NovelToon NovelToon
Tergila-gila Padamu

Tergila-gila Padamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: dochi_19

Benarkah mereka saling tergila-tergila satu sama lain?

Safira Halim, gadis kaya raya yang selalu mendambakan kehidupan orang biasa. Ia sangat menggilai kekasihnya- Gavin. Pujaan hati semua orang. Dan ia selalu percaya pria itu juga sama sepertinya.

...

Cerita ini murni imajinasiku aja. Kalau ada kesamaan nama, tempat, atau cerita, aku minta maaf. Kalau isinya sangat tidak masuk akal, harap maklum. Nikmati aja ya temen-temen

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dochi_19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Semangat Safira

Safira tengah merekam setiap baris kalimat yang ada di buku dalam genggamannya. Bahkan kedatangan seorang pelayan yang meletakkan piring berisi potongan buah di sampingnya tak ia hiraukan. Fokusnya begitu penuh untuk belajar. Lain hal ketika ponselnya tiba-tiba bergetar. Dengan semringah ia membukanya.

GavinP : Sedang apa?

Safira membalas dengan mengirimkan foto selfie dirinya dengan latar rak buku ruang belajarnya.

GavinP : Apa aku mengganggu?

SafHalim : Tentu saja tidak 😁

GavinP : Butuh bantuan?

SafHalim : Ya 🙁

GavinP : Kirim aja soalnya

SafHalim : Aku butuh kamu di sini 🤗

GavinP : 😳

SafHalim : Serius ih

GavinP : Emang siapa yang gak serius?

SafHalim : Jadi ke sini?

GavinP : Iya

SafHalim : Kapan?

GavinP : Nanti malam

SafHalim : Kenapa nanti? Kan butuhnya sekarang

GavinP : Ya udah sekarang

"Apa yang kamu lakukan?!"

Safira hampir melemparkan ponsel karena terkejut mendengar teriakan sang Ibu.

"Ibu."

"Apa kamu tidak belajar?"

Ibunya masuk. Penampilannya sudah rapi dalam balutan Martha Jacket silk serta skirt dari Loro Piana, sepertinya hendak pergi ke sekolah.

"Aku belajar bu, tadi balas chat kak Gavin sebentar."

"Sini ponselnya! Ibu sama Ayah ingin kamu fokus belajar, jadi jangan sampai mendapat peringkat dua. Kamu harus menjadi yang pertama di ujian masuk ini!"

Ponselnya direbut paksa oleh Ibunya. Safira hendak meminta kembali tapi urung ia lakukan.

"Ibu kan tahu kondisi aku kayak gimana. Aku gak mungkin—"

"Mungkin! Ibu tahu perkembangan belajar kamu, setidaknya untuk ujian kali ini jangan membuat malu sebagai anak kepala yayasan." Ibunya meyakinkan Safira dengan membelai rambutnya dan menatap dalam matanya.

"Iya, bu."

"Lanjutkan belajarnya!"

Sang ibu pun keluar dari ruang belajar Safira. Meninggalkan putrinya yang kembali fokus belajar.

.

.

SafHalim : Tidak usah datang. Aku sedang sibuk belajar

Gavin sudah bisa menebak kalau Safira pasti ketahuan main ponsel oleh Ibunya.

"Vin, jajan yuk! Laper gue." Aditya menjatuhkan pantatnya di kursi sebelah Gavin.

"Kita tunggu Reza dulu."

"Samperin aja yuk!" Gavin mengangguk lalu mengikuti langkah Aditya.

Mereka keluar dari kelas lalu berjalan berpindah bangunan menuju kelas 1-A. Tidak lama mereka sudah mencapai ruangan di mana Reza berada.

"Reza!" Teriak Aditya seraya masuk begitu saja ke dalam ruangan.

Reza yang sebelumnya tengah mengerjakan sesuatu di laptop pun sontak mendongak. "A-ada apa?"

"Kita ke kantin yuk! Laper."

"Tapi aku harus kerjain tugas."

"Udah, nanti aja." Aditya terus memaksa Reza hingga akhirnya bersedia.

Gavin sendiri malah bersender di pintu memperhatikan kedua orang itu.

Tidak banyak murid yang berada di kelas karena memang ini jam istirahat. Dan beberapa siswi yang ada di sana memperhatikan ketiganya dengan tatapan kagum. Reaksi wajar untuk siswa tampan dan populer.

.

.

"Eh, bukannya dia Gavin si nomor 1 itu?"

"Mana?"

"Itu yang tengah."

"Maksudnya nomor 1 apa sih?"

