas Bibi Sheira sembari meletakan kotak bekal ke dalam tas Yuki. Meski Dia sering memarahi Yuki, Namun itu hanya di mulutnya saja. Bibi Sheira sangat menyayangi Yuki. Dia akan bersedia melakukan apapun untuk gadis itu. Dia adalah amanat yang diberikan oleh Ibu Yuki untuk dijaga. Jadi Dia akan memenuhi keinginan tersebut dan menjaga Yuki sepenuh hati.
Namun masalahnya, Sifat dan watak Yuki didominasi oleh gen milik Ibunya. Bibi Sheira tidak mungkin salah mengenalinya. Kulit dan rambut Yuki diwariskan dari ayahnya, tapi semua hal yang ada dalam diri Yuki selain itu, adalah milik Ibunya.
...****************...
Mereka selesai sarapan. Phil sudah bersiap masuk ke dalam mobil ketika Yuki yang sebelumnya sudah lebih dulu didalam, membuka pintu dengan panik dan meloncat keluar dari kursi penumpang di samping kemudi. “Astaga, Aku lupa tanamanku” kata Yuki panik.
Dalam sekejap Yuki menghambur melewati Bibi Sheira, berlari menuju lantai dua.
“Kenapa bukan hidungmu yang tertinggal” sungut Bibi Sheira di belakang Yuki. Dia memutuskan memilih menemani suaminya daripada mengikuti Yuki ke atas.
Yuki berlari sehingga menimbulkan suara berdebam dilantai. Kamarnya terletak diujung lorong, bersebelahan dengan jendela yang menjulang tinggi sampai nyaris menyentuh atap.
Pohon cabai yang ditanamnya sebulan yang lalu, yang akan digunakan Yuki sebagai laporan tugas sekolahnya. Berdiri tegak dikusen jendela. Yuki menaman cabai tersebut di sebuah pot yang terbuat dari tanah liat. Yuki langsung meraihnya setengah tergesa-gesa. Memasukkannya ke dalam tas kain yang terbuat dari kain katun yang cukup tebal.
Yuki bersyukur Dia tidak melupakan tanamannya. Dia tidak bisa membayangkan jika Dia sampai lupa membawanya. Pasti pak guru akan menyuruh siswa yang tidak mengerjakan tugas untuk berdiri di sepanjang koridor sekolah sampai istirahat makan siang usai.
Yuki tidak mau itu terjadi. Terakhir Dia dihukum karena lupa mengerjakan PR matematika, Dia disuruh mencabuti rumput bersama teman-temannya yang lain sambil ditonton oleh adik kelas. Dan itu sangat memalukan.
Apalagi guru biologinya yang juga merupakan wali kelasnya. Adalah sosok guru yang humoris dikala santai namun juga sosok yang disegani karena disiplinnya. Anehnya, meski Dia sering menghukum muridnya, tidak ada satupun dari Mereka yang membenci wali kelasnya.
Yuki berjalan dengan cepat, melewati sebuah pintu yang bersebelahan dengan kamarnya. Hembusan angin dingin menerjangnya seperkian detik. Lantas Dia langsung berdiri mematung. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba menyelimutinya. Yuki sangat mengenal perasaan ini. Rasanya, Dia kembali berada di padang rumput seperti dalam mimpinya semalam.
Yuki berbalik perlahan. Pandangannya menangkap pintu di dekatnya. Ada sebuah kamar yang tidak pernah diizinkan dimasukkinya, baik itu oleh Mama maupun Bibi Sheira. Yuki sangat dilarang memasuki kamar itu. Mereka berdua selalu cemas dan ketakutan jika Yuki menanyakan soal kamar itu, seolah ada hantu didalam kamar.
Beruntung Yuki anak yang baik dan pengertian. Dia tidak ingin membuat masalah baik dengan Bibi Sheira maupun Ibunya. Yuki sadar, beban Mereka sudah terlalu banyak. Bertahan hidup di tengah persaingan kerja bagi dua orang anak yatim piyatu seperti Bibi dan Ibunya tidaklah mudah. Mereka hidup tanpa saudara, tanpa harta, berjuang sendiri tanpa adanya pelindung. Yuki tidak ingin menambah masalah Mereka jadi Dia mengubur rasa penasaran itu dalam-dalam.
Tapi Dia bersyukur pada akhirnya Bibi Sheira menemukan Phil dan bersedia menerima lamarannya. Yuki tahu sekali bagaimana perjuangan Phil agar Bibi Sheira mau menerima lamarannya.
Yuki menghela nafas perlahan. Mencoba menenangkan pikirannya. Perasaan aneh seolah mendorong untuk membuka pintu itu. Perasaan yang sangat kuat.
Tanpa sadar, seperti ada sesuatu yang menarik Yuki. Dia berjalan mendekati pintu itu. Tangannya terulur untuk meraih gagang pintu.
“Apa yang Kau lakukan” suara Bibi Sheira menyadarkan Yuki seketika. “Kenapa benggong disana, Phil sudah menunggumu dari tadi”
Yuki tersentak. Ketika menoleh Dia melihat kepala Bibi Sheira muncul di ujung tangga teratas. Karena Yuki tidak juga turun, Dia memutuskan untuk menyusul Yuki dan menemukan gadis itu berdiri diam di depan pintu kamar. Bibi Sheira menyimpitkan mata, menatap Yuki yang masih benggong.
“Aku pergi dulu Bi” Yuki tersadar dari lamunannya setelah beberapa saat diam. Isi kepalanya yang sesaat kosong kembali berfungsi. Dia bergegas berlari menuruni tangga, menuju mobil Phil yang sudah menunggu.
Sementara itu, Bibi Sheira masih berdiri ditempatnya. Memandang sosok Yuki sampai gadis itu masuk ke dalam mobil Phil. Dia baru saja akan turun, ketika pandangannya tanpa sengaja melihat ke arah pintu disebelah kamar Yuki.
Jantungnya serasa berhenti seketika.
“Bi…Kami berangkat dulu ya, daaaa…” Yuki melongok ke luar jendela yang terbuka sambil berteriak nyaring. Dia duduk di samping pengemudi. Phil menekan klakson sebelum akhirnya Dia menginjak gas. Mobil perlahan meninggalkan plataran rumah.
Bibi Sheira masih berdiri terdiam ketika Yuki berpamitan. Tubuhnya seolah membantu. Pandangannya masih ke tempat yang sama. Di celah kecil yang ada di bawah pintu kamar yang bersebelahan dengan kamar Yuki. Terlihat cahaya putih kebiruan yang menyerupai warna es. Berpendar ringan. Berasal dari dalam kamar rahasia yang selama ini menjadi larangan keras untuk Yuki memasukinya.
Dia masih mematung saat kemudian terdengar suara klik dari gagang pintunya. Seseorang berada di dalam ruangan dan sedang berusaha membuka pintu itu.