"Gantengnya, pinternya, tajirnya, semuanya deh."

"Iyah sih emang ganteng."

"Nah kaaannn..."

Aditya mendesah mendengar percakapan para gadis yang mereka lewati. "Bertambah lagi cewek yang bakal patah hati begitu tahu status Gavin. Kasihan."

"Emang Gavin beneran mau tunangan?" Reza bertanya karna ia pikir itu hanya gossip Aditya dan memang ia pun belum pernah melihat sosok kekasih Gavin.

"Baru mau."

"Tapi pasti." Gavin mengoreksi.

"Ya 'kan, belum juga TENG acaranya, berarti belum jadi."

Tiba-tiba saja seorang perempuan berjalan ke arah mereka dan berhenti tepat di depan Gavin.

"Sayang, kamu mau ke kantin, ya? Kenapa gak ngajak aku?" Perempuan itu tersenyum lebar dengan mata yang berkedip cepat seperti memberi kode akan sesuatu.

Mereka bertiga membisu karna merasa tidak mengenal perempuan itu. Sedangkan si perempuan menoleh ke belakang seperti memastikan sesuatu lalu segera menarik Gavin pergi bersamanya.

"Eh, kok malah pergi sih." Aditya protes.

"Kamu kenal dia?" Tanya Reza.

"Ya, mana gue tau. Gila tuh cewek main serobot aja," gerutu Aditya.

Mereka berdua pun menyusul Gavin yang diculik perempuan asing.

.

.

Perempuan itu pun melepaskan tangan Gavin setelah memastikan keadaan sekitar aman. "Maaf ya, aku udah bertindak gak sopan. Tapi makasih tadi itu kamu udah nolongin aku."

Gavin mengangguk. Hanya bisa menerima saja karna memang kejadian tadi begitu cepat. "Emang tadi itu kenapa?"

"Salah satu pelangganku di resto akhir-akhir ini bertindak aneh. Dia sering bertanya tentang masalah pribadi, memaksa untuk mengantar pulang, dan sekarang yang paling parah dia mengikutiku sampai sekolah. Aku pikir dia ingin memastikan apakah benar pacarku itu ada, seperti yang aku ceritakan padanya. Kurasa dia itu gila."

"Dan kamu tidak punya pacar?"

Perempuan itu mengangguk. "Ya, karna itu terjadilah peristiwa tadi. Aku benar-benar minta maaf."

"Lain kali pilih saja orang lain. Kamu bisa laporkan orang asing itu pada guru."

Perempuan itu sedikit terkejut dengan ucapan Gavin yang dingin dan kasar. "Tentu saja, dan terima kasih untuk tadi."

"Kalian saling kenal?" Tanya Aditya yang baru saja tiba bersama Reza.

"Gak," jawab Gavin.

"Lah, terus?" Aditya menggaruk kepalanya.

Perempuan itu pun menjelaskan rangkaian kejadian seperti yang sebelumnya diceritakan pada Gavin.

"Jadi nama kamu siapa?" Reza mengajukan pertanyaan.

"Maura kelas 2-F."

Aditya membelalak. "Kelas F? Dan kamu berani sentuh Gavin seperti tadi? Wah, kasus ini."

Maura mulai resah. "K-kasus apa?"

Aditya berdecak. "Kamu gak tahu Gavin ini?" Sambil menunjuk orangnya.

Maura menggeleng.

Aditya melotot. "Kamu yakin sekolah di sini? Bukan di gua?"

"Dit, jangan keterlaluan." Gavin menegur.

"Tapi dia ini harus tahu siapa itu seorang Gavin."

Maura membungkuk. "Aku minta maaf untuk permasalahan tadi. Aku juga berjanji tidak akan mengulanginya."

"Hmm..." Aditya mengangguk dengan mata yang menilai penampilan Maura dari atas rambut hingga ujung kaki.

Maura memang lumayan cantik, Aditya mengakui. Gayanya sederhana sekali. Tanpa mengenakan barang branded seperti yang lain. Rambut hitamnya yang panjang diikat asal.

Maura yang mulai tidak nyaman pun pamit setelah mengucapkan permintaan maaf lagi.

"Lo percaya sama ceritanya dia gitu aja?" Tanya Aditya.

"Kalaupun dia bohong, gak ada ruginya, toh kita 'kan gak saling kenal."

Aditya berdecak akan tingkah cuek Gavin.

"Dit, kamu udah kenyang? Perasaan kita belum makan yah," celetuk Reza.

Aditya pun sontak menggerutu. "Tuh 'kan, gara-gara itu cewek jam makan gue telat."

Gavin dan Reza pun tersenyum lebar.

.

.

Tok Tok

Safira yang sebelumnya tengah belajar di dalam ruang belajar kecil di kamarnya pun berhenti.

"Siapa?" Safira berteriak. Sebenarnya ia merasa terganggu padahal sudah memberi pesan pada pelayan agar tidak ada siapapun yang masuk sampai besok.

"Paket..."

"Hah, kok ada tukang paket yang masuk rumah." Safira bergumam seraya keluar ruang belajar untuk membuka pintu.

"Permisi Nona, saya mengirimkan paket berupa pujaan hati nona." Gavin tersenyum lebar.

Sangat tampan.

Safira tertawa. "Apaan sih, gak jelas banget."

"Tapi senang 'kan?"

"Iya, selamat sudah membuat Safira senang, puas?"

"Tentu saja, Nona besar."

"Eh, aku gak besar ya."

"Oh, iya juga ya, Nona cantik kalau gitu."

"Kalau cantik baru betul."

Gavin mengacak rambut Safira, membuat sang empunya cemberut. Ia mengalihkan tatapannya pada ruang kecil berwarna putih yang lebih menyerupai lemari. Sangat kontras dengan kamar Safira.

"Apa itu?"

Safira melihat apa yang menarik perhatian Gavin. "Oh, itu ruang belajar tambahan yang dipasang Ibu."

"Kamu 'kan punya ruang belajar sendiri."

"Ibu bilang, belajar di ruang yang lebih kecil bisa membantuku untuk fokus."

"Jadi selain mengikuti kelas seperti biasa, kamu juga harus belajar di dalam sini?"

"Ya, ibu ingin aku mendapat peringkat 1 dalam ujian masuk besok."

Safira kaget karna tiba-tiba saja Gavin menariknya dalam pelukan lalu mengusap rambutnya. "Kenapa?"

"Padahal kamu tidak perlu pergi sekolah, cukup belajar seperti biasanya. Kamu harus memikirkan kondisimu sendiri."

"Sekali ini saja, kak. Hanya untuk ujian. Setelahnya aku tidak akan memaksa lagi."

"Baiklah, aku mengerti."

Clek

Mereka sontak menjaga jarak begitu pintu kamar mengayun terbuka.

"Oh, ada kamu." Ibu Safira masuk ke kamar dengan pakaian yang lebih santai.

"Iya, tante. Saya kesini mau bertemu Safira."

"Sayang sekali tapi Safira harus belajar untuk besok." Ibunya Safira tersenyum pongah.

"Saya bisa membantu Safira belajar, tante."

Ibunya hendak berargumen lagi tapi urung dilakukan. Melainkan ia melengos seraya pergi begitu saja dari kamar itu.

"Kamu lihat tadi muka Ibu. Pasti dalam hatinya kesel banget sama kamu."

"Asalkan aku tetap calon menantunya, aku tidak peduli."

Safira tersenyum. "Kak, aku mau bilang sesuatu."

"Apa itu?"

"Sampai jumpa nanti di sekolah."

Gavin tersenyum. "Ya, sampai jumpa."

.

.

Stella membanting pintu kamar, membuat penghuni lain kamar itu terperanjat.

"Ada apa? Kenapa wajahmu merah begitu?" Ivan meletakkan buku yang sebelumnya tengah dibaca ke atas nakas.

"Aku tidak suka pada anak sok pintar itu."

"Maksudmu Gavin?"

"Ya, siapa lagi. Waktu itu aku sudah tidak setuju dengan pilihanmu."

"Lo, bukannya kamu yang bilang dia nomor 1?"

"Memang itu faktanya, tapi 'kan bisa memilih orang lain."

"Untuk urusan penerus, aku tidak ingin yang sembarangan. Aku yakin Gavin bisa diandalkan."

"Terserah kamu saja." Stella pun menyerah kali ini, tak mau mendebat lagi.

"Bagaimana dengan Safira?"

"Sejauh ini lumayan. Dari hasil tes guru lesnya dia sudah berkembang jauh."

"Baguslah. Jangan terlalu keras padanya."

"Ya, setelah ini. Aku tidak ingin posisiku sebagai kepala yayasan diragukan. Apalagi di pertemuan keluargamu yang sering membanggakan anak mereka."

"Tahanlah sebentar lagi, kita akan punya Gavin. Sekarang kamu mandi dulu, setelah itu kita bersantai." Ivan berbisik di telinga Stella seraya mengusap bahunya perlahan.

.

.

TBC

1
hayalan indah🍂
bagus
Dochi19_new: makasih kak, pantengin terus ya kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!